Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

TransJakarta Dinilai Tak Menghargai Sejarah Bundaran HI

Kompas.com - 21/09/2022, 20:00 WIB
Thefanny,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Sejak April lalu, PT Transportasi Jakarta (TransJakarta) mulai melakukan penataan ulang untuk 46 halte bus di kawasan Ibukota Jakarta, salah satunya adalah Halte Bundaran HI.

Halte Bundaran HI ditata ulang menjadi salah satu dari empat halte ikonik lainnya, bersamaan dengan Halte Sarinah, Halte Tosari, dan Halte Dukuh Atas 1.

Meski belum selesai dibangun, Halte Bundaran HI sudah menjadi perbincangan masyarakat di media sosial lantaran bangunannya yang menutupi monumen selamat datang. Padahal, kawasan Bundaran Hi sudah berstatus Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB).

Baca juga: Mulai Selasa 6 September, 4 Halte Transjakarta Ditata Ulang

Kawasan Bundaran HI, beserta jalan melingkar yang mengelilingi, air mancur, dan monumen selamat datang, sudah dikaji dan diusulkan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya pada tahun 2019 silam.

Menurut Pemerhati Pelestarian Kota dan Arsitektur Aditya W Fitrianto, ODCB Bundaran HI bukan hanya monumen selamat datang, melainkan juga kawasan di sekitarnya yang meliputi jalanan, air mancur, Hotel Indonesia, dan bangunan-bangunan lainnya.

Streetscape (ruang bentang kota) perlu dijaga bentuknya, tanpa ada gangguan. Apalagi di ujung Jalan Thamrin ada patung selamat datang yang harus dijaga visualnya,” jelas Aditya saat dihubungi Kompas.com, Jumat (16/9/2022).


Monumen selamat datang dinilai penting karena menjadi bagian dari sejarah pasca-kemerdekaan.

Dengan sepasang anak bangsa yang sedang melambaikan tangan, monumen ini dibuat untuk “menyambut” tamu Asian Games ke-4 tahun 1962.

Kala itu, seluruh tamu ofisial Asian Games juga menginap di Hotel Indonesia. Inilah yang menjadi alasan di balik penempatan Monumen Selamat Datang tepat di bundaran depan Hotel Indonesia.

Namun, alih-alih “menyambut”, visualnya kini menjadi terhalang lantaran adanya halte bertingkat Tosari dan Bundaran HI.

“Dulu sudah sepakat sebenarnya, bahwa di sepanjang jalan Thamrin itu tidak boleh ada gangguan, bahkan dulu sempat ada JPO (jembatan penyeberangan orang) pun akhirnya dihilangkan,” ujar Aditya.

Tidak hanya itu, Aditya menilai bangunan halte yang terlalu besar juga akan mengganggu tatanan ruang kota.

Pasalnya, Jalan MH Thamrin memiliki luas jalan yang relatif kecil dibandingkan jalanan pusat kota lainnya seperti Jalan Jendral Sudirman.

Aditya mengaku kecewa dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta karena lalai dalam menjaga sejarah ruang kotanya.

“Saya juga enggak ngerti maksudnya apa, padahal Bundaran HI sudah menjadi ikonik sekali di Kota Jakarta, begitu juga di mata luar negeri,” tutup Aditya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com