Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jadi Saksi Bisu Kemerdekaan RI, Mengapa Rumah Proklamasi Dirobohkan?

Kompas.com - 17/08/2022, 14:00 WIB
Suhaiela Bahfein,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

Sementara proyek B meliputi hasil bumi atau hasil kekayaan Indonesia untuk membiayai proyek A. Proyek ini diumumkan oleh Profesor Mohammad Yamin.

Semua pihak yang terlibat, mendukung proyek tersebut hingga banyak diiklankan pada surat kabar dengan tagline "Maju Terus Pembangunan Semesta Berentjana".

Pada 1 Januari 1961, Bung Karno memutuskan untuk memulai pembangunan semesta berencana dan mencanangkan cangkulan pertama di rumah kesayangannya, Rumah Proklamasi.

Baca juga: Jelang Kemerdekaan RI, Anda Bisa Pilih 3 Rumah Murah di Tangerang

Gatot Subroto dan Gubernur DKI Jakarta Periode 1960-1964 Soemarno Sosroatmodjo tercatat menjadi saksi atas peristiwa bersejarah itu.

"Bung Karno pun memutuskan, rumah yang dia sayangi ditumbalkan. Rumah beliau yang sempat menjadi "milik RI" dan dijadikan Wisma Nasional ini dikorbankan untuk sebuah proyek yang lebih besar," urai Bambang.

Namun, keputusan Bung Karno ini tak berjalan mulus. Saat itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Henk Ngantung sempat mengajukan protes keras dan bertanya mengapa Bung Karno melakukan hal tersebut.

Terang saja Bung Karno marah. Hingga akhirnya Henk Ngantung membuat maket kompleks Rumah Proklamasi dan disimpan di salah satu kantor PT PP (Persero) Tbk yang berlokasi di Jalan Thamrin.

Sebelum Rumah Proklamasi dibongkar, pada saat bersamaan tengah dibangun Gedung Pola yang berada di belakangnya.

Pemikiran Nasser

Menurut Bambang, Bung Karno memiliki pemikiran yang sama dengan Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser.

Pada saat itu, Nasser mengorbankan monumen bersejarah Abu Simbel untuk dipindahkan atau dipotong sebagai tempat pembangunan Bendungan Aswan.

"Karena yang saya perlukan saat ini adalah Bendungan Aswan untuk menghidupi kehidupan masyarakat Mesir pada hari ini dan masa depan," tutur Bambang.

Menurut Bambang, pemikiran Bung Karno pada saat itu tentu berbeda dengan orang yang hidup pada saat ini.

Namun tak dapat dimungkiri, imbuh Bambang, peristiwa tersebut merupakan bagian dari sejarah Indonesia saat ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com