Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Jadi Saksi Bisu Kemerdekaan RI, Mengapa Rumah Proklamasi Dirobohkan?

Setiap merayakan momentum tersebut, tentunya kita akan teringat akan suatu tempat yang berlokasi di Jalan Pegangsaan Timur, Nomor 56, Menteng, Jakarta Pusat.

Tempat tersebut dinamakan Rumah Proklamasi yang memiliki arti penting dalam perabadan sejarah Indonesia.

Rumah Proklamasi disebut bersejarah karena menjadi saksi bisu pembacaan rumusan teks Proklamasi oleh Presiden ke-1 RI Ir Soekarno pada 17 Agustus 1945.

Rencana awalnya, pelaksanaan proklamasi akan dilaksanakan di Lapangan Ikada, namun tidak jadi dilakukan.

Alasan pemindahan tempat pelaksanaan adalah untuk menghindari bentrokan dengan pasukan Jepang yang sudah lebih dahulu memenuhi Lapangan Ikada pada 17 Agustus 1945 pagi hari.

Akan tetapi, lima tahun berselang setelah Bung Karno membacakan teks proklamasi, Rumah Proklamasi dirobohkan.

Bahkan, perobohan gedung bersejarah bagi bangsa Indonesia tersebut merupakan permintaan Bung Karno sendiri.

Mengapa demikian?

Dalam catatan Kompas.com edisi 17 Agustus 2020, Bung Karno dan beberapa pejuang Indonesia serta perwakilan daerah melakukan Musyawarah Nasional yang menghasilkan "Pernjataan Bersama" (Pernyataan Bersama).

Pernyataan bersama tersebut diteken oleh Bung Karno beserta Wakil Presiden Pertama RI Mohammad Hatta pada 14 September 1957.

Arsitek serta Pemerhati Bangunan Bersejarah Bambang Eryudhawan mengatakan, tidak lama setelah kejadian itu, terjadi pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)/Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta).

Setelah kejadian itu, dibentuklah Dewan Perancang Nasional atau yang lebih dikenal dengan "arsitek" dalam artian luas.

Kemudian, profesi inilah yang membantu mewujudkan kebutuhan masyarakat Indonesia berupa rancangan 335 proyek.

Proyek tersebut dibagi dua, Proyek A dan B. Proyek A mencakup seluruh fasilitas dasar atau primer yang dibutuhkan masyarakat Indonesia.

Sementara proyek B meliputi hasil bumi atau hasil kekayaan Indonesia untuk membiayai proyek A. Proyek ini diumumkan oleh Profesor Mohammad Yamin.

Semua pihak yang terlibat, mendukung proyek tersebut hingga banyak diiklankan pada surat kabar dengan tagline "Maju Terus Pembangunan Semesta Berentjana".

Pada 1 Januari 1961, Bung Karno memutuskan untuk memulai pembangunan semesta berencana dan mencanangkan cangkulan pertama di rumah kesayangannya, Rumah Proklamasi.

Gatot Subroto dan Gubernur DKI Jakarta Periode 1960-1964 Soemarno Sosroatmodjo tercatat menjadi saksi atas peristiwa bersejarah itu.

"Bung Karno pun memutuskan, rumah yang dia sayangi ditumbalkan. Rumah beliau yang sempat menjadi "milik RI" dan dijadikan Wisma Nasional ini dikorbankan untuk sebuah proyek yang lebih besar," urai Bambang.

Namun, keputusan Bung Karno ini tak berjalan mulus. Saat itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Henk Ngantung sempat mengajukan protes keras dan bertanya mengapa Bung Karno melakukan hal tersebut.

Terang saja Bung Karno marah. Hingga akhirnya Henk Ngantung membuat maket kompleks Rumah Proklamasi dan disimpan di salah satu kantor PT PP (Persero) Tbk yang berlokasi di Jalan Thamrin.

Sebelum Rumah Proklamasi dibongkar, pada saat bersamaan tengah dibangun Gedung Pola yang berada di belakangnya.

Pemikiran Nasser

Menurut Bambang, Bung Karno memiliki pemikiran yang sama dengan Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser.

Pada saat itu, Nasser mengorbankan monumen bersejarah Abu Simbel untuk dipindahkan atau dipotong sebagai tempat pembangunan Bendungan Aswan.

"Karena yang saya perlukan saat ini adalah Bendungan Aswan untuk menghidupi kehidupan masyarakat Mesir pada hari ini dan masa depan," tutur Bambang.

Menurut Bambang, pemikiran Bung Karno pada saat itu tentu berbeda dengan orang yang hidup pada saat ini.

Namun tak dapat dimungkiri, imbuh Bambang, peristiwa tersebut merupakan bagian dari sejarah Indonesia saat ini.

https://www.kompas.com/properti/read/2022/08/17/140000321/jadi-saksi-bisu-kemerdekaan-ri-mengapa-rumah-proklamasi-dirobohkan-

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke