TRANSAKSI tol dengan metoda Multi Lane Free Flow (MLFF) berbasis Global Navigation Satellite System (GNSS) akan diterapkan di Indonesia pada akhir 2022.
Metoda MLFF berbasis GNSS diterapkan untuk kendaraan penumpang dan barang. Hal ini sekaligus menjadikan Indonesia sebagai negara pertama di dunia yang mengimplementasikannya.
Instalasi MLFF di Indonesia akan dipasang secara bertahap untuk ruas-ruas jalan tol tertentu.
Untuk lebih memahami secara pengetahuan (knowledge) mengenai metoda pembayaran tol MLFF berbasis GNSS, saya akan menguraikan secara detail dalam analisa dan strategi SWOT di bawah ini.
Ada beberapa nilai plus MLFF berbasis GNSS, sebagai berikut:
Sedangkan manfaat MLFF berbasis GNSS adalah sebagai berikut:
Kelemahan MLFF berbasis GNSS adalah sebagai persoalan yang perlu dicermati, karena:
Ancaman-ancaman yang akan timbul bila MLFF berbasis GNSS diterapkan di Indonesia, adalah sebagai berikut:
Keuntungan lainnya adalah adanya denda truk ODOL dalam tol dapat melalui pendataan GNSS berat tercatat dan berat di lapangan sesuai spesifikasi/data keur truk dalam GNSS/OBU.
Tilang elektronik atau Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) yang berdasarkan temuan dalam data dan rekam perjalanan dalam GNSS/OBU, dapat dikembangkan menjadi auto tarif tol dinamis sesuai kelayakan standar pelayanan minimal (SPM) jalan tol.
Tarif dinamis dimungkinkan jika arus jalan tol macet maka tarif lebih murah sedangkan jika arus tol lancar atau sangat lancar, tarif tol akan normal atau bahkan lebih mahal.
Strategi dan Risiko
Sangat diperlukan peraturan perundang-undangan untuk pelanggaran pembayaran dan perbedaan data kendaraan dalam server operator MLFF.
Dalam Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan (LLAJ) sama sekali tidak mengatur tilang untuk pelanggar yang tidak bayar jalan tol.
Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2005 Tentang Jalan Tol juga tidak sinkron lagi dengan kondisi saat ini, karena bila tidak membayar tol hanya didenda dua kali tarif tol tanpa tilang (Bukti Pelanggaran Lalu Lintas).
Kami telah pelajari dari negara-negara yang menggunakan metoda MLFF dan Single Lane Free Flow (SLFF) adalah munculnya ghost car (mobil hantu).
Melacak mobil hantu dalam CCTV karena ETLE sangat sulit karena terdapat kendaraan sama dan pengemudi sama tapi plat nomor kendaraan berbeda-beda dan bila tidak ada data kendaraan dalam base server (data kepolisian), maka dianggap mobil “bodong”.
Mobil hantu ini memang sengaja masuk tol MLFF untuk tidak bayar tol, sangat jelas bila kesengajaan hukumnya adalah pidana.
Bila masuk tol tidak bayar karena kerusakan aplikasi atau saldo kurang tentunya hal ini bisa masuk ke ranah hukum perdata.
Persoalan-persoalan hukum inilah yang perlu payung hukum yang lebar, rujukan hukumnya jelas, dan tiada gugatan publik.
Sebenarnya, jika ditelaah, telah terbit Peraturan Menteri (Permen) PUPR Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Transaksi Tol Non-tunai Nir-sentuh Di Jalan Tol, namun tentunya regulasi ini hanya mempunyai kekuatan hukum di lingkungan kementerian PUPR dan stakeholder di bawahnya.
Oleh karena itu, diperlukan payung hukum yang tinggi selevel Perpres atau PP untuk koordinasi dan harmonisasi antar K/L.
Sinkronisasi data kendaraan dari Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian PUPR, Polri (Kakorlantas), Ditjen Hubungan Darat Kementerian Perhubungan, dan pengolahan data elektonik publik ada di Kementerian Komunikasi dan Informasi atau Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk keamanan data masyarakat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.