Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Syarifah Syaukat
Mahasiswa CEP Doktoral Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia

Mahasiswa CEP Doktoral Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, ini juga seorang peneliti senior sejak 2009 hingga saat ini pada Pusat Penelitian Geografi Terapan FMIPA UI.

Sejak 2020, Syarifah menempati posisi sebagai Senior Research Advisor Knight Frank Indonesia.

Akankah Tren WFH Berlanjut Tahun 2022?

Kompas.com - 24/12/2021, 13:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PANDEMI yang berlangsung hampir genap dua tahun telah membawa banyak pengalaman baru, termasuk pola kerja.

Working from home atau WFH hal yang familiar dalam 21 bulan terakhir. Pola ini tidak hanya terjadi di kota-kota besar di Indonesia namun juga di seluruh dunia.

WFH, berdasarkan sejarahnya telah dimulai sejak tahun 1970-an. Kondisi traffic apocalypse telah menginspirasi Jack Niles untuk mengemukakan wacana mirip seperti WFH saat ini, yaitu bekerja lebih dekat dengan rumah.

Niles mengemukakan konsep telecommuting sebagai opsi alternatif dalam menjawab kemacetan dan kepadatan di perkotaan.

Wacana ini sejalan dengan penemuan satelit untuk teknologi internet dan komunikasi.

Namun Niles menyebutkan, telecommuting tidak hanya terkait implementasi teknologi, juga pengelolaan pola dan budaya kerja.

Pandemi telah membuat pola ini kembali semakin populer.

Pada pertengahan tahun 2020, survei Knight Frank Indonesia terkait WFH mengungkapkan  beberapa pandangan, di antaranya dominasi preferensi pekerja (68 persen) untuk kembali ke kantor dengan pola hybrid di tengah pandemi.

Tidak sedikit (55 persen) juga yang menyebutkan bahwa kehadiran di kantor bertemu kolega mampu membawa optimisme kerja.

Sementara itu, dalam publikasi Knight Frank Global terungkap, 80 persen pekerja di Inggris sangat senang kembali ke kantor dan merindukan berinteraksi dengan koleganya.

Namun pada survei lainnya terungkap bahwa 46 persen pekerja di Inggris mengaku gugup untuk kembali mengingat kerumuman yang umumnya terjadi di kantor.

Di Amerika Serikat, 86 persen pekerja menyebutkan bahwa kolaborasi dengan tim adalah alasan utama ingin kembali ke kantor.

Masih dari publikasi Knight Frank Global, kantor secara fisik masih sangat diperlukan untuk mengelola kegiatan.

Dengan keberadaan kantor, maka pekerja dapat berinteraksi dengan komunitasnya secara langsung, melihat ekspresi dari supervisornya beserta intonasi suara, mimik muka dan gestur untuk menginterpretasikan urgensi dari arahannya.

Selain itu, dengan kolaborasi di kantor maka pekerja merasa dilihat, dihargai, dan dapat mengasah jiwa kreatif dan inovasi melalui kompetisi yang sehat, sehingga mampu meningkatkan produktivitas.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com