Pop-up Store
Menarik untuk ditelusuri lebih lanjut, mengapa konsep pop-up store saat ini makin digandrungi.
Menurut Sander, membuka toko pop-up atau pop-up stores lebih menarik karena risiko finansialnya lebih rendah.
Biaya untuk membuka pop-up stores hanya separuh dari membuka toko fisik di mal-mal dengan masa sewa yang panjang.
Hal ini dimungkinkan karena luas area toko dengan konsep seperti ini lebih kecil, biaya fit out pun lebih rendah.
Baca juga: Meski Masih Pandemi, Jabodetabek Tambah Enam Mal Baru
Selain itu, periode sewa lebih pendek dengan kebutuhan staf atau karyawan yang lebih sedikit.
Biasanya harga sewa yang diterapkan adalah harga tetap per bulan dengan tambahan biaya pemeliharaan atau bagi hasil ditambah biaya pemeliharaan.
Karena itulah, wajar jika kemudian hitungan biaya operasionalnya pun jauh lebih murah. Sementara jangkauannya bisa meluas, dengan kesempatan ekspansi lebih besar.
"Fleksibilitas adalah kunci dari pop up stores. Jika kinerja gerai yang satu kurang optimal, peritel bisa menutupnya dan membuka gerai di lokasi lain," sambung Sander.
Sander melanjutkan, pop-up stores juga merupakan strategi pemasaran yang baik untuk membuat konsumen tetap sadar akan keberadaan brand dan produk yang ditawarkan.
Oleh karena itu, lokasi dan strategi pemasaran adalah dua elemen utama untuk memaksimalkan kinerja pop-up stores.
Sementara cloud kitchens diprediksi akan melonjak 42 persen selama periode 2019-2021.
Ini menunjukkan bagaimana pasar pengiriman makanan telah tumbuh secara eksponensial dalam dua tahun terakhir.
Konsep ini menggantikan restoran dengan layanan lengkap dan menawarkan alternatif yang lebih murah bagi peritel F and B untuk berkembang lebih cepat dengan biaya lebih rendah.
Baca juga: Jual Mal, Sentul City Kantongi Rp 1,9 Triliun dari Investor Jepang