Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Badan Bank Tanah Dikhawatirkan Berpotensi Jadi Ruang Korupsi Agraria

Kompas.com - 04/11/2020, 12:26 WIB
Ardiansyah Fadli,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - UU Cipta Kerja telah resmi ditantangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Nomor 11 Tahun 2020 pada Senin (2/11/2020).

Salah satu Pasal dalam UU tersebut memuat aturan tentang adanya pembentukan badan bank tanah oleh pemerintah pusat.

Pasal 125 menyebut bahwa badan bank tanah merupakan badan khusus yang mengelola tanah. Kekayaan badan bank tanah merupakan kekayaan negara yang dipisahkan.

Badan bank tanah ini berfungsi melaksanakan perencanaan, perolehan, pengadaan, pengelolaan, pemanfaata, dan pendistribusian tanah.

Namun, rencana pembentukan badan bank tanah dikritisi Konsorium Pembaruan Agraria (KPA).

Baca juga: Mengenal Bank Tanah Versi UU Cipta Kerja, Apa Fungsi dan Perannya?

Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika dengan tegas menolak kehadiran badan bank tanah ini karena dikhawatirkan akan berfungsi menjadi spekulan tanah dan ruang korupsi agraria.

"Bank tanah ini berpotensi menjadi lembaga spekulan yang bahkan bisa jadi ruang korupsi agraria, karena dia itu sangat powerfull," kata Dewi saat dihubungi Kompas.com, Selasa (03/11/2020).

Kekhawatiran Dewi bukan tanpa alasan. Meski bank tanah ini berupa badan atau lembaga non-profit, namun karena pencatatannya terpisah, memungkinkan terjadinya spekulasi.

Terlebih, kekayaan bank tanah tak hanya berasal dari APBN, tetapi juga berasal dari pihak ketiga.

"Jadi nggak bisa nggak profit. Ini lembaga yang sifat pencatatannya di luar negera. Tapi dia tidak hanya menggunakan APBN juga bekerjasama dengan pihak ketiga," cetus Dewi. 

Hal ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 128 UU Cipta Kerja bahwa sumber kekayaan badan bank tanah dapat berasal di antaranya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pendapatan sendiri, penyertaan modal negara, dan sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peratuan perundang-undangan.

Baca juga: Kontroversi Bank Tanah dan Stimulus Fiskal yang Diharapkan

Dengan demikian, kata Dewi, meski sifatnya badan non-profit, namun jika dilihat dari sumber kekayaan bank tanah yang memungkinkan penyertaan modal dan investasi pihak ketiga, dapat dipastikan orientasinya bisnis.

Selain itu, karena fungsinya sebagai pengelola tanah, Dewi khawatir badan bank tanah dimanfaatkan untuk mempermudah investor dan pemilik modal memperoleh tanah.

Sementara itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil menegaskan keberadaan badan bank tanah melengkapi peran dan fungsi lembaga yang dipimpinnya itu sebagai land manager atau pengelola tanah.

Dia menyebut keberadaan badan bank tanah justru akan menguntungkan dan memungkinkan negara mengelola dan mengoptimalisasi tanah telantar, tanah Hak Guna Usaha (HGU) yang sudah habis masa berlakunya atau tidak diperpanjang.

Dengan begitu, pemerintah juga dapat mengambil alih lahan telantar tersebut untuk dilakukan reditribusi atau pembagian tanah kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Namun demikian, Sofyan mengakui, lembaga seperti ini harus juga diawasi. Oleh karena itu bank tanah nanti akan memiliki komite yang terdiri dari para menteri.

"Tidak boleh Menteri ATR/Kepala BPN sendiri yang mengatur," cetus Sofyan.

Baca juga: Lewat Bank Tanah, Masyarakat Bisa Punya Rumah Murah

Bahkan Plt. Direktur Jenderal Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan Kementerian ATR/BPN Himawan Arief Sugoto mengatakan dibentuknya badan bank tanah justru untuk menghindari adanya spekulan.

"Badan Bank Tanah pada masa depan ini diharapkan dapat mencegah aksi spekulan tanah yang terjadi karena banyaknya tanah yang telantar dan tidak jelas kepemilikannya," kata Himawan.

Menurutnya, selama ini Kementerian ATR/BPN hanya memiliki kewenangan mengatur administrasi pertahanan, namun tidak memiliki kewenangan untuk mengelola tanah.

Karenanya tanah-tanah di Indonesia yang telantar dapat dikelola secara ketat oleh badan bank tanah.

"Selama ini dikenal adanya tanah negara tetapi secara de facto pemerintah tidak dapat mengendalikan tanah tersebut," katanya.

Nantinya, badan bank tanah juga dapat menjual tanah yang dikelola itu kepada pengembang dengan harga yang rendah.

"Harga yang rendah karena bantuan pendanaan dari perjanjian dengan industri finansial, maupun subsidi yang sedang diwacanakan. Dengan harga yang lebih rendah dari bank tanah, harga tanah di pasaran tidak akan terus melambung tinggi," tutur Himawan. 

Dia menambahkan, Badan Bank Tanah sebagai pemegang Hak Pengelolaan diberikan kewenangan untuk membantu memberikan kemudahan perizinan berusaha atau persetujuan, melakukan penyusunan rencana induk, melakukan pengadaan tanah, menentukan tarif pelayanan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com