Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Skema KPR Flat 35 Tinggal Disempurnakan, Sudah di Meja Kemenkeu

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah tengah menggodok skema pembiayaan perumahan flat 35 atau pembiayaan rumah dengan tenor hingga 35 tahun.

Flat 35 telah sukses dijalankan di Negeri Sakura dan merupakan skema pinjaman perumahan dengan suku bunga tetap yang disediakan oleh Badan Pembiayaan Perumahan Jepang atau Japan Housing Finance Agency (JHF), bekerja sama dengan lembaga keuangan swasta.

Karena pinjaman dengan suku bunga tetap adalah jenis pinjaman yang tingkat pinjamannya dan jumlah angsurannya tetap sampai jatuh tempo segera setelah pinjaman ditutup, maka memungkinkan nasabah untuk membuat rencana hidup jangka panjang.

Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur dan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Herry Trisaputra Zuna mengatakan, konsep ini telah diterapkan dalam Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) untuk hunian vertikal.

"Nah sekarang kita lagi dalam pembahasan, sudah diusulkan ke Kementerian Keuangan untuk melakukan penyempurnaan terhadap konsep Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP)," kata Herry saat ditemui Kompas.com di kantornya, Jumat (8/3/2024).

Lewat usulan tersebut, maka konsep pembiayaan perumahan yang ada saat ini bisa dibuat lebih optimal dan menyasar banyak kalangan.

"Artinya tadi, bagaimana produk FLPP nanti bisa membuat orang mampu mencicil rumah di perkotaan, termasuk tenornya. Terus tingkat bunganya harus di level berapa," lanjut Herry.

Beradaptasi dengan urbanisasi

Herry menjelaskan, ada empat tantangan dalam pemilikan perumahaan, yakni availability, affordability, accessibility, dan sustainability.

"Sehingga kalau kita bicara empat tantangan tadi, kalau saya pandangannya, pertama masyarakat terutama masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) harus dibuat mampu untuk membeli," paparnya.

Satu-satunya cara adalah melalui KPR karena tidak mungkin untuk melakukan pembelian rumah secara tunai.

Sementara untuk bisa dikatakan mampu membeli rumah, aturannya adalah sebesar 30 persen pendapatan digunakan untuk mencicil rumah dan 70 persen lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidup.

"Kalau (gaji) Rp 4 juta kan sepertiganya adalah Rp 1 jutaan. Kan gitu ceritanya kenapa akhirnya jadi flat 35. Nah kemudian pertanyaanya apakah waktu yang ada tenor sekarang 20 tahun kalau FLPP, apakah memadai untuk dia melunasi rumahnya?," tanyanya.

Kemudian, jika dikaitkan dengan isu urbanisasi, maka dibutuhkan perumahan vertikal di perkotaan mengingat minimnya ketersediaan lahan untuk rumah tapak.

Namun, harga rumah vertikal di perkotaan pasti jauh lebih besar daripada rumah subsidi yang biasanya terletak jauh dari pusat kota.

"(Misalnya) kalau rumah vertikal harganya dua kali lipat lebih (dari rumah subsidi), jadi Rp 400 juta. Kalau cicilannya dikali dua, jadi Rp 2,5 juta cicilannya. Desil 4 tadi jadi tidak bisa mencicil, lha wong Rp 2,5 juta kali tiga kan Rp 7,5 juta. Yang bisa adalah yang pendapatannya di atasnya," tuturnya.

Oleh karena itu, flat 35 dianggap merupakan salah satu jawaban untuk MBR yang bekerja di perkotaan agar mampu memiliki rumah dengan cicilan terjangkau dan tenor panjang lebih dari 20 tahun.

"Kita harus membuat suatu produk yang memungkinkan orang mencicil, terutama rumah vertikal. Sehingga dia bisa tinggal dekat dengan tempat kerjanya, jadi produktif," tuntas Herry.

https://www.kompas.com/properti/read/2024/03/08/200000321/skema-kpr-flat-35-tinggal-disempurnakan-sudah-di-meja-kemenkeu

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke