Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

"Backlog" Hunian Ditargetkan Turun 30 Persen Tahun 2030

Saat ini, masih terdapat sekitar 14 persen dari 72,8 juta rumah tangga Indonesia tinggal di rumah yang bukan milik sendiri (per tahun 2022). Angka ini turun bila dibandingkan tahun 2021, sebanyak 75 juta rumah tangga.

Sementara sebanyak 28,7 juta rumah tangga lainnya, atau sekitar 39 persen dari seluruh rumah tangga, menempati rumah tidak layak huni.

Chief Economist PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) atau SMF Martin Daniel Siyaranamual mengungkapkan hal ini kepada Kompas.com, Jumat (11/8/2023).

SMF sendiri merupakan Sekretariat Ekosistem Pembiayaan Perumahan yang dibentuk pada 25 Januari 2023.

Pemangku kepentingan lain yang terlibat adalah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur (DJPI) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), BP Tapera, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, Bappenas, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Asosiasi Pengembang, serta Perum Perumnas.

"Jadi, perumahan tidak hanya bicara isu tentang backlog kepemilikan, melainkan juga rumah berkualitas, layak huni, dan dapat diakses oleh semua kalangan," ujar Martin.

Menurutnya, kondisi tersebut merupakan tantangan sekaligus peluang yang harus diantisipasi oleh seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) sektor perumahan.

Terkait dengan data, perlu diperhatikan bahwa angka backlog kepemilikan pada tahun 2022 mengalami penurunan. 

Pada tahun 2021, ada sekitar 75 juta rumah tangga, dan pada tahun 2022 jumlah turun menjadi 72,8 juta rumah tangga. 

Namun, turunnya backlog bukan disebabkan oleh peningkatan kinerja di sektor perumahan, melainkan karena terjadi penurunan jumlah rumah tangga di Indonesia.

Sebab itulah, Martin menegaskan, penyusunan kebijakan sektor perumahan perlu memerhatikan kondisi sosio-ekonomi.

Termasuk memperluas penetrasi industri keuangan yang saat ini masih cukup rendah, yang berarti bahwa kebijakan kepemilikan rumah atau peningkatan kualitas hunian melalui tabungan tidak bisa berdiri sendiri.

Hal ini tecermin dari rasio Kredit Pemilikan Rumah (KPR) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) kita masih rendah yakni pada angka 2,99.

Bahkan, bila dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lainnya, rasio KPR terhadap PDB Indonesia masih kalah dari Thailand (27,61), Singapura (34,58), dan Malaysia (38,48).

Pemerintah perlu memikirkan bagaimana meningkatkan penetrasi industri keuangan dan juga meningkatkan kinerja intermediasinya.

Hal ini karena di Indonesia masih banyak pekerja sektor informal yang berpendapatan tidak tetap alias non-fixed income dengan jumlah 59,31 persen, sedangkan pekerja formal sekitar 40,69 persen.

"Lebih dari separuh pekerja diklasifikasikan sebagai pekerja informal, kelompok pekerja yang sulit untuk mengakses produk-produk jasa keuangan," cetus Martin.

Jika kelompok pekerja informal masih belum dapat mengakses layanan keuangan sepenuhnya, maka kebijakan publik terkait akses ke hunian layak yang berbasiskan tabungan akan memiliki kinerja yang rendah.

Sementara di sisi lain, multiplier effect dari sektor perumahan dapat mendorong pertumbuhan di sekitar 185 industri lainnya.

Peran krusial

Melihat data-data inilah Sekretariat Ekosistem Pembiayaan Perumahan dibentuk sebagai wadah koordinasi untuk pemecahan permasalahan pada sektor perumahan dan menciptakan rekomendasi kebijakan perumahan.

Sekretariat ini bertujuan dan memiliki peran krusial membuka jalan bagi terciptanya sebuah Rencana Kerja Bersama pengembangan sektor perumahan yang harmonis, efisien, dan efektif.

Tugasnya adalah mengumpulkan data dari masing-masing pemangku kepentingan terkait isu-isu pada sektor perumahan, analisis data, pembahasan, pemetaan, dan perumusan hasil analisis data; perumusan usulan regulasi dan kebijakan terkait sektor perumahan.

Dari hasil analisis data Sektretariat Ekosistem Pembiayaan Perumahan, terpetakan bahwa kalangan masyarakat berpendapatan rendah (MBR) merupakan yang terbanyak yakni 36,2 juta rumah tangga dengan penghasilan di bawah Rp 8 juta per bulan.

Sementara kalangan rentan sebanyak 7,8 rumah tangga dengan penghasilan Rp 2,5 juta per bulan, dan kalangan miskin sejumlah 6,3 juta rumah tangga dengan penghasilan Rp 1,8 juta per bulan.

Martin mengatakan, dari pemetaan strata kebutuhan keluarga atau market demand perumahan tersebut, sejumlah program kemudian disusun untuk dapat diimplementasikan sesuai dengan strata tersebut.

Di antaranya KPR Program, KPR Komersial, Kredit Multi Guna, Kredit Mikro, dan KPR Sewa Beli atau rent to own (RTO).

Sejalan dengan hal ini, SMF sejatinya telah menyalurkan pembiayaan program dan perluasan mandat. Hingga Semester I-2023, pembiayaan KPR Komersial sebesar Rp 2,3 triliun, KPR Subsidi FLPP Rp 2,2 triliun, dan Pembiayaan
Konstruksi Rp 44,89 miliar.

Kemudian Pembiayaan Mikro Perumahan Rp 534,6 miliar, Kredit Multi Guna Perumahan sebesar Rp 2,1 triliun, Pembiayaan Homestay Rp 12,64 miliar, dan Pengembangan Rumah di daerah kumuh Rp 28,75 miliar.

Selanjutnya, pembiayaan KPR Sewa Beli dengan menggandeng Pinhome dan Karunia Multifinance.

Dalam kerja sama tersebut, SMF berperan sebagai penyedia dana yang disalurkan melalui Kurnia Multifinance selaku lembaga keuangan dengan skema refinancing atas pembiayaan sewa-beli dengan agunan yang diikat fidusia.

Sedangkan Pinhome berperan sebagai aggregator, menyediakan jasa sewa beli yang membeli rumah secara bulk dari pengembang, dan disewakan (dengan opsi membeli/sewa-beli) pada masyarakat (end-user).

Direktur Sekuritisasi dan Pembiayaan SMF Heliantopo menjelaskan, program ini merupakan salah satu upaya dan bentuk keberpihakan SMF kepada masyarakat Indonesia untuk memperoleh haknya dalam mendapatkan hunian yang layak dan terjangkau, khususnya bagi masyarakat yang membutuhkan dan belum terfasilitasi.

"Melalui RTO diharapkan dapat memberikan dampak yang baik dan signifikan baik untuk meningkatkan volume penyaluran pembiayaan perumahan dan pemenuhan backlog perumahan," tuntas Heliantopo.

 

https://www.kompas.com/properti/read/2023/08/12/053000821/backlog-hunian-ditargetkan-turun-30-persen-tahun-2030

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke