Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kurangi Dampak Buruk, Ketahui Konstruksi Rumah Tahan Gempa

JAKARTA, KOMPAS.com - 16 tahun yang lalu atau tepatnya pada tanggal 27 Mei 2006, gempa berkekuatan 5,9 skala richter mengguncang Yogyakarta dan sekitarnya pada pukul 05.53 WIB.

Guncangan gempa terjadi kurang lebih dalam waktu 57 detik yang menyebabkan ratusan ribu rumah hancur dan ribuan orang meninggal dunia.

Adapun gempa bumi adalah bencana alam yang tidak dapat dihindari. Akan tetapi, saat ini telah tercipta teknologi konstruksi guna meminimalisir dampak buruk dari fenomena gempa bumi.

Melansir Big Rentz, Jumat (27/5/2022), beberapa teknologi konstruksi bangunan tahan gempa yang telah digunakan adalah sebagai berikut:

Peredam kejut

Seperti halnya mobil yang memiliki teknologi peredam benturan untuk memastikan keamanan pengendara, bangunan juga bisa memiliki peredam untuk membuatnya tahan gempa.

Terdapat dua peredam dalam hal ini, antara perangkat kontrol getaran dan pendulum power. Perangkat kontrol getaran dipasang di balok menggunakan piston atau oli untuk menyerap goncangan gempa.

Metode pertama melibatkan peredam di setiap tingkat bangunan antara kolom dan balok. Setiap peredam memiliki kepala piston di dalam silinder yang diisi dengan minyak silikon.

Sehingga ketika terjadi gempa, bangunan akan menyalurkan getaran ke piston yang nantinya akan mendorong minyak dan diubah menjadi panas yang mampu untuk menghilangkan kekuatan getaran.

Sedangkan pendulum power biasanya digunakan di gedung pencakar langit. Ini berbentuk seperti bola besar dengan kabel baja dan menggunakan sistem hidrolik di bagian atas gedung.

Caranya adalah ketika bangunan mulai bergoyang, bola akan bertindak sebagai pendulum dan bergerak ke arah yang berlawanan untuk menstabilkan arah.

Teknologi ini dipasang untuk menyesuaikan dan melawan frekuensi bangunan saat terjadi gempa.

Melindungi bangunan dari getaran

Teknologi konstruksi tahan gempa lainnya adalah dengan menangkal kekuatan gempa melalui eksperimen membelokkan atau mengalihkan energi dari gempa bumi secara bersamaan.

Inovasi ini disebut dengan seismic invisibility cloak atau jubah tembus pandang seismik yang melibatkan jubah dari 100 cincin plastik dan beton konsentris yang dikubur dengan jarak 0,9 meter di bawah fondasi bangunan.

Nantinya, ketika gelombang seismik memasuki cincin, mereka akan dipaksa bergerak ke cincin luar dan disalurkan jauh dari area gedung lalu dihamburkan ke pelat di tanah.

Fondasi yang fleksibel

Cara lain untuk menahan gaya gempa adalah dengan mengangkat fondasi bangunan ke atas permukaan bumi.

Ini melibatkan konstruksi bangunan yang dibuat di atas bantalan fleksibel yang terbuat dari baja, karet dan timah yang disebut dengan isolator.

Sehingga ketika terjadi guncangan akibat gempa, isolator juga ikut bergetar tetapi struktur bangunan akan tetap stabil.

Hal tersebut diketahui efektif dalam membantu menyerap gelombang seismik dan mencegahnya merambat melalui gedung.

Sementara itu, untuk membuat penempatan fondasi ini agar berfungsi dengan baik, penting untuk menghindari permukaan berporos atau yang mudah menyerap air.

Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa permukaan tanah memiliki kepadatan yang cukup solid.

Pasalnya, salah satu contoh kerusakan parah saat gempa di Palu, Sulawesi Tengah tahun 2019 lalu juga disebabkan karena kawasan perumahan dibangun di atas tanah yang belum terkonsolidasi dengan baik.

https://www.kompas.com/properti/read/2022/05/27/170000221/kurangi-dampak-buruk-ketahui-konstruksi-rumah-tahan-gempa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke