Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menerka Nasib Jurassic Park di Pulau Rinca Pasca Status Komodo Terancam Punah

Jurassic Park merupakan istilah untuk geopark yang merupakan bagian dari Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Super Prioritas Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Keputusan pemerintah membangun lokasi ini dengan konsep geopark adalah agar bisa menarik lebih banyak wisatawan namun tetap mengedepankan perlindungan dan penggunaan warisan geologi secara berkelanjutan.

Karena akan dijadikan pusat wisata premium atau istilah yang digunakan pemerintah adalah Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP), maka beberapa fasilitas pun dibangun.

Melalui Ditjen Cipta Karya, Kementerian PUPR telah menganggarkan Rp 69,96 miliar untuk penataan kawasan ini. Mulai dari pembangunan pusat informasi, sentra suvenir, kafe, dan toilet publik.

Dibangun pula kantor pengelola kawasan, area swafoto, klinik, gudang, ruang terbuka publik, penginapan untuk peneliti, dan pemandu wisata (ranger).

Kemudian ada juga area trekking untuk pejalan kaki dan selter pengunjung yang didesain melayang agar tidak mengganggu lalu lintas komodo.

Meskipun bisa menjanjikan keuntungan berlimpah, namun pembangunan geopark ini mendapat banyak penolakan dari masyarakat sekitar dan organisasi pencinta lingkungan.

Bahkan Komite Warisan Dunia (WHC) UNESCO melalui dokumen bernomor nomor WHC/21/44.COM/7B, meminta Pemerintah Indonesia menghentikan seluruh proyek pembangunan Jurassic Park di kawasan TNK.

Mereka menilai pembangunan dapat memengaruhi Outstanding Universal Value (OUV) properti sebelum peninjauan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) yang relevan oleh Uni Internasional Konservasi Alam (IUCN).

Menanggapi peringatan UNESCO ini, Direktur Eksekutif Daerah (ED) Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) NTT Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi mengatakan, hal tersebut harus serius disikapi Pemerintah Indonesia.

"Seharusnya Pemerintah menghormati peringatan dari UNESCO. Spesies komodo ini adalah warisan dunia, karena itu, komodo bukan hanya milik Pemerintah Indonesia aja," ujar Umbu dalam wawancara bersama Kompas.com, Rabu (18/8/2021).

Selain itu, menurutnya, peringatan dari UNESCO juga menggambarkan bahwa Pemerintah Indonesia selama ini tidak becus mengurusi masalah TNK.

"Hal-hal yang menyangkut konservasi ini yang seharusnya ditangani pemeritah. Namun, mereka malah membuka ruang yang besar untuk pariwisata. Sekerang terlihat bawa TNK tak lagi menjadi lahan konservasi, namun hanya bisnis semata," tegas Umbu.

Nasib Geopark di Masa Depan

Pembangunan geopark sampai saat ini masih terus dilakukan oleh pemerintah. Namun, ada kabar anyar, bahwa Komodo baru saja dinyatakan sebagai hewan yang masuk dalam status terancam punah.

Lembaga internasional untuk konservasi alam (IUCN) melalui laman resminya mengungkapkan komodo telah berpindah status dari rentan ke terancam punah dan masuk dalam daftar merah IUCN.

Kenaikan suhu global dan naiknya permukaan air laut diperkirakan akan mengurangi habitat yang cocok bagi komodo setidaknya 30 persen dalam 45 tahun ke depan.

Meskipun sub-populasi komodo di TKN saat ini stabil dan terlindungi dengan baik, komodo di luar kawasan lindung terancam karena kehilangan habitat akibat aktivitas manusia yang terus berlangsung.

Ancaman terbesar dari status baru Komodo ini bisa menjadi peringatan bagi Pemerintah untuk menentukan nasib pembangunan geopark ke depan.

Apakah pemerintah akan lebih fokus melestarikan komodo yang merupakan hewan endemik dan satu-satunya di dunia atau tetap melanjutkan proyek pembangunan geopark demi alasan wisata semata? 

https://www.kompas.com/properti/read/2021/09/07/210000521/menerka-nasib-jurassic-park-di-pulau-rinca-pasca-status-komodo-terancam

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke