Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Agar Program Rumah Subsidi Tak Salah Sasaran

Keempatnya adalah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM), Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT), dan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Rinciannya, alokasi FLPP sebanyak 157.500 unit senilai Rp 16,66 triliun dilengkapi SBUM senilai Rp 630 miliar, BP2BT 39.996 unit senilai Rp 1,6 triliun, dan Tapera dari dana masyarakat untuk 25.380 unit senilai Rp 2,8 triliun.

Pada TA 2020 realisasi bantuan pembiayaan perumahan melalui FLPP sebanyak 109.253 unit dengan biaya Rp 11,23 triliun, SSB 90.362 unit senilai Rp 118,4 miliar, SBUM 130.184 unit senilai Rp 526,37 miliar dan BP2BT 1.357 unit senilai Rp 53,86 miliar.

Anggaran FLPP tahun ini merupakan yang tertinggi sejak program ini dimulai.

Untuk mencapai target itu, Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) Kementerian PUPR telah menggandeng 40 bank pelaksana kredit pemilikan rumah (KPR) FLPP.

Bank penerbit KPR Bersubsidi dituntut untuk berperan aktif dalam mengawal pemenuhan kualitas hunian bersubsidi yang dibangun oleh pengembang.

Tidak hanya itu, perbankan juga dituntut untuk berperan dalam melakukan proses seleksi terhadap calon debitur penerima KPR Bersubsidi.

Kewajiban bank penyalur KPR Subsidi untuk melakukan monitoring terhadap calon debitur serta produk rumah bersubsidi itu sebagaimana tertuang dalam Pasal 25 Peraturan Menteri PUPR Nomor 26/PRT/M/2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri PUPR Nomor 21/PRT/M/2016 tentang Kemudahan dan/atau Bantuan Perolehan Rumah bagi MBR.

Aturan itu mewajibkan bank untuk melakukan verifikasi serta bertanggung jawab terhadap ketepatan kelompok sasaran KPR Sejahtera secara legal formal.

Sejatinya, Pemerintah ingin agar hunian bersubsidi yang didanai oleh anggaran negara dapat dinikmati oleh masyarakat secara tepat.

Ketepatan sasaran penerima KPR Bersubsidi adalah sebagaimana persyaratan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah, yakni memenuhi semua persyaratan dan kriteria MBR penerima KPR Bersubsidi sesuai peraturan yang berlaku.

Kemudian kesesuaian harga jual rumah yang didanai oleh KPR Bersubsidi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Dan terakhir, pemanfaatan rumah oleh pemilik sebagai hunian atau tempat tinggal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian (PUPR) Eko D Heripoerwanto mengatakan, pemerintah selalu mengingatkan perbankan penyalur KPR agar memperhatikan ketepatan sasaran penerima KPR bersubsidi sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan.

Selain itu, sebelum melakukan akad kredit bank diminta juga memperhatikan hal yang berkaitan dengan ketersediaan air minum, jaringan listrik dan utilitas di perumahan yang dibangun para pengembang.

Menurut Eko, hingga kini masih ditemukan perumahan yang belum punya aliran listrik, air bersih, jauh dari angkutan umum, dan lain-lain.

"Perlu disadari bahwa itu bukan tanggung jawab Kementerian PUPR tetapi pemerintah daerah (pemda). Pengembang harus komunikasi dengan Pemda-nya," kata Eko dalam Webinar Forwapera bertema “Optimalisasi Dukungan Bank Pelaksana demi Menjamin KPR Subsidi yang Lebih Tepat Sasaran”, Selasa, 15 Juni 2021.

Eko menyebutkan, hasil temuan BPK, BPKP, dan Itjen Kementerian PUPR menguak beberapa hal. Di antaranya rumah KPR bersubsidi yang tidak sesuai tata ruang/perizinan.

Kemudian keterlambatan penyaluran SBUM oleh bank pelaksana, keterlambatan penyetoran dana bergulir dan tarif dana FLPP oleh bank pelaksana, bahkan terjadi dua rumah KPR subsidi digabung menjadi satu rumah.

“Terkait dengan masih adanya rumah bersubsidi yang diperjualbelikan atau disewakan sebelum lima tahun, perbankan semestinya juga bisa lebih menyosialisasikan tentang syarat huni rumah bersubsidi kepada calon debitur MBR,” jelasnya.

Direktur Utama Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) Arief Sabaruddin mengakui ketepatan sasaran dari pemenuhan rumah bersubsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) masih menjadi PR pemerintah.

Ketepatan sasaran yang dimaksud tidak hanya terkait sasaran penerima atau MBR, tetapi juga menyangkut kualitas rumah bersubsidi yang dibangun pengembang.

Di sinilah, menurut Arief, perlu peran pemerintah sebagai regulator dalam mengembangkan sistem besar untuk membangun ekosistem perumahan yang lebih baik.

Dalam rangka itu, PPDPP menyebut telah memberikan kontribusi dengan mengembangkan sistem yang merangkum seluruh proses dalam pemenuhan rumah bersubsidi dengan berbasis teknologi informasi.

"Sejak tahun lalu kami sudah meluncurkan Sistem Informasi KPR Subsidi Perumahan (SiKasep) sebagai sistem besarnya dengan beberapa subsistem di bawahnya yang lebih detail dan memiliki fungsi spesifik," jelas Arief.

Sub-sistem yang dimaksud antara lain Sistem Pemantauan Konstruksi (SiPetruk), Sistem Informasi Kumpulan Pengembang (SiKumbang), dan Sistem Aktivasi QR Code (SiAki QC).

Arief menambahkan sistem-sistem tersebut saat ini sudah bisa digunakan oleh semua stakeholder perumahan bersubsidi, mulai dari konsumen, pengembang, hingga perbankan.

Sistem besar SiKasep juga terkoneksi dengan lembaga-lembaga lain dalam rangka pengembangan big data perumahan.

Ia menyebut koneksi sudah terbangun antara lain dengan Dukcapil Kemendagri, Ditjen Pajak Kemenkeu, BSSN, termasuk yang utama dengan 44 bank pelaksana serta anggota dari 21 asosiasi pengembang.

Seleksi pengembang dan debitur

Kepala Divisi Subsidized Mortgage Lending Division PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Mochamad Yut Penta berpendapat, optimalisasi kualitas penyaluran KPR subsidi, maka perbankan harus punya misi yang sama.

"BTN mendukung dan berkepentingan dengan ketepatan sasaran dan kualitas kredit. Karena itu sebelum memberikan kredit bank harus melakukan penilaian terhadap watak, kemampuan, modal, dan prospek usaha debitur," kata Penta.

Bank BTN, lanjut Penta, terus berupaya meningkatkan kualitas penyaluran KPR bersubsidi di setiap tahap penyaluran kredit.

Di antaranya melakukan seleksi proyek dan pengembang. Dengan memastikan pengembang telah terdaftar di SiReng dan SiKumbang.

Melakukan verifikasi kelayakan dan kemampuan debitur dan melakukan penilaian serta akhir obyek rumah.

Pasca-akad kredit kami melakukan monitoring bekerjasam dengan pengembang, meminta debitur menghuni rumah.

"Setelah dilakukannya akad kredit. BTN menetapkan organisasi dan unit tersendiri yang mengelola dan memastikan debitur memenuhi kewajibannya," ujar Penta.

Hal senada diungkapkan Pemimpin Divisi Bisnis Ritel, Konsumer dan UMKM PT Bank Pembangunan Daerah Sumsel Babel Linda Hairani mengungkapkan saat ini PT Bank Pembangunan Daerah Sumsel Babel sudah ada produk FLPP, SBUM dan dan pada 2021 sudah PKS BP2BT.

Syarat sama dengan bank lain. Seperti KPR FLPP uang muka satu persen, suku bunga 5 persen dan waktu 20 tahun. BP2BT ada bantuan Rp 40 juta dan tenor 20 tahun.

“Kami terus sosialisasi dan edukasi masyarakat,” ujar Linda.

Ketidakpastian

Berbeda dengan Chief Executive Officer (CEO) Buana Kassiti Group Joko Suranto yang mengatakan seleksi pengembang makin menambah beban yang akhirnya kontraproduktif.

Padahal pengembang saat ini sudah melakukan banyak hal dengan segala ketidakpastian anggaran. Kemudian muncul Sireng dan segala turunannya sehingga akhirnya muncul SiPetruk.

“Mestinya lebih berimbang karena secara konstitusi negara harus menyediakan hunian bagi rakyatnya, dan kami sebagai developer siap membangun rumah itu sendiri. Tapi hal-hal yang tidak pasti seharusnya dikomunikasikan,” ujar Joko.

Joko mengatakan, REI Jabar bersama konsultan sedang menghitung apakah dengan kebijakan dan perubahan ini masih feasible atau ekonomis.

Direktur Utama TMA Group Tuti Mugiastuti mengaku sependapat dengan Joko dan sebagai pengembang merasakan bingung dan berat dengan SiPetruk yang akan diberlakukan.

Dia berharap pemberlakuan SiPetruk dimundurkan, karena saat ini juga ada terobosan baru yang dilakukan BTN dengan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Namun Tapera ruang lingkupnya sangat terbatas saat ini, hanya untuk Aparatur Sipil Negara (ASN).

"Sementara ASN yang membeli rumah, terutama di perumahan yang dibangun TMA Group relatif kecil, yakni kurang dari 5 persen," ungkap Tuti.

Ketua Umum DPP APERSI Junaedi Abdullah mengatakan, bagi pengembang, yang menjadi permasalahan adalah bukan mendukung atau tidak mendukung program yang diluncurkan.

Lebih dari itu, yang terpenting adalah bagaimana bisa mengakomodasi semua kepentingan dengan mudah.

Terlebih lagi pada masa pandemi saat ini, dibutuhkan dukungan dan kemudahan agar sektor perumahan bisa menjadi lokomotif ekonomi.

Lebih jauh Junaedi menyoroti berbagai aplikasi yang diterapkan dapat memberatkan pengembang, seperti spek yang ditentukan.

Oleh karena itu, dalam hal ini yang harus difokuskan adalah bagaimana pengembang bisa diperhatikan dan masyarakat juga tetap diutamakan.

Demikian halnya Ketua Umum DPP Himperra Endang Kawidjaya yang memastikan dukungan terkait kualitas bangunan agar dibuat lebih bagus.

"Namun, itu tergantung sudut pandang, karena ada harga, maksimum harga, mekanisme harga bukan jadi patokan karena konsumen juga akan menentukan. Perlu ada kenaikan harga di area tertentu, sehingga tidak over price dan berkompetisi,” ujar Endang.

https://www.kompas.com/properti/read/2021/06/16/100000421/agar-program-rumah-subsidi-tak-salah-sasaran

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke