Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Banting Harga Ruang Kantor, Pemilik Kesulitan Bayar Service Charge

Baru-baru ini beredar sebuah flyer yang berisi harga sewa kantor "banting harga" dengan nominal puluhan ribu rupiah per meter persegi, dilengkapi furnitur, dan siap pakai.

Bahkan, ada kantor yang disewakan berlokasi di kawasan strategis ibu kota. Sebut saja Lippo Thamrin di Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, World Capital Tower di Mega Kuningan, Jakarta Selatan, dan District 8 di CBD Sudirman, Jakarta Selatan.

Sementara yang lainnya berada di kawasan non-CBD, seperti APL Tower dan SOHO Capital di Jakarta Barat. 

Harga sewa yang dipatok bervariasi, mulai dari Rp 89.000 per meter persegi hingga Rp 105.000 per meter persegi per bulan.

Padahal, dalam situasi normal, harga sewa kantor di CBD Jakarta sekitar Rp 350.000-Rp 400.000 per meter persegi per bulan untuk Grade A dan Rp 500.000-Rp 600.000 per meter persegi per bulan untuk kelas Premium.

Sementara untuk harga sewa perkantoran di luar kawasan CBD Jakarta rata-rata mencapai Rp 250.000 per meter persegi per bulan.

Saat dikonfirmasi, narahubung penyewaan kantor tersebut, Aditya, mengatakan ruang kantor yang disewakan tersebut merupakan aset milik pribadi.

"Iya ini properti pribadi. Cuma lagi kosong. Jadi kami mau pasarkan untuk disewakan aja," kata Aditya singkat kepada Kompas.com, Rabu (20/01/2021).

Aksi banting harga tak hanya dilakukan Aditya, juga sejumlah pemilik dan pengelola gedung lainnya yang ditemukan di sejumlah portal jual beli dan sewa properti.

Baik gedung dengan klasifikasi premium, Grade A, B hingga C, dibanderol dengan harga sewa yang lebih murah lengkap dengan furnitur.

Menanggapi hal itu, Senior Associate Director Research Colliers International Indonesia Ferry Salanto mengatakan kondisi pasar perkantoran memang sedang lesu.

Menurutnya, penyewaan kantor dengan harga murah itu terjadi dan dilakukan oleh properti kantor milik perorangan.

"Pasar memang lagi desperate. Harga sewa itu memang kelewatan murahnya. Tapi ini saya lihat semua sebenernya strata title office alias gedung yang dijual per unit," kata Ferry.

Ruang-ruang di gedung-gedung perkantoran tersebut, lanjut dia, sudah dimiliki oleh pembeli individu atau perusahaan, bukan gedung yang masih dimiliki pengembang.

Ferry menjelaskan, lesunya pasar perkantoran, membuat pemilik perorangan ini menyewakan kantornya dengan harga murah agar cepat terserap.

Di satu sisi pemasukan tidak ada karena permintaan seret, sementara di sisi lain mereka tetap harus membayar service charge atau biaya operasional setiap bulannya.

Biaya operasional ini mencakup listrik untuk penerangan, lift, air, termasuk juga keamanan, pengelolaan, hingga kebersihan.

"Mereka sedang pusing karena pasar lesu. Tapi mereka tetap ada kewajiban untuk bayar service charge bulanan. Sementara properti-nya tidak menghasilkan income," ungkap Ferry.

Dengan aksi banting harga ini, pemilik mengharapkan dapat biaya servis dan operasional dapat ditutupi.

"Daripada mereka kosong dan mesti bayar service charge, mendingan disewakan, jadi tidak harus mengeluarkan uang untuk bayar service charge. Makanya kalau ada yang nawar padahal harga sudah murah mereka akan dikasih," ucapnya.

Lesunya industri perkantoran ini sejatinya sudah terjadi sejak 2015 dan akan terus berlanjut hingga tahun-tahun ke depan.

Kondisi makin parah saat Pandemi Covid-19 mulai merebak yang hingga kini belum ada tanda-tanda pemulihan.

https://www.kompas.com/properti/read/2021/01/20/203026121/banting-harga-ruang-kantor-pemilik-kesulitan-bayar-service-charge

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke