Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Justika
Platform Konsultasi Hukum

Justika adalah platform konsultasi hukum via online dengan puluhan konsultan hukum profesional dan berpengalaman.

Per-Oktober 2021, lebih dari 19.000 masalah hukum di berbagai bidang hukum telah dikonsultasikan bersama Justika.

Justika memudahkan pengguna agar dapat menanyakan masalah hukum melalui fitur chat kapan pun dan di mana pun.

Justika tidak hanya melayani konsultasi hukum, namun di semua fase kebutuhan layanan hukum, mulai dari pembuatan dokumen hingga pendampingan hukum.

Untuk informasi selengkapnya, kunjungi situs justika di www.justika.com atau tanya Admin Justika melalui email halo@justika.info atau Whatsapp di 0821 3000 7093.

Anak Mencuri Harta Orangtua Bisa Dipidana?

Kompas.com - 03/12/2021, 06:00 WIB
Justika,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

Konsultasi Hukum

Kupas tuntas dan jelas perkara hukum

Ajukan pertanyaan tanpa ragu di konsultasi hukum Kompas.com

Oleh: Hilman Ramadhani

Pencurian kerap terjadi melibatkan pihak-pihak yang tidak dikenal sebelumnya atau dapat juga terjadi kepada seorang kerabat.

Namun, jika pencurinya merupakan seorang anak kandung yang mencuri harta atau benda milik orangtuanya, apakah anak tersebut dapat dikenakan sanksi pidana?

Pertama, terma atau istilah “Anak” definisinya secara yuridis dapat ditemukan dalam Undang-undang 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (UU 35/2014”).

Pasal 1 angka 1 menyatakan:

Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.

Baca Juga: Berbagai Macam Delik Pidana yang Ada di Indonesia

Selain itu, definisi “Anak” juga terdapat dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (“UU 11/2012”).

Pada Pasal 1 angka 3 menjelaskan:

Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana”.

Sehingga dapat diasumsikan, Anak yang dikatakan mencuri dari pertanyaan dimaksud usianya ≥ (besar / sama dengan) 12 (dua belas) tahun, namun < (kecil) dari 18 (delapan belas) tahun.

Kedua, perbuatan pidana pencurian yang dimaksud kemungkinan besar merujuk pada Pasal 362 KUHP.

Ancaman hukumannya adalah maksimal 5 tahun penjara jika dilakukan oleh subjek yang sudah cakap hukum.

Namun, Sistem Peradilan Pidana Anak terdapat lex specialis (pengaturan khusus), yaitu berdasarkan UU 11/2012 menyatakan bahwa untuk kejahatan yang ancaman pidananya di bawah 7 (tujuh) tahun, maka penanganannya dengan menggunakan upaya diversi (Pasal 7 ayat (2) huruf a UU 11/2012).

Di sini dapat disimpulkan, mengingat ancaman pidana Pasal 362 KUHP tersebut hanya 5 tahun penjara, maka Anak tersebut diwajibkan untuk dilakukan tindakan diversi dalam penanganannya.

Diversi secara yuridis didefinisikan dalam Pasal 1 angka 7:

Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.

Jadi dalam kondisi ini, Anak yang melakukan pencurian uang milik orangtuanya tidak dapat dilakukan sanksi pidana.

Langkah yang bisa dilakukan adalah penyelesaian di luar pengadilan melalui Diversi. Salah satu tujuannya menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaannya (Pasal 6 huruf c UU 11/2012).

Baca juga: Apakah Orangtua Dapat Membagi Warisan Sewaktu Masih Hidup?

Meskipun orangtuanya ingin memproses pidana Anaknya, namun sepanjang uang yang dicuri tidak lebih dari upah minimum provinsi setempat, maka aparat penegak hukum, baik itu penyidik, jaksa atau hakim, secara ex officio dapat melakukan upaya diversi tersebut tanpa harus persetujuan orangtua dari anak tersebut (vide: Pasal 9 ayat (2) huruf d UU 35/2014).

Bahkan untuk sisi orangtua dan keluarga/kerabat malah dibebankan kewajiban hukum seperti diatur UU 35/2014, yaitu:

Pasal 26 ayat (1) huruf a:
mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi Anak

Pasal 26 ayat (1) huruf d:
memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada Anak

Jadi, kalaupun Anak melakukan tindak pidana pencurian yang merupakan bentuk karakter dan pekerti buruk, berarti orangtuanya yang abai dan gagal melakukan kewajibannya berdasarkan UU 35/2014 Pasal 26 ayat (1) huruf di atas, yaitu memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada Anak.

Melakukan Pemidanaan terhadap anaknya sendiri bisa dikategorikan bahwa orangtua tidak bisa mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi Anak seperti amanat Pasal 26 ayat (1) huruf a UU 35/2014.

Apabila orangtua dianggap gagal melakukan kewajibannya tersebut, maka perwalian Anak dapat dialihkan ke seseorang atau badan hukum lain berdasarkan amanat dari UU 23/2002 Pasal 33 ayat (1):

Dalam hal Orang Tua dan Keluarga Anak tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, seseorang atau badan hukum yang memenuhi persyaratan dapat ditunjuk sebagai Wali dari Anak yang bersangkutan.”

Jawaban di atas bisa berubah ketika Anak melakukan pencurian dengan pemberatan yang ancaman hukumannya di atas 7 tahun penjara, atau melakukan pidana berulang (residivis) dan/atau kerugian atas uang yang dicuri tersebut di atas upah minimum provinsi dari locus kejadian. (Hilman Ramadhani, S.H., S.H.I., Founding Partner dari Sabang & Merauke Maatschap)

Anda punya pertanyaan terkait permasalah hukum? Ajukan pertanyaan Anda di laman ini: Form Konsultasi Hukum

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com