Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apakah Biden Langgar Hukum dengan Perintahkan Serangan ke Yaman?

Kompas.com - 13/01/2024, 06:23 WIB
Irawan Sapto Adhi

Penulis

Sumber AFP,Reuters

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Beberapa anggota Kongres AS menuduh Presiden Joe Biden melanggar konstitusi dengan mengesahkan serangan ke Yaman.

Namun, kata para ahli, ketentuan-ketentuan dalam undang-undang AS memberi Gedung Putih wewenang untuk melancarkan aksi militer luar negeri secara terbatas.

"Sebenarnya tidak ada alasan yang kuat untuk mencegah Biden melakukan tindakan semacam ini," kata Michael O'Hanlon, direktur penelitian kebijakan luar negeri di Brookings Institution, dikutip dari Reuters.

Baca juga: AS dan Inggris Jelaskan Tujuan Serang Houthi di Yaman

Apa yang dilakukan Biden? 

Pesawat tempur, kapal, dan kapal selam AS dan Inggris telah melancarkan puluhan serangan udara di berbagai wilayah Yaman pada Jumat (12/1/2024) dini hari, sebagai pembalasan terhadap pasukan Houthi.

Houthi diyakini telah melakukan serangan terhadap pelayaran Laut Merah dalam beberapa bulan terakhir sebagai tanggapan atas perang Israel di Gaza.

Pemerintahan Biden menginformasikan Kongres tentang serangan yang akan dilakukan, namun tidak meminta persetujuan mereka.

Apa yang dikatakan Konstitusi AS?

Beberapa anggota Partai Demokrat progresif yang mengkritik Biden mencatat bahwa Pasal 1 Konstitusi AS mengharuskan Kongres untuk mengesahkan perang, bukan presiden.

Dikatakan, itu sebagai salah satu "checks and balances" yang merupakan ciri khas sistem politik AS.

Namun, Pasal 2 Konstitusi menunjuk presiden sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata dan memberinya wewenang untuk menggunakan kekuatan militer tanpa otorisasi kongres untuk tujuan pertahanan.

 

Para pendukung langkah Biden mengatakan bahwa tujuan pertahanan tersebut akan mencakup menanggapi serangan terhadap pangkalan AS di Irak dan Suriah dan kapal-kapal komersial di Laut Merah.

Baca juga: 100 Rudal AS-Inggris Sasar 16 Lokasi Houthi Yaman

Apakah Biden melanggar UU Kewenangan Perang? 

Selain ketentuan konstitusional, penggunaan kekuatan juga dikendalikan oleh Resolusi Kekuatan Perang, yang disahkan Kongres pada 1973 sebagai pengawasan terhadap kekuasaan presiden setelah Perang Vietnam.

Resolusi tersebut mengharuskan tindakan militer tanpa deklarasi perang atau otoritas hukum khusus untuk dihentikan dalam waktu 60 hari.

Resolusi tersebut juga mengharuskan presiden untuk memberikan laporan kepada Kongres Amerika dalam waktu 48 jam setelah serangan mengenai keadaan yang mengharuskan tindakan tersebut, wewenang yang digunakan, serta perkiraan ruang lingkup dan durasi pertempuran.

Apa yang terjadi sekarang?

Para ahli kebijakan hukum dan keamanan mengatakan bahwa tanggapan jangka panjang akan bergantung pada apa yang terjadi di lapangan.

Dampaknya akan lebih kecil jika konflik dengan Houthi tidak meningkat dan Pemerintah AS terus memberikan informasi kepada Kongres.

"Saya rasa masih terlalu dini untuk mengetahui sejauh mana penolakan dari Kongres terhadap hal ini," ujar Brian Finucane, mantan pengacara Departemen Luar Negeri dan penasihat senior untuk program Crisis Group di Amerika.

"Saya rasa tanggapan Kongres dapat berubah seiring berjalannya waktu, terutama jika ada serangan Houthi lebih lanjut terhadap pelayaran di Laut Merah dan jika ada serangan lebih lanjut di Yaman," ujarnya.

Para ahli juga mencatat bahwa Kongres dapat meloloskan undang-undang yang mengekang presiden jika menginginkan suara yang lebih besar, karena adanya ketidakjelasan dalam undang-undang yang ada.

Baca juga: Australia Bantu AS dan Inggris Serang Houthi di Yaman

Apa presedennya? 

Kongres meloloskan resolusi untuk mengendalikan kekuasaan perang presiden pada tahun 2020 setelah Presiden Donald Trump, seorang Republikan, memerintahkan serangan yang menewaskan komandan tertinggi militer Iran Qassem Soleimani di bandara Baghdad tanpa memberi tahu Kongres.

Trump memveto resolusi tersebut dan tindakan tersebut tidak mendapat cukup dukungan dari rekan-rekannya di Partai Republik untuk dibatalkan.

Sementara, pada tahun 2011, Presiden Barack Obama, seorang Demokrat, mengizinkan serangan udara ke Libya, yang saat itu diperintah oleh Muammar Qaddafi, tanpa persetujuan Kongres.

Obama kemudian mengidentifikasi keputusan itu sebagai kesalahan terburuknya sebagai presiden.

Serangan-serangan tersebut membantu menggulingkan Qaddafi, tetapi membuat Libya sangat tidak stabil.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Beruang Liar di California Terobos Rumah demi Curi Sebungkus Oreo

Beruang Liar di California Terobos Rumah demi Curi Sebungkus Oreo

Global
Militer China Siap Hentikan Kemerdekaan Taiwan Secara Paksa

Militer China Siap Hentikan Kemerdekaan Taiwan Secara Paksa

Global
Keluarga Tawanan Israel Minta Netanyahu Terima Rencana Biden

Keluarga Tawanan Israel Minta Netanyahu Terima Rencana Biden

Global
Stormy Daniels Komentari Vonis Trump: Dia Harus Dipenjara

Stormy Daniels Komentari Vonis Trump: Dia Harus Dipenjara

Global
Jago Mengetik Cepat Pakai Hidung, Pria Ini Pecahkan Rekor Dunia

Jago Mengetik Cepat Pakai Hidung, Pria Ini Pecahkan Rekor Dunia

Global
Para Penyintas Serangan 7 Oktober Menuntut Kelompok Pro-Palestina di AS

Para Penyintas Serangan 7 Oktober Menuntut Kelompok Pro-Palestina di AS

Global
Korea Utara Kirim 600 Balon Sampah Lagi ke Korea Selatan, Apa Saja Isinya?

Korea Utara Kirim 600 Balon Sampah Lagi ke Korea Selatan, Apa Saja Isinya?

Global
Rangkuman Hari Ke-829 Serangan Rusia ke Ukraina: Zelensky Temui Prabowo | Italia Beda Sikap dengan AS-Jerman

Rangkuman Hari Ke-829 Serangan Rusia ke Ukraina: Zelensky Temui Prabowo | Italia Beda Sikap dengan AS-Jerman

Global
Mayoritas 'Exit Poll' Isyaratkan Partai Modi Menangi Pemilu India 2024

Mayoritas "Exit Poll" Isyaratkan Partai Modi Menangi Pemilu India 2024

Global
Bertemu Prabowo di Singapura, Zelensky Minta Dukungan dan Bilang Siap Perbanyak Pasok Produk Pertanian

Bertemu Prabowo di Singapura, Zelensky Minta Dukungan dan Bilang Siap Perbanyak Pasok Produk Pertanian

Global
Pentingnya Israel-Hamas Sepakati Usulan Gencatan Senjata Gaza yang Diumumkan Biden...

Pentingnya Israel-Hamas Sepakati Usulan Gencatan Senjata Gaza yang Diumumkan Biden...

Global
Menteri-menteri Israel Ancam Mundur Usai Biden Umumkan Usulan Gencatan Senjata Baru

Menteri-menteri Israel Ancam Mundur Usai Biden Umumkan Usulan Gencatan Senjata Baru

Global
Saat China Berhasil Daratkan Chang'e-6 di Sisi Jauh Bulan...

Saat China Berhasil Daratkan Chang'e-6 di Sisi Jauh Bulan...

Global
[UNIK GLOBAL] Penjual Sotong Mirip Keanu Reeves | Sosok 'Influencer Tuhan'

[UNIK GLOBAL] Penjual Sotong Mirip Keanu Reeves | Sosok "Influencer Tuhan"

Global
Korea Utara Kembali Terbangkan Balon Berisi Sampah ke Korea Selatan

Korea Utara Kembali Terbangkan Balon Berisi Sampah ke Korea Selatan

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com