Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Adif Rachmat Nugraha
Analis Kebijakan

Analis kebijakan dan anggota The Local Public Sector Alliance (LPSA)

Menimbang Legasi Lee Kuan Yew

Kompas.com - 22/09/2023, 13:26 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SINGAPURA, kawasan perkampungan nelayan di atas rawa-rawa yang dijejaki Raffles awal abad 19 lalu, kini telah berubah menjadi metropolis sekaligus superhub ekonomi global.

Negara-kota yang luasnya hanya sedikit lebih besar dari wilayah Provinsi DKI Jakarta, bahkan oleh sesama negeri jiran secara peyoratif dijuluki ‘titik merah kecil’ (little red dot), telah menjadi rujukan banyak pihak dalam membangun negara, menata kota, mengembangkan kapasitas pemerintahan, dan mengakselerasi kemajuan teknologi.

Perbincangan tentang capaian Singapura hari ini, tak bisa lepas dari nama Lee Kuan Yew (LKY), yang lahir tepat seabad lalu. Membaca sejarah Singapura modern sama saja dengan menelusuri sejarah hidup LKY di dalamnya.

Menjabat sebagai Perdana Menteri Republik Singapura sejak 1965 hingga 1990, dan seterusnya berada di pemerintahan selaku penasihat dalam posisi sebagai Menteri Senior (1990-2004) dan Menteri Mentor (2004-2011), LKY menjadi saksi sekaligus pelaku transformasi Singapura di tengah berbagai tantangan yang ada.

Ketika berpisah dari Malaysia pada 1965, LKY berhadapan dengan situasi Singapura yang serba miris: PDB per kapita sebesar 500 dollar AS, tingkat melek huruf hanya sebesar 57 persen, dan tingkat pengangguran setinggi 10 persen, ditambah dengan kenyataan bahwa negara ini tak memiliki kemewahan sumber daya alam.

Namun demikian, keadaan berbalik. Pascalengser sebagai Perdana Menteri pada 1990, LKY mewariskan PDB per kapita Singapura yang melesat menjadi 11.862 dollar AS, dengan tingkat melek huruf sebesar 90 persen tingkat pengangguran hanya sebesar 1,7 persen.

Singapura kiwari pun selalu menduduki peringkat teratas dalam berbagai indeks pembangunan, seperti Global Competitiveness Index yang dirilis World Economic Forum, Worldwide Governance Indicators yang dikeluarkan World Bank, maupun Corruption Perceptions Index yang diukur Transparency International.

Tak berlebihan jika majalah Time memberikan penghormatan dengan memasukkan nama LKY dalam daftar orang paling berpengaruh di abad kedua puluh.

Namun, kenangan atas LKY tak lepas dari kontroversi. Dalam perjalananannya mewujudkan Singapura sebagai macan Asia, LKY lebih percaya bahwa semangat kedisiplinan dan kepatuhan akan memuluskan jalan pada cita-citanya, alih-alih demokrasi yang meniscayakan keriuhan serta keberagaman pandangan.

Hal tersebut sempat ia utarakan di hadapan Philippine Chamber of Commerce pada November 1992, dimana ia mengkritik demokrasi a-la Barat.

“Saya sama sekali tak percaya demokrasi diperlukan untuk mendorong pembangunan. Apa yang diperlukan oleh sebuah negara adalah sikap disiplin lebih daripada demokrasi”.

Keyakinannya tersebut pada muaranya mengantarkan Singapura menjadi negara dengan keteraturan dan tertib sosial yang tinggi dalam mendukung pembangunan serta pertumbuhan ekonomi.

Apa yang diyakini LKY tersebut juga tak lepas dari dinamika kawasan Asia Tenggara kala itu yang diisi oleh para pemimpin bertipe ‘strongman’, seperti Presiden Soeharto (1967-1998), Perdana Menteri Mahathir Mohamad di Malaysia (1981-2003), dan Presiden Ferdinand Marcos di Filipina (1965-1986).

Di tengah masyarakat Singapura yang multikultur, LKY bereksperimen menegakkan kedisiplinan sosial secara otokratik.

Terlepas dari kontroversi yang ada, setidaknya terdapat tiga legasi penting LKY bagi Singapura.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Karyawan Ini Nekat Terbang Sebentar ke Italia Demi Makan Pizza, Padahal Besok Kerja

Karyawan Ini Nekat Terbang Sebentar ke Italia Demi Makan Pizza, Padahal Besok Kerja

Global
Warga Israel Bakar Kompleks Gedung UNRWA di Yerusalem Timur

Warga Israel Bakar Kompleks Gedung UNRWA di Yerusalem Timur

Global
100.000 Orang Terpaksa Tinggalkan Rafah Gaza di Bawah Ancaman Serangan Darat Israel

100.000 Orang Terpaksa Tinggalkan Rafah Gaza di Bawah Ancaman Serangan Darat Israel

Global
Jeda Pengiriman Senjata AS Tak Berdampak, Israel Terus Gempur Rafah

Jeda Pengiriman Senjata AS Tak Berdampak, Israel Terus Gempur Rafah

Global
Kontestan Israel Lolos ke Final Kontes Lagu Eurovision, Tuai Kecaman

Kontestan Israel Lolos ke Final Kontes Lagu Eurovision, Tuai Kecaman

Global
Selama 2024, Heatstroke di Thailand Sebabkan 61 Kematian

Selama 2024, Heatstroke di Thailand Sebabkan 61 Kematian

Global
Mesir Ungkap Kunci Hamas dan Israel jika Ingin Capai Kesepakatan Gencatan Senjata Gaza

Mesir Ungkap Kunci Hamas dan Israel jika Ingin Capai Kesepakatan Gencatan Senjata Gaza

Global
Perundingan Gencatan Senjata Gaza di Kairo Berakhir Tanpa Kesepakatan

Perundingan Gencatan Senjata Gaza di Kairo Berakhir Tanpa Kesepakatan

Global
PRT di Thailand Ini Ternyata Belum Pasti Akan Terima Warisan Rp 43,5 Miliar dari Majikan yang Bunuh Diri, Kok Bisa?

PRT di Thailand Ini Ternyata Belum Pasti Akan Terima Warisan Rp 43,5 Miliar dari Majikan yang Bunuh Diri, Kok Bisa?

Global
Rangkuman Hari Ke-806 Serangan Rusia ke Ukraina: Presiden Pecat Pengawalnya | Serangan Drone Terjauh Ukraina

Rangkuman Hari Ke-806 Serangan Rusia ke Ukraina: Presiden Pecat Pengawalnya | Serangan Drone Terjauh Ukraina

Global
Meski Diprotes di Kontes Lagu Eurovision, Kontestan Israel Maju ke Final

Meski Diprotes di Kontes Lagu Eurovision, Kontestan Israel Maju ke Final

Global
Tasbih Antikuman Diproduksi untuk Musim Haji 2024, Bagaimana Cara Kerjanya?

Tasbih Antikuman Diproduksi untuk Musim Haji 2024, Bagaimana Cara Kerjanya?

Global
Kata Netanyahu Usai Biden Ancam Setop Pasok Senjata ke Israel

Kata Netanyahu Usai Biden Ancam Setop Pasok Senjata ke Israel

Global
Hubungan Biden-Netanyahu Kembali Tegang, Bagaimana ke Depannya?

Hubungan Biden-Netanyahu Kembali Tegang, Bagaimana ke Depannya?

Global
Kampus-kampus di Spanyol Nyatakan Siap Putuskan Hubungan dengan Israel

Kampus-kampus di Spanyol Nyatakan Siap Putuskan Hubungan dengan Israel

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com