Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjelasan Apa Itu Sekte dan Kenapa Orang Mau Bergabung

Kompas.com - 29/04/2023, 23:13 WIB
BBC News Indonesia,
Aditya Jaya Iswara

Tim Redaksi

NAIROBI, KOMPAS.com - Kematian lebih dari 80 anggota sekte Kristen di Kenya, yang jasad- jasadnya ditemukan di kuburan massal setelah sengaja membiarkan diri kelaparan, mengangkat potensi bahaya dari kelompok ekstrem seperti sekte.

“Pasti ada sekte di sekitarmu, di manapun itu di dunia,“ kata Dr Alexandre Stein, seorang psikolog berbasis Inggris kepada BBC.

Dr Stein merupakan spesialis di bidang ideologi ekstrem dan hubungan sosial berbahaya lainnya.

Baca juga: Korban Ajaran Sesat Gereja di Kenya yang Praktikkan Kelaparan Terus Naik, 73 Mayat Ditemukan

Perkumpulan seperti Good News International Church (Gereja Internasional Kabar Baik)--yang dipercaya menyebabkan tragedi kematian puluhan orang di Kenya--beroperasi di seluruh dunia dan tidak selalu berpatok pada agama.

Ciri utama kelompok-kelompok ini adalah kemampuan menarik pengikut dan membuat mereka akhirnya sulit keluar dari kelompok tersebut.

Apa itu sekte?

Asosiasi Psikologi Amerika (APA) mendefinisikan sekte sebagai “kelompok religius atau semi-religius yang dicirikan oleh: kepercayaan aneh atau tidak tipikal, pengasingan dari dunia luar dan struktur otoriter“.

Hingga Rabu (26/4/2023), kepolisian Kenya telah menemukan hampir 90 jasad yang diduga merupakan pengikut-pengikut Gereja Internasional Kabar Baik.GETTY IMAGES via BBC INDONESIA Hingga Rabu (26/4/2023), kepolisian Kenya telah menemukan hampir 90 jasad yang diduga merupakan pengikut-pengikut Gereja Internasional Kabar Baik.
Meskipun kebanyakan sekte bersifat religius, mereka juga bisa membangun komunitas berdasarkan bidang lain, contohnya politik.

“Mitos bahwa sekte hanya bersifat religius atau ekstrem,“ jelas Richard Turner, seorang konselor yang bekerja dengan anggota sekte maupun mantan anggota sekte.

“Tempat kerjamu sendiri bisa menjadi seperti sekte jika Anda didorong untuk melakukan hal-hal tertentu seperti terus-menerus bekerja lebih lama dari seharusnya,“ tambahnya.

Ia mengatakan bahwa beberapa kelompok pemasaran berjenjang alias multi-level marketing juga menerapkan taktik rekrutmen anggota yang sangat mirip dengan cara sekte.

Siapa yang bergabung dalam sekte?

Dr Stein mengatakan publik seharusnya jangan menghakimi orang-orang yang merupakan korban sekte, khususnya dari segi pendidikan dan kemampuan sosial mereka.

“Orang-orang selalu bilang bahwa seorang yang bergabung dalam sekte adalah akibat dari sifat mereka yang bodoh dan butuh atensi lebih, namun penelitian terhadap sekte menunjukkan hal yang sebaliknya.“

Pemimpin sekte, sambung Dr Stein, sering kali menargetkan “orang yang produktif dan pintar“, karena mereka mampu menambah sumber daya dan keuntungan bagi kelompok tersebut.

“Sekte tidak mencari orang yang harus mereka urus.“

Dr Stein memperingati salah satu mitos tentang sekte adalah orang bergabung dengan sukarela.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com