Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

20 Tahun Invasi AS ke Irak: Getirnya Masih Terasa Sampai Kini, Alasan Perang Bohong Belaka

Kompas.com - 20/03/2023, 22:01 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

BAGHDAD, KOMPAS.com – 19 Maret 2003 menjadi hari yang tidak akan pernah dilupakan oleh rakyat Irak. Tepat di hari itu, AS beserta sekutunya memulai invasinya dengan gelombang kejutan.

Pasukan Irak tidak bisa berbuat banyak menahan serangan besar-besaran dari pasukan koalisi Inggris, Australia, dan Polandia yang dimpimpin AS. Mereka melawan sebisanya.

Hanya dalam waktu tiga pekan, rezim Saddam Hussein tumbang. Dan pada 1 Mei 2003, Presiden AS George W Bush dari geladak kapal induk USS Abraham Lincoln mengumumkan bahwa misi telah selesai.

Baca juga: 20 Tahun Setelah Invasi AS, Situasi Irak Jauh Berbeda

Menurut laporan Kementerian Pertahanan AS, Washington dan sekutunya telah menjatuhkan 29.166 bom dan roket selama invasi. Sebagian besar infrastruktur Irak luluh lantak.

Menurut Irak Body Count, sebuah LSM yang berbasis Inggris, lebih dari 7.000 warga sipil tewas akibat invasi AS beserta sekutunya, sebagaimana dilansir DW, Senin (20/3/2023).

Akan tetapi, itu hanyalah permulaan dan mimpi buruk di Irak masih berlanjut hingga tiga tahun setelahnya. Pada 2006, jurnal Lancet mencatat adanya 650.000 kematian tambahan.

Selain itu, dibentuklah otoritas sementara sebagai langkah awal untuk membangun pemerintahan transisi menjelang pemilihan parlemen Irak pertama pada Januari 2005. Pasukan koalisi pimpinan AS terus bercokol di sana hingga diumumkan penarikan pada 2011.

Baca juga: 20 Tahun Invasi Amerika ke Irak: Sejarah dan Perkembangan Terkini

Menang perang, tapi tidak membawa perdamaian

Direktur Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) Dan Smith mengatakan, aksi militerisme adalah salah satu ekspresi ke-PD-an terakhir dari Barat bahwa mereka dapat membentuk kembali suatu negara atau tatanan regional agar sesuai dengan preferensi mereka.

Mengubah Irak menjadi negara demokrasi gaya Barat terbukti jauh lebih sulit daripada yang awalnya disarankan oleh para pembuat kebijakan AS.

Tatanan sosial Irak dari kompleksitas etnis dan agama membuat pemerintah yang disetir Barat kewalahan karena kurang siap.

“Jika misinya adalah untuk membebaskan Irak dari teror, merekonstruksi negara dan meningkatkan keamanan di semua tingkatan, itu adalah kegagalan mutlak,” tulis Javier Solana, mantan Sekretaris Jenderal NATO pada 2018.

Baca juga: 20 Tahun Perang Irak, Senjata Pemusnah Massal Saddam Hussein Belum Ditemukan

Pelanggaran hukum internasional

Maret 2003: pasukan Inggris di selatan Irak.GETTY IMAGES via BBC INDONESIA Maret 2003: pasukan Inggris di selatan Irak.

Pakar hukum di Universitas Georg-August di Jerman, Kai Ambos, mengatakan kepada DW bahwa invasi di Irak adalah penggunaan kekuatan yang bertentangan dengan hukum internasional, sekaligus aksi yang melanggar Piagam PBB.

“Invasi ke Irak tidak didasarkan pada resolusi PBB. Itu hanya menyisakan kemungkinan pembelaan diri untuk penggunaan kekuatan,” kata Ambos. Baginya, tidak ada alasan untuk membela diri.

Sekretaris Jenderal PBB saat itu, Kofi Annan, menyebut perang di Irak adalah ilegal menurut hukum internasional.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com