Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

20 Tahun Invasi AS ke Irak: Getirnya Masih Terasa Sampai Kini, Alasan Perang Bohong Belaka

Kompas.com - 20/03/2023, 22:01 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

Pada saat invasi, seorang filsuf Jerman terkemuka, Jurgen Habermas, menulis di harian FAZ bahwa salah satu konsekuensi dari keputusan AS yang melanggar hukum internasional dengan melanjutkan perang adalah contoh bencana yang disebabkan “negara adidaya”.

Baca juga: Bagaimana Invasi AS Mengubah Afganistan?

Kejahatan perang

Reputasi global AS semakin menurun dengan terungkapnya berbagai kejahatan perang dan penyiksaan di Irak.

Pada awal 2004, muncul berbagai foto yang menunjukkan tentara AS melakukan penyiksaan di penjara Abu Ghraib.

Ada juga insiden kekerasan terhadap warga sipil. Marinir AS menembak dan membunuh 24 orang tak bersenjata pada 2005 di Haditha, sebuah kota di Irak barat-tengah.

Pada 2007 di Baghdad, pasukan dari kontraktor keamanan AS, Blackwater, menembaki massa, menewaskan 17 orang.

Wikileaks juga merilis video helikopter serang AS yang menembaki warga sipil, menewaskan 12 orang termasuk seorang jurnalis Reuters.

Baca juga: Kisah Perang Afghanistan: Kronologi Invasi AS hingga Penarikan Pasukan

Alasan invasi adalah kebohongan

AS memiliki setidaknya dua alasan untuk menginvasi Irak. Pertama, adanya senjata pemusnah massal. Kedua, keterlibatan Irak terhadap serangan 11 September 2001 atau 9/11.

Rupanya, kedua alasan itu bohong belaka. Tidak ada senjata pemusnah massal yang ditemukan setelah invasi. Selain itu, Irak tidak berperan dalam serangan 9/11.

Saddam Hussein juga tidak memiliki hubungan dengan Osama bin Laden atau kelompok teror Al Qaeda, dalang di balik serangan 9/11.

“Itu adalah kasus di mana mereka telah membuat keputusan yang mereka inginkan dan kemudian mencoba mengemukakan alasannya,” kata profesor di Harvard's Kennedy School, Stephen Walt.

Baca juga: Rekap Peristiwa Penting di Afghanistan Sejak Invasi AS pada 2001

“Bukannya intelijen yang menginformasikan keputusan tersebut. Mereka memanipulasinya atau membuatnya untuk membenarkan apa yang telah mereka putuskan untuk dilakukan,” sambungnya.

Puncak dari “kebohongan” tersebut terjadi pada 5 Februari 2003, ketika Menteri Luar Negeri AS Colin Powell berpidato di Markas PBB mengenai program senjata pemusnah massal Irak, yang ternyata tidak ada setelah invasi dilancarkan.

Setelah meninggalkan pemerintahan Bush, Powell menjadi salah satu dari sedikit pejabat AS yang menyesali perannya dalam menyeret AS ke dalam perang. Dia menyebut pidatonya PBB itu sebagai “noda” dalam perjalanannya.

Baca juga: 10 Tahun Pembunuhan Osama bin Laden dan Kronologi Invasi AS ke Afghanistan

Irak sudah lama menjadi target AS

Seorang perempuan Irak mendatangi makam keluarganya di hari raya Idul Adha. Sebuah survei menyebut korban tewas akibat perang dan kekerasan di Irak sejak invasi AS pada 2003 hingga 2011 mencapai 460.000 orang.AHMAD AL-RUBAYE / AFP Seorang perempuan Irak mendatangi makam keluarganya di hari raya Idul Adha. Sebuah survei menyebut korban tewas akibat perang dan kekerasan di Irak sejak invasi AS pada 2003 hingga 2011 mencapai 460.000 orang.

Perubahan rezim di Irak adalah target AS sejak lama, setidaknya sejak Undang-Undang Pembebasan Irak pada 1998.

Pemerintahan Bush sudah berpikir untuk berurusan dengan rezim Saddam Hussein ketika mulai menjabat beberapa bulan sebelum serangan 9/11.

“Saddam mewakili pembangkangan terhadap AS, hanya dengan bertahan setelah Perang Teluk Persia. AS berharap dia akan digulingkan, tetapi dia tetap di tempatnya,” kata Stephen Wertheim, peneliti di Carnegie Endowment for International Peace, mengatakan kepada DW.

“Dia adalah penghalang pelaksanaan hegemoni Amerika di Timur Tengah,” tambahnya. Menurut Wertheim, serangan 9/11 membuat Bush memiliki momentum.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Demo Besar Dunia Menentang Invasi AS ke Irak

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com