Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wahyu Suryodarsono
Tentara Nasional Indonesia

Indonesian Air Force Officer, and International Relations Enthusiast

Perang Rusia-Ukraina Bikin Forum Ekonomi Dunia Jadi Forum Politik

Kompas.com - 10/06/2022, 10:02 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA akhir Mei 2022, penulis berkesempatan mengunjungi Davos, desa di Swiss yang tiap tahun menjadi tempat perhelatan akbar World Economic Forum (WEF) atau Forum Ekonomi Dunia.

WEF diprakarsai seorang insinyur sekaligus ahli ekonomi Jerman bernama Klaus Schwab. Schwab hingga saat ini menjadi chairman WEF.

Forum itu lahir 24 Januari 1971 dan diselenggarakan setiap akhir Januari. Apa yang spesial dari forum WEF? Setiap tahun WEF selalu mengundang dan menghadirkan pembicara dari berbagai belahan dunia, yang terdiri dari ahli ekonomi, insinyur, aktivis, pejabat publik, pemimpin perusahaan multinasional, teknokrat, hingga pemimpin negara seperti presiden maupun perdana menteri.

Baca juga: Menyoal Manfaat Pertemuan Tahunan World Economic Forum

Dalam forum itu diharapkan seluruh stakeholder dan peserta melakukan diskursus lebih jauh untuk menyelesaikan berbagai permasalahan ekonomi dunia, menginisiasi kerjasama bilateral maupun multilateral, atau hanya sekedar bertemu dan bertukar pikiran.

WEF juga menjadi ajang etalase berbagai negara untuk menampilkan potensi ekonomi, teknologi, maupun sumber daya, yang dapat menambah daya tarik investor asing untuk menanamkan modal.

Perang Rusia-Ukraina 

Namun, ada perbedaan besar yang terjadi pada WEF tahun 2022 ini. Selain mundur akibat pandemi Covid-19 menjadi Mei, WEF tahun ini diselenggarakan dalam bayang-bayang perang Rusia-Ukraina.

Isu Rusia-Ukraina ternyata sangat memengaruhi pelaksanaan forum WEF tahun ini. Hal ini terbukti dari kehadiran Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, sebagai pembicara dalam forum tersebut.

Selain itu, etalase Ukraina dalam Ukraine’s House banyak menyajikan berbagai kondisi sejak serangan Rusia hingga saat ini.

Di sekitar jalanan Davos juga ada beberapa orang yang menggelar spanduk dan bendera Ukraina sebagai bentuk kecaman kepada pemerintah Rusia, walaupun jumlahnya tidak banyak.

Hal yang lebih menarik perhatian adalah Russian House, yang pada tahun-tahun sebelumnya dijadikan Rusia sebagai etalase promosi investasi negaranya, kini disewa dan diubah oleh Ukraina menjadi Russian Warcrime House.

Russian Warcrime House menyajikan hal-hal yang dianggap Ukraina merupakan bukti kejahatan perang yang dilakukan Rusia, mulai dari peta jumlah korban serangan, hingga foto-foto puing bangunan dan korban luka.

Rumah ini diprakarsai langsung oleh yayasan milik konglomerat Ukraina bernama Victor Pinchuk bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri Ukraina.

Hannover Messe

Tak lama berselang setelah kegiatan World Economic Forum, penulis bertandang ke Jerman untuk menghadiri event akbar selanjutnya, yaitu Hannover Messe. Hannover Messe, sesuai dengan namanya, merupakan ajang pameran industri terbesar dunia yang dilaksanakan setiap tahun di Kota Hannover.

Berbagai hasil riset dan pengembangan teknologi industri dipamerkan oleh perusahaan-perusahaan terkemuka dunia untuk menarik perhatian pelaku industri besar, investor, dan para pembuat kebijakan ekonomi berbagai negara. Indonesia akan maju sebagai partner country untuk event ini tahun 2023 mendatang, yang pada tahun ini dilaksanakan oleh Portugal.

Baca juga: Hannover Messe 2021 Berakhir, Industri Indonesia Makin Dikenal Dunia

Sebagai partner country, Indonesia akan memiliki keistimewaan lebih dalam Hannover Messe sebagai wajah utama pameran industri di negara tersebut. Indonesia akan berkesempatan memamerkan hasil riset maupun perkembangan industrinya kepada seluruh peserta pameran di Hannover.

Sayangnya, hal yang sama layaknya WEF terjadi di sini. Thilo Brodtmann, yang merupakan direktur eksekutif dari German Engineering Federation, menyampaikan secara terbuka dalam pameran tersebut bahwa berbagai perusahaan yang berorientasi ekspor harus memikirkan ulang strategi bisnisnya.

Setelah ada Covid-19, terjadi disrupsi dalam rantai pasokan global yang menyebabkan berbagai perusahaan harus meneliti ulang ketergantungannya pada bahan baku industri dari China.

Baca juga: Di World Economic Forum, Jokowi Banggakan UU Cipta Kerja

Hak asasi manusia dan demokrasi juga memainkan peran yang besar dalam penentuan keputusan tentang siapa yang akan diajak berbisnis, karena perang di Ukraina telah menunjukkan bahwa negara-negara yang tidak demokratis seperti Rusia adalah mitra dagang yang tidak dapat diandalkan, kata Brodtmann.

Pernyataan ini sepertinya tidak lepas dari kondisi Jerman saat ini yang mulai merasakan dampak krisis akibat terhentinya pasokan gas Rusia ke negara-negara Eropa.

China yang pada tahun-tahun sebelumnya merupakan salah satu negara mitra terbesar dalam Hannover Messe, tampaknya tidak lagi ambil bagian dalam ajang pameran tersebut.

Lebih dari 1000 peserta dan perusahaan asal China absen dalam event tersebut, menyisakan 2500 peserta yang sebagian besar dari Jerman maupun Eropa.

Hal ini tidak lepas dari kebijakan strategi penanganan Covid-19 China yang sangat ketat, sekaligus statusnya sebagai bagian dari aliansi Rusia. Alhasil, dapat dikatakan pelaksanaan Hannover Messe tahun 2022 ini tidak semeriah dan seramai biasanya.

Fenomena masifnya isu Rusia-Ukraina ini, apabila kita kaitkan ke negara-negara kawasan Indo-Pasifik, khususnya Indonesia yang saat ini menjadi presidensi forum G20, tampaknya akan menjadi isu yang tidak mungkin terelakkan oleh berbagai pihak.

Salah satu akibat dari masifnya isu ini adalah walkout yang dilakukan delegasi Amerika Serikat, Inggris, dan Kanada saat Pertemuan Kedua Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (2nd FMCBG Meeting) G20.

Walkout dilakukan saat delegasi Rusia sedang berbicara sebagai bentuk protes atas invasi Rusia yang dianggap ilegal kepada Ukraina.

Hal yang sama juga terjadi ketika delegasi Amerika Serikat, Jepang, Australia, Selandia Baru, dan Kanada melakukan aksi walkout ketika salah satu perwakilan Rusia memulai pidato pembukaan pada pertemuan para menteri perdagangan kelompok Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) di Thailand, Bangkok, Mei lalu.

Motif dari tindakan tersebut tidaklah berbeda, yaitu ditujukan untuk mengutuk tindakan Rusia. Sejauh ini tampaknya Ukraina berhasil dalam upaya masifnya mencari dukungan internasional, khususnya di negara-negara Eropa.

Hal-hal tersebut jelas merupakan bagian dari upaya soft power diplomacy Ukraina untuk membanjiri berbagai forum dunia dengan isu perang di negaranya, sekaligus mengekspos tindakan Rusia yang dianggap merampas kemerdekaan Ukraina.

Ukraina berharap seluruh dunia dapat memberikan sanksi ekonomi seberat-beratnya kepada Rusia, sekaligus meminta agar dapat memberikan bantuan moral maupun logistik dalam upaya pertahanan negaranya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Korea Utara Tuduh AS Politisasi Masalah HAM

Korea Utara Tuduh AS Politisasi Masalah HAM

Global
Rangkuman Hari Ke-794 Serangan Rusia ke Ukraina: Warga Latvia Diminta Siapkan Tempat Berlindung | IOC Bicara Rusia dan Israel

Rangkuman Hari Ke-794 Serangan Rusia ke Ukraina: Warga Latvia Diminta Siapkan Tempat Berlindung | IOC Bicara Rusia dan Israel

Global
 Hubungan Sesama Jenis di Irak Dapat Dihukum 15 Tahun Penjara

Hubungan Sesama Jenis di Irak Dapat Dihukum 15 Tahun Penjara

Global
Video Detik-detik Sopir Mobil Gagalkan Penjabretan di Pinggir Jalan, Pepet Motor Pelaku

Video Detik-detik Sopir Mobil Gagalkan Penjabretan di Pinggir Jalan, Pepet Motor Pelaku

Global
Afrika Selatan Peringati 30 Tahun Apartheid, Kemiskinan Masih Jadi Isu Utama

Afrika Selatan Peringati 30 Tahun Apartheid, Kemiskinan Masih Jadi Isu Utama

Global
Polisi Bubarkan Perkemahan dan Tangkap 192 Demonstran Pro-Palestina di 3 Kampus AS

Polisi Bubarkan Perkemahan dan Tangkap 192 Demonstran Pro-Palestina di 3 Kampus AS

Global
[UNIK GLOBAL] Perempuan 60 Tahun Menang Miss Buenos Aires | Diagnosis Penyakit 'Otak Cinta'

[UNIK GLOBAL] Perempuan 60 Tahun Menang Miss Buenos Aires | Diagnosis Penyakit "Otak Cinta"

Global
Hamas Rilis Video 2 Sandera yang Desak Pemerintah Israel Capai Kesepakatan

Hamas Rilis Video 2 Sandera yang Desak Pemerintah Israel Capai Kesepakatan

Global
Hezbollah Tembakkan Peluru Kendali ke Israel

Hezbollah Tembakkan Peluru Kendali ke Israel

Global
Menlu Turkiye Akan Kunjungi Arab Saudi untuk Bahas Gencatan Senjata di Gaza

Menlu Turkiye Akan Kunjungi Arab Saudi untuk Bahas Gencatan Senjata di Gaza

Global
Vatikan dan Vietnam Akan Menjalin Hubungan Diplomatik Penuh

Vatikan dan Vietnam Akan Menjalin Hubungan Diplomatik Penuh

Internasional
New York Kembalikan 30 Artefak yang Dijarah ke Indonesia dan Kamboja

New York Kembalikan 30 Artefak yang Dijarah ke Indonesia dan Kamboja

Global
Salah Bayar Makanan Rp 24 Juta, Pria Ini Kesal Restoran Baru Bisa Kembalikan 2 Minggu Lagi

Salah Bayar Makanan Rp 24 Juta, Pria Ini Kesal Restoran Baru Bisa Kembalikan 2 Minggu Lagi

Global
Saat Jangkrik, Tonggeret, dan Cacing Jadi Camilan di Museum Serangga Amerika...

Saat Jangkrik, Tonggeret, dan Cacing Jadi Camilan di Museum Serangga Amerika...

Global
Butuh 14 Tahun untuk Bersihkan Puing-puing di Gaza akibat Serangan Israel...

Butuh 14 Tahun untuk Bersihkan Puing-puing di Gaza akibat Serangan Israel...

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com