Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hepatitis Akut pada Anak, Kenapa disebut 'Penyakit Misterius' dan Berbeda dengan Tipe yang Sudah Ada?

Kompas.com - 04/05/2022, 14:29 WIB
BBC INDONESIA,
Bernadette Aderi Puspaningrum

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah pakar penyakit menular mengatakan hepatitis akut pada anak, yang baru masuk Indonesia dan diduga telah merenggut nyawa tiga anak-anak, masih tergolong "misterius" dan berbeda dengan hepatitis yang sudah ada.

Meski demikian stigma dan masalah yang dialami penderita hepatitis di Indonesia menjadi cerminan dan pengingat, bahwa Indonesia harus sigap mengatasi hepatitis tipe baru itu.

Baca juga: POPULER GLOBAL: Adenovirus Diduga Jadi Penyebab Hepatitis Misterius | Bapak Makan Sendiri Ingin Ditraktir Netizen

Dilansir dari BBC Indonesia pada Senin (2/5/2022) Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, mengatakan bahwa hepatitis akut ini masih dianggap penyakit misterius.

"Ya misterius karena masih belum diketahui sebabnya apa. Jadi sifatnya ini masih kerusakan hati, mungkin karena virus, mungkin karena autoimun, masih terus menginfeksi, sehingga masih dicari tahu kira-kira penyebabnya apa. Makanya disebut hepatitis yang tidak diketahui sebabnya atau masih misterius," ujarnya.

Epidemiolog dari Universitas Sriwijaya, Najmah Usman, menyoroti temuan dugaan hepatitis akut di Indonesia, namun telah merenggut nyawa tiga anak dalam rentang dua minggu terakhir hingga 30 April 2022.

Ini menjadi perhatian karena kasus-kasus yang sudah ada di negara-negara lainnya sangat minim sekali korban meninggal dunia.

"Berkaca dengan kasus di Indonesia ini berarti ada banyak kasus yang mungkin belum teridentifikasi, ataupun belum ada akses pengobatan karena gejalanya seperti mual, demam, hingga gangguan pencernaan, diare dan gangguan pernafasan, mungkin belum diwaspadai oleh masyarakat Indonesia," ujarnya.

Sedangkan juru bicara Kementerian Kesehatan RI, Siti Nadia Tarmizi, dalam keterangan resminya mengatakan pihaknya sedang berupaya untuk melakukan investigasi penyebab kejadian hepatitis akut ini melalui pemeriksaan panel virus secara lengkap.

Baca juga: 228 Dugaan Kasus Hepatitis Akut Misterius pada Anak Dilaporkan ke WHO dari 20 Negara

Mengapa Hepatitis Akut pada anak berbeda dari yang sudah ada?

Prof Tjandra Yoga Aditama, mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, mengungkapkan bahwa hepatitis akut ini berbeda dengan tipe-tipe sebelumnya yang sudah ada.

"Hepatitis (sebagai) masalah kesehatan bagi Indonesia dan dunia itu sudah lama terjadi. Tetapi yang sekarang terjadi ini adalah hal yang berbeda," ujarnya

Dia mengingatkan bahwa hasil dari pemeriksaan kasus-kasus di luar negeri, kasus yang baru itu semuanya negatif hepatitis A,B,C,D dan E.

Namanya sama-sama hepatitis tapi situasinya berbeda. Karena itulah WHO memberi perhatian khusus pada hepatitis yang situasinya berbeda dengan yang sebelumnya ini.

"Nah ini semuanya negatif. Yang ketemu pada sebagian kasus malah adenovirus, jadi bukan virus hepatitis, hanya gejalanya adalah gejala hepatitis. Anaknya kena demam, kuning, dan sebagainya. Jadi ini dua hal yang berbeda," ujarnya.

Baca juga: Adenovirus Diduga Jadi Penyebab Hepatitis Misterius pada Anak-anak di Sejumlah Negara

Seorang pria menjalani pemeriksaan hepatitis C

AFP VIA GETTY IMAGES via BBC INDONESIA Seorang pria menjalani pemeriksaan hepatitis C

Mula-mula kasus hepatitis akut itu muncul di Eropa kemudian Amerika lalu di Jepang. Dua hari yang lalu sudah dilaporkan di Singapura dan Minggu kemarin (01/05/2022) Indonesia melaporkan ada tiga kasus yang diduga menderita penyakit itu.

"Kenapa masih diduga karena tidak diinformasikan di rilis Kemenkes kemarin apakah tipe A,B,C,D, dan E-nya itu negatif dan apakah ada adenovirus pada tiga anak yang meninggal itu," ujar Tjandra, yang juga Mantan Dirjen Pengendalian Penyakit serta Mantan Kepala Balitbangkes di Kementerian Kesehatan RI.

Dia berharap akan ada penjelasan dari pemerintah, tentang hasil Laboratorium Hepatitis A-E dan juga Adenovirus terkait dugaan kasus di Indonesia, selain juga hasil pemeriksaan virus-virus lainnya.

Adenovirus terdeteksi pada 74 kasus di luar negeri yang setelah dilakukan tes molekuler, teridentifikasi sebagai F type 41. SARS-CoV-2 ditemukan pada 20 kasus, sedangkan 19 kasus terdeteksi adanya ko-infeksi SARS-CoV-2 dan adenovirus.

Baca juga: Adenovirus Diduga Jadi Penyebab Hepatitis Misterius pada Anak-anak di Sejumlah Negara

Apakah hepatitis akut menimbulkan gangguan serius?

Najmah Usman, epidemiolog dari Universitas Sriwijaya mengatakan bahwa berdasarkan data dari WHO, hepatitis akut ini masih tergolong penyakit yang tidak diketahui etiologinya sehingga masih dalam penyelidikan.

"Dengan etiologi yang belum jelas, apakah ada kaitan dengan penularan dengan makanan, atau obat-obatan tertentu, apakah ada kaitan dengan vaksin Covid-10 atau toxic tertentu, ini sangat berbeda dengan hepatitis kronis yang sudah ada di Indonesia seperti hepatitis B dan C," ujarnya.

Oleh karena itu, dari temuan kasus yang sudah ada saat ini belum bisa langsung disimpulkan apakah penyakit ini akan menimbulkan kanker hati dan sebagainya.

Tapi hepatitis akut yang "misterius ini" memunculkan kemungkinan anak-anak yang mengidapnya mengalami gangguan hati sehingga diperlukan transplantasi hati.

"Untuk sementara penjelasan tentang kanker hati ini belum ditemukan. Namun berdasarkan investigasi epidemiologi yang ada, hepatitis akut ini rentan untuk anak-anak yang mengalami gangguan imunitas. Jadi sangat diwaspadai untuk anak-anak."

Baca juga: Wabah Hepatitis Akut Misterius pada Anak Menyebar ke Asia dan Kanada

Bagaimana mengantisipasi hepatitis akut yang misterius ini?

Terkait informasi dari Kemenkes RI dan WHO soal kemungkinan ada penularan dari kontak langsung, menurut Najmah, kita disarankan kembali ke perilaku hidup bersih dan sehat.

"Cuci tangan, buang air besar pada jamban dan septic tank yang tertutup, lalu memperhatikan higienitas atau kebersihan di sekitar. Ini yang perlu diperhatikan."

Lalu pemerintah disarankan melakukan pemantauan secara aktif untuk jenis hepatitis yang terbaru ini.

"Karena ada kemungkinan banyak kasus yang tidak teridentifikasi di Indonesia, sehingga perlu kewaspadaan dini bagi kita orang tua.

Apalagi ini menjelang liburan sekolah ada interaksi yang sangat intens pada anak-anak dan menjelang masuk sekolah ini menjadi kewaspadaan dini, karena ada kemungkinan imunisasi yang sudah dilakukan oleh anak-anak mungkin tidak bisa menanggulangi hepatitis akut jenis misterius ini," ujarnya.

Baca juga: WHO: Kasus Hepatitis Akut pada Anak Melonjak di Eropa dan AS, Setidaknya Satu Meninggal

Berharap tidak separah hepatitis yang sudah ada di Indonesia

Marzuarita, pegiat dari Yayasan Komunitas Hepatitis Indonesia, berharap hepatitis akut bila sudah masuk Indonesia penularannya tidak sampai separah dengan tipe-tipe sebelumnya yang sudah ada di negeri ini, semisal B dan C.

Dia menyebutkan hepatitis B itu 100 kali lebih menular dari HIV, sedangkan Hepatitis C 10 kali lebih menular dari HIV.

Dia mengungkapkan data seperti itu yang seringkali menakutkan penderita dan itu yang bisa membuat mereka makin takut menjalani skrining, takut ketahuan.

"Mereka takut karena kalau mereka ketahuan hepatitis, ini stigma masyarakat masih tidak bagus kan. Karena pasien masih dikucilkan begitu ketahuan hepatitis. Masih ada diskriminasi dalam berbagai bidang," kata Marzuarita yang bersama yayasannya telah membantu ratusan penderita hepatitis dalam menjalani perawatan dan pengobatan.

Ketakutan seperti itulah yang membuat penderita terlambat menjalani perawatan dan sulit disembuhkan. Seperti yang dialami seorang ibu di Cikarang, yang terlambat didiagnosis karena sebelumnya tidak mengecek lebih awal, hingga perutnya sudah membuncit dengan banyak cairan.

"Akhirnya saya minta diperiksa di RSCM dan sudah terlambat. Ketahuan dia ternyata menderita hepatitis B tapi kondisinya sudah telat. Sudah ada kankernya, dan kalau mau dicabut sudah terlambat. Kasus seperti itu banyak, tapi tidak ada yang blow-up," ujar Marzuarita.

Baca juga: Temukan Hepatitis C, 3 Ilmuwan Raih Penghargaan Nobel Kedokteran 2020

Pernyataan Marzuarita sejalan dengan laporan Kementerian Kesehatan pada 2014 lalu.

Virus hepatitis dalam laporan itu disebut "sebuah fenomena gunung es," karena penderita yang tercatat atau yang datang ke layanan kesehatan lebih sedikit dari jumlah penderita sesungguhnya.

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) studi dan uji darah donor PMI maka diperkirakan di antara 100 orang Indonesia, 10 diantaranya telah terinfeksi Hepatitis B atau C.

Sehingga ketika laporan Kemenkes dirilis, diperkirakan terdapat 28 juta penduduk Indonesia yang terinfeksi Hepatitis B dan C, 14 juta di antaranya berpotensi untuk menjadi kronis. Adapun dari yang kronis tersebut 1,4 juta orang berpotensi menderita kanker hati.

Vaksin hepatitis.

AFP VIA GETTY IMAGES via BBC INDONESIA Vaksin hepatitis.

Tiga anak meninggal dunia

Sebelumnya sebanyak tiga pasien anak yang dirawat di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, meninggal dunia dengan dugaan Hepatitis Akut yang belum diketahui penyebabnya.

Mereka tutup usia dalam kurun waktu yang berbeda dengan rentang dua minggu terakhir hingga 30 April 2022.

Sebagaimana dilaporkan Kementerian Kesehatan, ketiga pasien ini merupakan rujukan dari rumah sakit yang berada di Jakarta Timur dan Jakarta Barat.

Menanggapi rangkaian insiden ini, Kementerian Kesehatan membuat klaim bahwa mereka telah meningkatkan kewaspadaan.

Terlebih rentetan peristiwa itu berlangsung setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan Kejadian Luar Biasa (KLB) pada kasus Hepatitis Akut yang menyerang anak-anak di Eropa, Amerika dan Asia, dan belum diketahui penyebabnya sejak 15 April 2022.

Baca juga: Penyakit Lever Misterius pada Anak-anak Mewabah di Eropa dan AS

Menurut Kemenkes, gejala yang ditemukan pada pasien-pasien ini mencakup: Muall, Muntah, Diare berat, Demam, Kuning, Kejang, Penurunan kesadaran.

Saat ini, Kemenkes menyatakan sedang berupaya untuk melakukan investigasi penyebab kejadian hepatitis akut ini melalui pemeriksaan panel virus secara lengkap. Dinas kesehatan Provinsi DKI Jakarta sedang melakukan penyelidikan epidemiologi lebih lanjut.

"Selama masa investigasi, kami menghimbau masyarakat untuk berhati-hati dan tetap tenang. Lakukan tindakan pencegahan seperti mencuci tangan, memastikan makanan dalam keadaan matang dan bersih, tidak bergantian alat makan, menghindari kontak dengan orang sakit serta tetap melaksanakan protokol kesehatan," kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi.

Lebih jauh, Siti Nadia mewanti-wanti para orang tua untuk segera memeriksakan anak ke fasilitas kesehatan terdekat jika mengidap gejala sebagai berikut:

  • Kuning
  • Sakit perut
  • Muntah-muntah
  • Diare mendadak
  • Buang air kecil berwarna teh tua
  • Buang air besar berwarna pucat,
  • Kejang
  • Penurunan kesadaran

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com