Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Satu-satunya Gletser Tropis "Kebanggaan" Indonesia Bisa Punah pada 2025

Kompas.com - 22/04/2022, 13:31 WIB
Irawan Sapto Adhi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Siswa sekolah dasar (SD) di Indonesia biasa diajari bahwa negara ini memiliki sesuatu yang signifikan, yakni gletser tropis di pegunungan Jayawijaya Papua.

Itu adalah satu-satunya gletser tropis di Indonesia. 

Terletak di Puncak Jaya, sebagian orang menyebutnya sebagai Eternity Glacier.

Baca juga: Berusaha Blokir Jaringan Minyak, Aktivis Perubahan Iklim Masuk Terowongan Tempatkan Diri dalam Bahaya

Namun, dalam beberapa tahun mendatang, para guru mungkin tidak dapat memberi tahu siswa mereka tentang hal-hal sepele geografis ini.

Setelah ada selama sekitar 5.000 tahun, "usia" gletser mungkin tinggal beberapa hari lagi karena penelitian menunjukkan bahwa lapisan es itu telah mencair dan hanya ada sedikit yang tersisa.

“Tahun ketika gletser akan hilang adalah antara 2025 hingga 2027,” kata Donaldi Permana, koordinator Penelitian dan Pengembangan Iklim di Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Indonesia, dilansir dari Channel NewsAsia (CNA), Jumat (22/4/2022).

Dia telah mempelajari gletser secara ekstensif sejak 2009.

Pemanasan global diyakini sebagai penyebab utama mencairnya gletser.

Permana mengatakan mencairnya gletser telah terjadi sejak revolusi industri pada tahun 1850 ketika negara-negara maju bergeser dari ekonomi agraris ke ekonomi yang didominasi oleh industri yang melepaskan emisi gas rumah kaca yang menyebabkan suhu lebih hangat.

“Tapi kami baru tahu setelah tahun 1990-an, bahwa gletser (Indonesia) mencair,” katanya kepada CNA.

Gunung Jayawijaya terletak di Taman Nasional Lorentz dengan ketinggian 4.884 mdpl. Ini adalah gunung tertinggi di Indonesia dan beberapa orang juga menyebutnya sebagai Carstensz Pyramid, karena gunung ini memiliki beberapa puncak dengan nama yang berbeda, kata Pak Permana.

Baca juga: Siapa yang Diuntungkan dari Pemanasan Global?

"Gletser tropis lainnya di Amerika Selatan dan Afrika juga mencair," kata Permana.

Namun, karena ketinggian Puncak Jaya lebih rendah dibandingkan dengan gunung-gunung lain dengan gletser tropis, yang ada di Indonesia akan lebih cepat hilang.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati juga mengatakan kepada parlemen pada akhir bulan lalu bahwa gletser bisa hilang pada tahun 2025.

Pencairan berjalan lebih cepat

Menurut Permana, studi sebelumnya telah mengukur area gletser.

Berdasarkan kematangan tanah dan pola sebaran vegetasi di sekitar gletser, disimpulkan bahwa luas gletser sekitar 19 km persegi pada tahun 1850.

Citra satelit kemudian menunjukkan bahwa area gletser turun menjadi hanya 2 km persegi pada tahun 2002.

Baca juga: Angkatan Darat AS Sadar Bahaya Pemanasan Global, Keluarkan Strategi Perubahan Iklim

Pada 2018, luasnya hanya 0,46 km persegi. Tahun lalu, itu 0,27 km persegi. Ini berarti bahwa pencairan telah dipercepat dari waktu ke waktu, kata dia.

Untuk mempelajari lebih lanjut tentang gletser, Permana dan rekan-rekannya mengekstrak inti es darinya pada tahun 2010 dengan mengebor 32 m ke batuan dasar. Inti es kemudian diambil untuk diperiksa.

Tim juga memasang pipa polivinil klorida (PVC) untuk mengukur seberapa banyak gletser yang mencair dengan melihat ketebalannya.

Pada 2015, mereka menemukan bahwa pipa itu terbuka sejauh 5m.

“Ini berarti kedalaman 1 m hilang per tahun,” kata Permana.

Mereka juga mencatat bahwa pada tahun 2016 ketika El Nino menyebabkan cuaca yang lebih kering dan lebih hangat di Indonesia, pencairannya semakin cepat.

“Dari 2015 hingga 2016, hanya dalam satu tahun, kami kehilangan kedalaman 5 meter,” tambahnya.

Baca juga: Pemanasan Global Sebabkan Tanaman Mekar Lebih Awal, Apa Dampaknya?

Dia mengatakan bahwa dari 2016 hingga 2021, kedalaman 12,5 m lebih lanjut telah hilang.

“Dari angka-angka itu, kita dapat menyimpulkan bahwa ada percepatan (mencair),” katanya.

Permana menerangkan, hal ini diperkirakan bisa terjadi karena ketika gletser mencair, area di sekitarnya menjadi lebih besar, menyerap lebih banyak radiasi matahari.

Gletser padahal penting karena merupakan indikator iklim bumi dan bagaimana perubahannya.

Mencairnya lapisan es ini juga merupakan indikator yang jelas dari pemanasan global.

Dari inti es yang diekstraksi oleh Permana dan rekan-rekannya, mereka mencatat deposit tritium, yang merupakan indikasi uji coba nuklir yang dilakukan Uni Soviet dan China pada 1960-an.

“Tes menciptakan tritium. Komposisi ini tercatat di semua gletser di dunia,” kata Permana.

Secara umum, ketika gletser mencair, mereka juga berkontribusi pada kenaikan permukaan laut, tambahnya.

“Mungkin kontribusi gletser (Indonesia) ini tidak begitu signifikan karena wilayah awalnya tidak begitu besar dibandingkan dengan yang ada di Amerika Selatan atau Greenland… Tapi hewan dan pepohonan di sekitar wilayah Papua bisa terkena dampak pencairan, meski sayangnya ada belum ada penelitian tentang ini”.

Permana juga mengungkapkan bahwa ada suku asli yang tinggal di sekitar daerah tersebut yang memuja gletser. Namun, sejauh ini belum ada penelitian yang diketahui tentang kelompok ini dan bagaimana pengaruhnya jika gletser menghilang.

Baca juga: Pemanasan Global Sebabkan Semakin Banyak Badai di Atlantik Utara

“Kebanggaan kita akan berkurang”

Selain Permana, peneliti lain yang juga meneliti gletser adalah Yohanes Kaize.

Dia adalah kepala ilmuwan PT Freeport Indonesia, sebuah perusahaan pertambangan emas dan tembaga.

Tambang Grasberg, yang menyimpan salah satu cadangan tembaga dan emas terbesar di dunia, hanya berjarak beberapa kilometer dari Puncak Jaya.

"Pada hari-hari ketika cuaca cerah, gletser terlihat dari Grasberg," kata Kaize.

Dia telah mengunjungi gletser beberapa kali dalam tujuh tahun terakhir untuk memeriksa kualitas udara dan air di daerah itu serta curah hujan.

Kaize juga memantau gletser dari udara dan memotretnya.

Baca juga: KTT G20 di Italia Sukses, Sepakat Atasi Pemanasan Global

“Area gletser telah berkurang secara signifikan. Sangat menyedihkan,” kata Kaize.

“Sebelumnya, ada juga gletser yang lebih kecil di sana tetapi sekarang sudah hilang,” jelas dia.

Kaize memperingatkan, es yang mencair akan mengalir ke anak sungai dan danau di dekat puncak dan mungkin akan berdampak pada sungai di sana.

Akhirnya, ini dapat memengaruhi laut Arafura antara Australia utara dan pantai selatan New Guinea. Tapi, dia yakin dampaknya mungkin tidak terlalu signifikan.

“Volume (air) sungai atau danau mungkin akan meningkat tetapi mungkin tidak terlalu banyak,” katanya.

Dia juga mencatat bahwa ada beberapa suku yang tinggal di dekatnya, meskipun dia tidak yakin yang mana yang memuja gletser.

Namun demikian, sebagai orang asli Papua sendiri, Kaize menyatakan, “Kami orang Papua percaya bahwa alam dan manusia saling berhubungan. Itu sebabnya kami juga menyebutnya Ibu Pertiwi".

Baca juga: AS Sentil Indonesia dan Negara Lain Serius Atasi Pemanasan Global

“Jadi mereka mungkin memiliki cerita lokal tentang gletser. Jika gletser hilang, kisah itu juga akan hilang,” ungkap dia.

Dia memperkirakan semua gletser di Puncak Jaya akan hilang pada 2030.

“Sebagai orang Papua sendiri, satu-satunya gletser di kawasan Oseania, satu-satunya di Indonesia, saya bisa bilang kami bangga akan hal ini. Tetapi ketika itu hilang, harga diri kami juga akan berkurang,” katanya kepada CNA.

“Jadi, sekarang kita harus bersama-sama menyelamatkan Bumi. Bahkan hal-hal sederhana seperti menanam pohon dan tidak membuang sampah sembarangan. Mudah-mudahan, kita masih bisa mengagumi gletser sampai akhir,” ajak Kaize.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Jerman Sambut Baik Keputusan Ekspor Senjata ke Israel

Jerman Sambut Baik Keputusan Ekspor Senjata ke Israel

Global
AS Disebut Akan Turunkan Ganja ke Golongan Obat Berisiko Rendah

AS Disebut Akan Turunkan Ganja ke Golongan Obat Berisiko Rendah

Global
Trump Didenda Rp 146 Juta dan Diancam Dipenjara karena Langgar Perintah Pembungkaman dalam Kasus Uang Tutup Mulut

Trump Didenda Rp 146 Juta dan Diancam Dipenjara karena Langgar Perintah Pembungkaman dalam Kasus Uang Tutup Mulut

Global
[POPULER GLOBAL] Rudal Korea Utara di Ukraina | Mahasiswa New York Rela Diskors demi Bela Palestina

[POPULER GLOBAL] Rudal Korea Utara di Ukraina | Mahasiswa New York Rela Diskors demi Bela Palestina

Global
Kapal AL Italia Tembak Drone di Laut Merah, Diduga Milik Houthi

Kapal AL Italia Tembak Drone di Laut Merah, Diduga Milik Houthi

Global
Rusia Jatuhkan 6 Rudal ATACMS Buatan AS yang Diluncurkan Ukraina

Rusia Jatuhkan 6 Rudal ATACMS Buatan AS yang Diluncurkan Ukraina

Global
Rusia Terus Serang Kharkiv Ukraina, Warga Semakin Tertekan dan Gelisah

Rusia Terus Serang Kharkiv Ukraina, Warga Semakin Tertekan dan Gelisah

Global
Universitas Columbia AS Mulai Jatuhkan Skors ke Mahasiswa Pedemo Pro-Palestina

Universitas Columbia AS Mulai Jatuhkan Skors ke Mahasiswa Pedemo Pro-Palestina

Global
Netanyahu: Israel Akan Serang Rafah dengan atau Tanpa Gencatan Senjata

Netanyahu: Israel Akan Serang Rafah dengan atau Tanpa Gencatan Senjata

Global
Peringati 75 Tahun Hubungan Bilateral, AS-Indonesia Luncurkan Kunjungan Kampus dan Kontes Fotografi

Peringati 75 Tahun Hubungan Bilateral, AS-Indonesia Luncurkan Kunjungan Kampus dan Kontes Fotografi

Global
Menlu Inggris: Hamas Ditawari Gencatan Senjata 40 Hari

Menlu Inggris: Hamas Ditawari Gencatan Senjata 40 Hari

Global
Mengapa Angka Kelahiran di Korea Selatan Terus Menurun?

Mengapa Angka Kelahiran di Korea Selatan Terus Menurun?

Internasional
Restoran Ini Buat Tantangan Santap Sayap Ayam Super Pedas, Peserta Wajib Teken Surat Pernyataan

Restoran Ini Buat Tantangan Santap Sayap Ayam Super Pedas, Peserta Wajib Teken Surat Pernyataan

Global
Kesaksian Perempuan yang Disandera 54 Hari di Gaza: Bunuh Saja Saya Secepatnya

Kesaksian Perempuan yang Disandera 54 Hari di Gaza: Bunuh Saja Saya Secepatnya

Internasional
India Tangguhkan Lisensi Belasan Produk Obat Tradisional dari Guru Yoga Populer

India Tangguhkan Lisensi Belasan Produk Obat Tradisional dari Guru Yoga Populer

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com