Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Protes Kehadiran Rusia, Delegasi G20 Akan Ramai-ramai "Walkout" dari Pertemuan

Kompas.com - 20/04/2022, 08:15 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber Reuters

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Negara-negara Barat bersiap menggelar aksi walkout terkoordinasi dan penghinaan diplomatik lainnya untuk memprotes invasi Rusia ke Ukraina, pada pertemuan para menteri keuangan G20 Rabu (20/4/2022) di Washington, kata para pejabat mereka.

Beberapa negara Barat berpendapat bahwa tindakan Rusia ke tetangganya harus berarti membuatnya dikeluarkan dari semua pertemuan global.

Akan tetapi, hal tersebut bukan pandangan yang dimiliki oleh negara-negara lain di kelompok 20 ekonomi besar dunia, termasuk China dan Indonesia, yang memimpin kelompok itu tahun ini.

Baca juga: Rangkuman Hari ke-55 Serangan Rusia ke Ukraina, Moskwa Pastikan Hadiri Agenda G20, 1.260 Target Diserang dalam Semalam

Moskwa mengonfirmasi pada Selasa (19/4/2022) bahwa Menteri Keuangan Anton Siluanov akan memimpin delegasi Rusia pada pembicaraan tersebut.

Langkah itu diambil meskipun ada protes berulang kali dari diplomat Barat, yang menilai Rusia dapat melanjutkan kerja sama seperti biasa, selama perang Rusia Ukraina masih berlangsung dan ribuan warga sipil tewas dalam pemboman.

"Selama dan setelah pertemuan kami pasti akan mengirimkan pesan yang kuat dan kami tidak akan sendirian dalam melakukannya," kata sumber Pemerintah Jerman, menuduh Rusia memulai konflik yang juga membuat harga pangan dan energi dunia melonjak.

Menteri Keuangan AS Janet Yellen berencana untuk menghindari sesi G20 yang diikuti oleh pejabat Rusia di sela-sela pertemuan Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia.

Namun Yellen mengaku tetap akan menghadiri sesi pembukaan tentang perang Ukraina terlepas dari partisipasi Rusia, kata seorang pejabat Departemen Keuangan AS.

Menteri keuangan Inggris Rishi Sunak juga tidak akan menghadiri sesi G20 tertentu, kata sumber Pemerintah Inggris kepada Reuters.

Seorang pejabat kementerian keuangan Perancis sementara itu mengharapkan beberapa menteri dari negara-negara G7 untuk meninggalkan kursi mereka ketika rekan Rusia mereka akan berbicara.

Baca juga: Imbas Invasi Rusia ke Ukraina, PBB Bahas Pembatasan Hak Veto di Dewan Keamanan

Masa depan G20 dipertanyakan

Perpecahan yang melebar akibat perang Ukraina menimbulkan pertanyaan atas masa depan G20 sebagai forum kebijakan ekonomi utama dunia.

Forum G20 dipahami sebagai platform bagi negara-negara kaya dan berkembang terbesar untuk bekerja sama dalam upaya pemulihan selama krisis keuangan global 2008-2009.

G20 sejak itu memulai segala hal mulai dari reformasi pajak global, hingga penghapusan utang pandemi dan perang melawan perubahan iklim, dengan catatan kesuksesan yang tidak merata.

"G20 berisiko terurai dan minggu ini sangat penting," kata Josh Lipsky, direktur Pusat Geoekonomi Dewan Atlantik dan mantan penasihat IMF.

Jika demokrasi Barat membiarkan kelompok itu melemah karena ada G7 atau kelompok lain, itu akan menyerahkan pengaruh ekonomi yang signifikan ke China, kata Lipsky.

"Rusia dapat bersekutu dengan China dan saya pikir itu hasil yang baik dari perspektif Rusia dan benar-benar memberi mereka pengaruh lebih besar daripada yang mereka miliki (saat ini) di forum seperti G20," katanya.

Pejabat Perancis dan Jerman itu mengatakan tidak akan ada pengumuman resmi yang disepakati di akhir pertemuan, yang semula akan membahas keadaan ekonomi global dan mengoordinasikan vaksin dan upaya pandemi lainnya.

Baca juga: Rusia Berusaha Bebaskan Ukraina Timur sembari Tuduh Barat Memprovokasi

Perpecahan di G20

Selain negara-negara G7 (Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Inggris, Perancis, Jerman dan Italia), G20 juga menggabungkan negara-negara berkembang termasuk China, India dan Brasil yang memiliki pandangan yang sangat berbeda tentang bagaimana ekonomi global harus bekerja.

Invasi Rusia ke Ukraina, dan fakta bahwa beberapa negara G20 memilih untuk tidak mengikuti sanksi Barat terhadap Rusia, menjadi tantangan terbaru bagi upaya untuk membangun seperangkat aturan global untuk perdagangan dan keuangan kedepannya.

Amerika Serikat dan China telah lama bertukar tuduhan proteksionisme. Sementara fakta bahwa perdagangan dunia tumbuh lebih lambat daripada ekonomi global secara keseluruhan telah menimbulkan pertanyaan tentang masa depan globalisasi.

Menjelang pertemuan G20, seorang pejabat tinggi IMF memperingatkan risiko ekonomi global yang terpecah-pecah.

"Satu skenario adalah di mana kita membagi blok yang tidak banyak berdagang satu sama lain, yang memiliki standar berbeda, dan itu akan menjadi bencana bagi ekonomi global," kata kepala ekonom IMF Pierre-Olivier Gourinchas kepada wartawan.

Secara terpisah, IMF memangkas perkiraannya untuk pertumbuhan ekonomi global hampir satu poin persentase penuh, mengutip perang Rusia di Ukraina, dan memperingatkan inflasi menjadi "bahaya yang jelas dan nyata sekarang" di banyak negara.

Baca juga: Sikap Jepang Soal Seruan Boikot KTT G20 jika Rusia Hadir

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com