Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seorang Pria Haruskan Bosnya Bayar Rp 6,4 Miliar karena Pesta Ulang Tahun yang Tak Diinginkan

Kompas.com - 19/04/2022, 22:57 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber Guardian

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Seorang pria Kentucky mendapat ganti rugi 450.000 dollar AS (Rp 6,4 miliar) dalam gugatan terhadap mantan bosnya, setelah perusahaan mengabaikan keinginannya agar ulang tahunnya tidak dirayakan.

Pada Agustus 2019, Gravity Diagnostics, sebuah laboratorium medis di AS, mengabaikan permintaan Kevin Berling untuk tidak merayakan ulang tahunnya karena dia memiliki gangguan kecemasan.

Baca juga: Pendapat Ulama Arab Saudi tentang Boleh atau Tidak Seorang Muslim Rayakan Ulang Tahun

Menurut Tony Bucher, pengacara Berling, Berling berbicara kepada penyelenggara perayaan ulang tahun tentang permintaannya untuk tidak mengadakan pesta.

Tetapi, "orang yang bertanggung jawab atas pesta ulang tahun yang dia ajak bicara sama sekali lupa tentang permintaannya".

Akibatnya, perusahaan menjadi tuan rumah perayaan ulang tahun, di mana Berling kemudian mengalami serangan panik.

Menurut Bucher, Berling pergi ke mobilnya, berlatih teknik pernapasan, makan siang dan kemudian mengirim sms kepada manajernya, kesal karena permintaannya diabaikan.

Menurut Berling, Orang yang menjadwalkan pesta “tidak bermaksud jahat. Dia bilang akan mengakomodasi (permintaan Berling) dan dia lupa.”

Baca juga: Fenomena Langit Apa yang Terjadi Saat Anda Ulang Tahun? Mari Tanya Teleskop Hubble NASA

Keesokan harinya, menurut gugatannya, Berling "dikonfrontasi dan dikritik" atas reaksinya.

“Menurut klien saya, (managernya) memulai keributan dan menuduhnya mencuri kesenangan rekan kerja lainnya,” kata Bucher kepada Link NKY sebagaimana dilansir Guardian pada Senin (18/4/2022).

Menurut gugatan itu, "konfrontasi ini memicu serangan panik lainnya".

Di tengah serangan ini, kata Bucher, rekan kerja meminta Berling berhenti menggunakan mekanisme pengendalian diri termasuk "memeluk dirinya sendiri".

Saat dia menghentikannya, staff lain justru bergerak mundur.

"Menurut rekan kerjanya, mereka percaya dia (Berling) marah dan mungkin akan melakukan kekerasan," ujar Bucher.

Gugatan Berling mengatakan: "Pada akhir pertemuan ini dan karena penggugat mengalami serangan panik, penggugat dipulangkan dari kerja pada 8 dan 9 Agustus."

Berling meminta maaf karena mengalami serangan panik. Tapi, gugatannya mengatakan, tiga hari kemudian dia menerima email dari perusahaan, "memberi tahu dia bahwa dia diberhentikan karena kejadian minggu sebelumnya".

Baca juga: PM Inggris Boris Johnson Diduga Gelar Pesta Ulang Tahun Saat Lockdown

Menurut dokumen pengadilan, juri mengabulkan tuntutan Berling sebesar 450.000 dollar AS (Rp 6,4 miliar).

Jumlah itu terkait gaji dan tunjangan yang hilang, gaji dan tunjangan yang hilang di masa depan; dan untuk rasa sakit dan penderitaan mental di masa lalu, sekarang dan masa depan, penderitaan mental, rasa malu, penghinaan, rasa malu dan kehilangan harga diri”.

Julie Brazil, chief operating officer Gravity Diagnostics, mengatakan putusan itu menjadi preseden berbahaya bagi pengusaha dan karyawan, bahwa kecuali kekerasan fisik terjadi segala bentuk kekerasan di tempat kerja diperbolehkan.

“Sebagai pemberi kerja yang mengutamakan keselamatan karyawan, kami memiliki kebijakan tanpa toleransi dan mendukung keputusan untuk memberhentikan penggugat atas pelanggarannya terhadap kebijakan kekerasan di tempat kerja kami,” kata Brazil kepada Link NKY.

“Karyawan saya adalah korban dalam kasus ini, bukan penggugat.” Brasil mengindikasikan bahwa perusahaan akan mengajukan banding.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com