Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pilpres Perancis: Kenapa Jilbab Jadi Isu Utama dan Bagaimana Pandangan Macron-Le Pen

Kompas.com - 19/04/2022, 19:00 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

Penulis: Associated Press via VOA Indonesia

PARIS, KOMPAS.com - Jilbab adalah masalah abadi di Perancis. Isu itu kini menjadi pusat perhatian dalam kampanye pemilihan presiden negara itu pada Jumat di tengah desakan kandidat sayap kanan Marine Le Pen untuk melarang penggunaan jilbab di negara yang memiliki populasi Muslim terbesar di Eropa barat itu.

Le Pen dan saingannya sang petahana Emmanuel Macron berjibaku dalam pertarungan yang ketat dalam putaran kedua yang berlangsung pada 24 April mendatang. Mereka berdua dihadang oleh perempuan berjilbab yang menanyakan mengapa pilihan busana mereka harus terjebak dalam politik.

Macron tidak akan melarang pakaian keagamaan, tetapi dia telah mengawasi penutupan banyak masjid, sekolah, dan kelompok Islam, dengan bantuan dari tim khusus untuk membasmi dugaan tempat berkembang biaknya radikalisme.

Baca juga: Jilbab Jadi Isu Utama Pilpres Perancis 2022: Macron Vs Le Pen Jilid II

Pemerintah Macron juga meloloskan undang-undang kontroversial tahun lalu untuk memerangi “separatisme,” kata yang digunakan untuk menggambarkan pencampuran politik dengan Islam, yang dianggap berbahaya bagi nilai sekularisme Perancis yang berharga.

Saat ini, beberapa Muslim merasa kampanye presiden sekali lagi menstigmatisasi kepercayaan mereka.

Di sebuah pasar petani di kota selatan Pertuis, seorang perempuan berjilbab biru-putih mendekati Le Pen saat kandidat itu melewati penjual ikan dan pedagang untuk menyambut para pendukung.

“Apa yang dilakukan jilbab dalam politik?” perempuan itu bertanya.

Le Pen membela pendapatnya, menyebut jilbab sebagai "seragam yang dikenakan dari waktu ke waktu oleh orang-orang yang memiliki visi radikal tentang Islam."

Para pengunjuk rasa terlihat dalam protes menentang Islamofobia di Paris, Perancis, November 2019.VOA/LISA BRYANT via VOA INDONESIA Para pengunjuk rasa terlihat dalam protes menentang Islamofobia di Paris, Perancis, November 2019.
"Itu tidak benar," balas perempuan itu. “Saya mulai memakai cadar ketika saya sudah tua. Bagi saya jilbab adalah tanda menjadi seorang nenek.” Perempuan itu mencatat bahwa ayahnya telah bertugas di militer Perancis selama 15 tahun.

Platform politik Le Pen menyerukan pelarangan jilbab di jalan-jalan Perancis, sebuah langkah besar lebih jauh dari dua undang-undang yang sudah ada, larangan jilbab tahun 2004 di ruang kelas dan larangan niqab penutup wajah di jalan-jalan pada 2010.

Penentangannya terhadap jilbab telah merangkum apa yang dikatakan para pengkritiknya sebagi tindakan berbahaya bagi persatuan Perancis, dengan mengasingkan jutaan Muslim Perancis.

Le Pen juga akan memangkas imigrasi dan ingin melarang ritual penyembelihan, yang akan membatasi akses Muslim Perancis dan Yahudi terhadap kosher dan daging halal.

Baca juga:

Para pengunjuk rasa membentangkan spanduk dan bendera Palestina dalam unjuk rasa menentang RUU antiseparatisme dan Islamofobia di Paris, Perancis, 21 Maret 2021.AFP/ALAIN JOCARD via VOA INDONESIA Para pengunjuk rasa membentangkan spanduk dan bendera Palestina dalam unjuk rasa menentang RUU antiseparatisme dan Islamofobia di Paris, Perancis, 21 Maret 2021.
Macron juga mendebat seorang perempuan berjilbab pada Jumat. Dia berusaha menjauhkan diri dari Le Pen dengan mengatakan dia tidak akan mengubah hukum apa pun.

Perempuan itu, Sara El Attar, mengatakan dia merasa terhina oleh komentar Macron sebelumnya di mana dia mengatakan jilbab mengacaukan hubungan antara pria dan perempuan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com