Sedangkan jemaah memakai vaksin lain yang diakui oleh WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) termasuk Sinovac dan Sinopharm maka jemaah umrah setiba di Saudi harus menjalani karantina tiga hari setelah hasil tes PCR menyatakan negatif. Setelah 48 jam dari karantina dilakukan PCR lagi, jika negatif, boleh berumrah.
Arifin mengatakan hingga kini Kementerian Kesehatan belum menerbitkan aturan booster atau vaksinasi tambahan bagi jemaah umrah.
Menurut pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah, keputusan pemerintah untuk tetap akan memberangkatan jemaah umrah walau ada varian Omicron sesuatu yang dipaksakan dan berbahaya bagi keselamatan jemaah.
"Karena varian baru itu kekhawatiran kita adalah tingkat penularannya lebih tinggi daripada varian Delta. Kalau mengirim jemaah umrah ke sana, berarti kita secara tidak langsung seperti mengimpor varian baru dari Covid yang ada di Arab Saudi dan kemungkinan jadi berkembang di Indonesia," tutur Trubus.
Trubus menilai keputusan untuk tetap memberangkatkan jemaah umrah saat ada varian baru virus Covid-19 hanya untuk memenuhi permintaan pasar. Dia meminta protokol kesehatan sangat ketat perlu diterapkan demi keselamatan jemaah umrah. Kalau perlu ada vaksinasi tambahan untuk mengantisipasi penularan varian baru.
Baca juga: Arab Saudi Mulai Izinkan Jemaah Umrah dari Luar Negeri, Syaratnya Sudah Divaksin
Aturan karantina sepuluh hari bagi jemaah umrah yang pulang dari Arab Saudi juga harus dipraktikkan secara ketat dan bukan sekadar formalitas.
Selain itu, jemaah umrah harus memperoleh informasi yang cukup mengenai varian Omicron yang sudah menyebar di Arab Saudi.
Namun Trubus menyarankan pemerintah sebaiknya melarang dulu jemaah Indonesia berumrah hingga situasi pandemi kondusif.
Artikel ini pernah dimuat di VOA Indonesia dengan judul Tidak Ada Penangguhan Umrah Meski Ada Varian Omicron.
Baca juga: Biaya Umrah Jadi Rp 60 Juta, Ada Syarat Tak Masuk Akal dari Arab Saudi