KOMPAS.com - "The Catcher in the Rye", novel karya JD Salinger yang diterbitkan pada 1951, dibawa Mark David Chapman saat memberondong kepala Lennon dengan empat tembakan pada 1980.
Novel ini lalu jadi amat kontroversial. Bahkan, Chapman mengidentifikasi dirinya sebagai sosok yang sama dengan tokoh dalam novel.
Sebenarnya seberapa kontroversial novel ini? Sebegitu berbahayakah untuk dibaca?
Baca juga: Mengapa Mark David Chapman Membunuh John Lennon?
Untuk Anda yang pernah membacanya, novel ini sebenarnya amat ringan, namun pesan-pesan kemuakan sang tokoh utama mampu beririsan dengan pembaca.
Intinya, novel ini tak sedikitpun menggambarkan adegan pembunuhan dan semacamnya.
Novel ini, dilansir Britannica, merinci dua hari dalam kehidupan Holden Caulfield yang berusia 16 tahun setelah dia dikeluarkan dari sekolah.
Bingung dan kecewa, Holden mencari kebenaran dan menentang "kepalsuan" dunia orang dewasa.
Dia akhirnya kelelahan dan tidak stabil secara emosional.
Baca juga: Detik-detik Pembunuhan John Lennon pada 8 Desember 1980
Holden, narator dan protagonis dalam novel ini, menceritakan kisah petualangannya sebelum Natal.
Cerita dimulai dengan adegan Holden di Pencey Prep School dalam perjalanannya ke rumah guru sejarahnya, Spencer, untuk mengucapkan selamat tinggal.
Dia mengungkapkan kepada pembaca bahwa dia telah dikeluarkan karena gagal di sebagian besar kelasnya.
Setelah dia mengunjungi Spencer, dia bertemu teman sekamarnya, Ward Stradlater, yang meminta Holden untuk menulis esai untuk kelas bahasa Inggris untuknya saat dia berkencan dengan teman lama Holden.
Ketika Stradlater kembali, dia memberi tahu Holden bahwa esainya tidak bagus, dan Holden marah ketika Stradlater menolak untuk mengatakan apakah dia berhubungan seks dengan teman kencannya.
Hal ini menyebabkan Holden meninggalkan Pencey ke Kota New York beberapa hari lebih awal dari yang direncanakan untuk liburan Natal.
Begitu dia tiba di New York, dia tidak bisa pulang, karena orang tuanya belum tahu bahwa dia telah diusir.