Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benarkah Impor Makanan dari Australia Bisa Turunkan Harga Pangan di Indonesia?

Kompas.com - 03/12/2021, 23:02 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

 

CANBERRA, KOMPAS.com - Lebih dari 27 juta warga Indonesia masih dikategorikan miskin sehingga mengizinkan masuknya produk makanan dari Australia bisa membantu menutupi permintaan yang meningkat empat kali lipat pada 2050.

Menurut Bank Dunia, pembatasan yang diberlakukan karena adanya pandemi Covid-19 sudah menyebabkan bertambahnya warga miskin di Indonesia sebanyak 1,1 juta orang.

Dikatakan bahwa pandemi telah menyebabkan program untuk mengurangi kemiskinan di Indonesia menjadi mundur tiga tahun, dan sekarang ada 27,5 juta warga - atau sekitar 10 persen dari jumlah penduduk - yang masuk dalam kategori miskin.

Baca juga: Australia Tunda Kedatangan Pelajar dari Indonesia, tapi Ada yang Bisa Datang

Menurut laporan Biro Pertanian dan Sumber Daya Ekonomi Australia (ABARES), kebijakan perdagangan Indonesia sejak tahun 2012 menjadi salah satu sebab masih tingginya angka kemiskinan di sana.

"Fokus swasembada pangan telah menyebabkan tingginya biaya ekonomi dan sosial, khususnya harga makanan yang menjadi lebih tinggi," kata laporan ABARES.

Direktur ABARES Jared Greenville mengatakan, potensi pertumbuhan pasar makanan Indonesia sangat besar.

"Kami memperkirakan permintaan akan makanan akan meningkat empat kali lipat pada 2050 karena meningkatnya permintaan akan makanan yang lebih bervariasi dan lebih bernilai tinggi seperti daging, produk susu, buah, dan sayuran," katanya.

Baca juga: Australia Temukan Kasus Lokal Pertama Covid-19 Varian Omicron

Investasi membuat harga lebih murah

Menurut pendapat ABARES, membuka diri bagi investasi asing di Indonesia akan menurunkan harga makanan dan juga memperbaiki kualitas makanan yang tersedia.

ABARES memperkirakan bahwa setelah pandemi berlalu, meningkatnya jumlah warga kelas menengah akan memaksa pemerintah Indonesia untuk mengubah kebijakan yang mengizinkan lebih banyak impor makanan dari luar.

Greenville mengatakan, produk makanan itu bisa termasuk buah-buahan Australia yang ditanam di musim dingin.

"Daging merah juga termasuk salah satu yang memiliki potensi besar," katanya.

"Karena dataran Australia yang begitu luas, kita memiliki keuntungan dalam hal produksi sapi dan domba," imbuhnya.

Baca juga: Pria Australia Pecahkan Rekor Sendawa Paling Keras di Dunia

Faktor kelas menengah

ABARES memperkirakan bahwa sekitar 75 persen nilai dari makanan yang yang dikonsumsi di Indonesia pada 2050 berasal dari produk impor.

Greenville mengakui bahwa banyak petani Australia - khususnya peternak sapi - mungkin frustrasi karena ketidakmampuan mereka untuk memasuki pasar Indonesia saat ini.

Tetapi dia mengatakan bahwa hal yang dibutuhkan adalah kesabaran dan keuletan.

"Australia sudah memiliki hubungan panjang dengan Indonesia, menjadi salah satu tetangga terdekat, memang ada kesulitan di bidang perdagangan, dan adanya peraturan yang rumit di Indonesia yang harus ditangani," katanya.

"Namun saya kira dalam jangka panjang, kesabaran dan keuletan akan menjadi faktor kunci. Bila angka-angka ini di masa depan menjadi kenyataan, maka akan banyak kesempatan di sana," sambung Greenville.

Baca juga: Saingi China, AS Perbaiki Fasilitas Militer di Australia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Status Mahasiswa Pro-Palestina di Universitas Columbia Terancam Ditangguhkan

Status Mahasiswa Pro-Palestina di Universitas Columbia Terancam Ditangguhkan

Global
Keputusan Irak Mengkriminalisasi Hubungan Sesama Jenis Menuai Kritik

Keputusan Irak Mengkriminalisasi Hubungan Sesama Jenis Menuai Kritik

Internasional
Cerita 5 WNI Dapat Penghargaan sebagai Pekerja Teladan di Taiwan

Cerita 5 WNI Dapat Penghargaan sebagai Pekerja Teladan di Taiwan

Global
Rangkuman Hari Ke-796 Serangan Rusia ke Ukraina: Ukraina Gagalkan 55 Serangan di Donetsk | Rusia Rebut Semenivka

Rangkuman Hari Ke-796 Serangan Rusia ke Ukraina: Ukraina Gagalkan 55 Serangan di Donetsk | Rusia Rebut Semenivka

Global
Anak-anak di Gaza Tak Tahan Lagi dengan Panas, Gigitan Nyamuk, dan Gangguan Lalat...

Anak-anak di Gaza Tak Tahan Lagi dengan Panas, Gigitan Nyamuk, dan Gangguan Lalat...

Global
AS Menentang Penyelidikan ICC atas Tindakan Israel di Gaza, Apa Alasannya?

AS Menentang Penyelidikan ICC atas Tindakan Israel di Gaza, Apa Alasannya?

Global
Saat Mahasiswa Columbia University Tolak Bubarkan Diri dalam Protes Pro-Palestina dan Tak Takut Diskors... 

Saat Mahasiswa Columbia University Tolak Bubarkan Diri dalam Protes Pro-Palestina dan Tak Takut Diskors... 

Global
ICC Isyaratkan Keluarkan Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu, Israel Cemas

ICC Isyaratkan Keluarkan Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu, Israel Cemas

Global
[POPULER GLOBAL] Bom Belum Meledak di Gaza | Sosok Penyelundup Artefak Indonesia

[POPULER GLOBAL] Bom Belum Meledak di Gaza | Sosok Penyelundup Artefak Indonesia

Global
Pria Ini Memeluk 1.123 Pohon dalam Satu Jam, Pecahkan Rekor Dunia

Pria Ini Memeluk 1.123 Pohon dalam Satu Jam, Pecahkan Rekor Dunia

Global
Ukraina Gagalkan 55 Serangan Rusia di Donetsk

Ukraina Gagalkan 55 Serangan Rusia di Donetsk

Global
Datangi Arab Saudi, Menlu AS Bujuk Normalisasi Hubungan dengan Israel

Datangi Arab Saudi, Menlu AS Bujuk Normalisasi Hubungan dengan Israel

Global
Saat Bangladesh Liburkan Sekolah secara Nasional karena Gelombang Panas...

Saat Bangladesh Liburkan Sekolah secara Nasional karena Gelombang Panas...

Global
Sepak Terjang Alexei Navalny, Pemimpin Oposisi Rusia yang Tewas di Penjara

Sepak Terjang Alexei Navalny, Pemimpin Oposisi Rusia yang Tewas di Penjara

Internasional
Bendungan Runtuh Akibat Hujan Lebat di Kenya Barat, 40 Orang Tewas

Bendungan Runtuh Akibat Hujan Lebat di Kenya Barat, 40 Orang Tewas

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com