Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Swiss Dukung LGBT Menikah dan Punya Anak, Ini Sikap LGBT Indonesia di Sana

Kompas.com - 27/09/2021, 06:45 WIB
Krisna Diantha Akassa,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

ZURICH, KOMPAS.com - Kehidupan di Swiss makin berwarna warni. Lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) kini boleh menikah, adopsi anak, dan khususnya bagi lesbian, bisa mendapatkan donor sperma, jika ingin hamil.

Ini semua bisa terlaksana setelah rakyat Swiss melaksanakan referendum per Minggu (26/9/2021). Sebanyak 64 persen menyatakan setuju, dan sisanya 36 persen menolak. Jumlah 64 persen setuju ini, untuk ukuran Swiss bermakna menang mutlak.

Kalangan LGBT Indonesia yang menetap di Swiss menyambut gembira hasil referendum ini. Denny, gay yang menetap di Zurich, menyatakan bahwa dengan kemenangan ini, hak LGBT akan makin jelas.

Baca juga: Uni Eropa Hadapi Tekanan Masalah Supremasi Hukum LGBT

"Secara umum urusan birokrasi mungkin jauh lebih terjamin ke depannya. Hak sebagai LGBT bisa setara seperti heteroseksual,“ kata Denny.

Made, gay asal Bali, segendang seirama. "Setelah kemenangan ini, LGBT berhak mengadopsi anak. Sementara lesbian di perbolehkan untuk mendapatkan sperma (dari bank sperma) untuk kehamilannya,“ kata Made.

Urusan adopsi anak, Made mengaku belum memikirkannya. Namun ada kecenderungan, dia tidak akan mengambil kesempatan itu.

"Membesarkan anak itu membutuhkan hal yg sangat besar, baik waktu dan hal lainnya. Kemungkinan besar kami tidak akan adopsi anak,“ kata Made.

Denny pun demikian. Tamatan akademi perhotelan Swiss ini, tidak akan mengadopsi anak dalam kehidupan bersama pasangannya.

"Saya menghormati jika ada teman-teman LGBT yang mau mengadopsi anak, asal mereka mampu menjadi orangtua yang baik dan punya komitmen. Silakan aja. Tapi tidak semua LGBT mau mengadopsi anak, saya contohnya,“ imbuh Denny.

Baca juga: Uni Eropa Dideklarasikan sebagai Zona Merdeka bagi LGBT

Penelusuran Kompas.com mencatat, sedikitnya ada 250 LGBT asal Indonesia di Swiss. Sebagian besar didominasi kalangan gay. Namun ada juga dari kalangan lesbian, bahkan transgender. Biseksual asal Indonesia, keberadaannya di Swiss belum terdeteksi.

Umumnya mereka belum begitu terbuka dalam menjalankan kehidupannya di Swiss. Namun masyarakat Indonesia di Swiss mengetahui jati diri orang Indonesia yang menjadi gay, lesbian, atau transgender.

"Kalau gay relatif terbuka. Sementara yang lesbian lebih tertutup,“ kata Made. Alasan menjaga perasaan keluarga, kata Denny, membuat mereka menutup kebaradaan jati dirinya. "Bisa juga malu, belum siap,“ tambah Denny.

Kehidupan LGBT Indonesia di Swiss cukup mapan dan aman. Meskipun secara sporadis ada kasus kekerasan terhadap LGBT di Swiss, hingga kini belum pernah terjadi di kalangan LGBT asal Indonesia di Swiss.

Baca juga: KSAL Ancam Pecat Prajurit Terbukti LGBT, Pengamat Ingatkan Evaluasi Sistem Pendidikan

Mereka berprofesi sebagaimana masyarakat umumnya. Ada yang menjadi perawat, mengurus rumah tangga, pekerja hotel, hingga perancang busana.

Penerimaan kaum LGBT secara resmi dalam perundangan Swiss, khususnya pengakuan hak menikah, menempati urutan ke-19 di Eropa.

Negara Eropa yang pertama kali mengakuinya adalah Belanda (2001), diikuti Belgia, Spanyol, Norwegia hingga Austria. Italia, Kroasia, atau Yunani hingga Siprus belum mengakuinya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com