Statusnya yang sangat dihormati oleh kubu pemerintahan dan oposisi menjadikan dia sebagai kandidat kuat kompromi untuk menjadi PM Interim Malaysia hingga pemilu digelar.
Ku Li sendiri telah menyatakan berkali-kali kesediaannya jika diminta untuk memimpin Malaysia.
Baca juga: Raja Malaysia Kecewa Berat, Desak PM Muhyiddin Segera Mundur
Anwar Ibrahim masih menanti kapankah mimpinya menjadi orang nomor satu Malaysia akan tercapai. Anwar yang telah menunggu selama 23 tahun termasuk dua kali dijegal masih menjadi calon kuat PM Malaysia.
Mengantongi 88 parlementarian, koalisi Pakatan Harapan yang dipimpin Anwar adalah yang terbesar di parlemen Malaysia.
Sangat besar kemungkinan Yang di-Pertuan Agong Sultan Abdullah memintanya membentuk pemerintahan baru jika koalisi Perikatan Nasional kolaps.
Akan tetapi, jalan Anwar tidaklah mudah. Walau saat ini sekitar 119 parlementarian tidak mendukung Muhyiddin, bukan berarti 31 lain di luar koalisi Pakatan otomatis mendukung Anwar.
Sudah menjadi rahasia terbuka jika mantan Perdana Menteri Mahathir Mohamad tidak akan pernah mendukung Anwar sebagai PM.
Mahathir dengan partainya, Pejuang, dan sekutu politiknya, partai regional Warisan dari Sabah, memegang 12 kursi krusial parlemen.
Anwar yang telah berkali-kali mengeklaim mayoritas parlemen dapat menggalang dukungan dari blok UMNO anti-Muhyiddin yang dipimpin Zahid.
Namun, kerja sama politik dengan blok Zahid yang termasuk mengikutsertakan mantan Perdana Menteri Najib Razak, akan ditentang habis-habisan oleh mitra koalisi Pakatan,
Partai Aksi Demokratik (DAP) yang kukuh menyatakan tidak akan berkoalisi dengan Zahid dan Najib yang dibelit puluhan kasus korupsi.
Baca juga: Mahathir Gabung Anwar Ibrahim Tuntut Muhyiddin Lengser dari Kursi PM Malaysia
Dr M, demikian dia sering dijuluki, muncul sebagai kandidat setelah dia mengajukan usul pembentukan Dewan Pemulihan Nasional, dengan anggota terdiri dari politisi lintas partai kubu pemerintahan dan oposisi serta teknokrat.
Mahathir menilai, dewan non partisan ini menjadi satu-satunya cara untuk mengakhiri krisis politik dan kesehatan berkepanjangan yang mendera "Negeri Jiran”.
Dewan ini memiliki kemiripan dengan Dewan Operasi Nasional yang memimpin Malaysia ketika masa darurat politik dari tahun 1969 hingga 1971.