Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Salima Mazari, Gubernur Wanita Afghanistan Pimpin Perang Lawan Taliban

Kompas.com - 06/08/2021, 16:53 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

Sumber AFP

CHARKINT, KOMPAS.com - Salima Mazari duduk dengan cuek di kursi depan sebuah pikap saat melaju di distrik pedesaan Afghanistan utara.

Mazari, gubernur wanita di Afghanistan yang didominasi pria, sedang menjalankan misinya untuk merekrut laki-laki guna berperang melawan Taliban.

"Tanah air... Aku mengorbankan hidupku untukmu," bunyi lagu yang bersenandung di pikap mengiringi perjalanan Mazari.

Baca juga: Taliban dan Pasukan Afghanistan Perang Sengit, Bagaimana Perbandingan Kekuatan Mereka?

Taliban telah menduduki sebagian besar pedesaan Afghanistan sejak awal Mei, ketika Presiden Amerika Serikat Joe Biden memerintahkan pasukannya pulang dari perang terlama yang mereka hadapi.

Kehidupan lalu berubah sedikit di banyak daerah yang telah direbut Taliban, tetapi di Charkint - distrik pegunungan dan lembah yang terpencil yang dikuasai Mazari, sekitar satu jam di selatan Mazar-i-Sharif di provinsi Balkh - situasinya lebih genting.

"Taliban justru yang menginjak-injak hak asasi manusia," katanya dikutip dari AFP.

Di bawah pemerintahan Taliban, perempuan dan anak gadis tidak mendapat pendidikan dan pekerjaan.

Bahkan setelah kejatuhan milisi itu pada 2001, beberapa kondisinya baru berubah perlahan.

"Secara sosial, orang-orang belum siap menerima pemimpin wanita," lanjut Mazari kepada AFP.

Kepalanya tertutup jilbab bermotif kupu-kupu, matanya tersembunyi di balik kacamata hitam besar.

Sering jadi target

Foto pada 14 Juli 2021 memperlihatkan Salima Mazari (dua dari kiri), gubernur wanita di distrik Afghanistan yang didominasi pria, mengamati sisi bawah bukit dengan ditemani personel keamanan dekat garis depan pertempuran melawan Taliban di distrik Charkint, provinsi Balkh.AFP PHOTO/FARSHAD USYAN Foto pada 14 Juli 2021 memperlihatkan Salima Mazari (dua dari kiri), gubernur wanita di distrik Afghanistan yang didominasi pria, mengamati sisi bawah bukit dengan ditemani personel keamanan dekat garis depan pertempuran melawan Taliban di distrik Charkint, provinsi Balkh.
Mazari juga anggota komunitas Hazara, kebanyakan dari mereka adalah Muslim Syiah, yang oleh Taliban Sunni dianggap sebagai sekte sesat.

Mereka sering menjadi sasaran serangan Taliban dan ISIS, termasuk di sekolah ibu kota pada Mei yang menewaskan lebih dari 80 anak perempuan.

Setengah dari distrik yang secara nominal diperintah oleh Mazari sudah berada di bawah kendali Taliban, jadi dia menghabiskan banyak waktu merekrut pejuang untuk mempertahankan sisanya.

Ratusan penduduk setempat - termasuk petani, penggembala dan buruh - telah bergabung dengannya, meski harus mengeluarkan biaya sangat besar.

Baca juga: Sejumlah Ibu Kota Provinsi Jatuh di Tangan Taliban, Presiden Afghanistan Salahkan AS Buru-buru Tarik Pasukan

“Orang-orang kami tidak memiliki senjata tetapi mereka pergi dan menjual sapi, domba, dan bahkan tanah mereka, untuk membeli senjata,” kata Mazari.

"Mereka berada di garis depan setiap hari dan malam tanpa mendapatkan upah atau gaji apa pun."

Kepala polisi distrik Sayed Nazir percaya, satu-satunya alasan Taliban tidak mengambil alih adalah karena perlawanan warga lokal ini.

"Pencapaian kami adalah karena dukungan rakyat kami," katanya kepada AFP, dengan luka kaki yang dia derita baru-baru ini saat melawan Taliban.

Personel keamanan Afghanistan mengambil posisi selama pertempuran antara Taliban dan pasukan keamanan Afghanistan di provinsi Herat, barat Kabul, Afghanistan, Selasa, 3 Agustus 2021.AP PHOTO/HAMED SARFARAZI Personel keamanan Afghanistan mengambil posisi selama pertempuran antara Taliban dan pasukan keamanan Afghanistan di provinsi Herat, barat Kabul, Afghanistan, Selasa, 3 Agustus 2021.
Mazari sejauh ini telah merekrut sekitar 600 wrga setempat untuk melengkapi pasukan keamanan konvensional di distrik tersebut, termasuk Sayed Munawar (53) yang mengangkat senjata setelah 20 tahun bertani.

"Kami dulunya pengrajin dan pekerja sampai mereka menyerang desa kami," ungkapnya kepada AFP di pos terdepan yang dijaga oleh polisi dan relawan setempat.

"Mereka mengambil desa terdekat dan menjarah karpet serta barang-barang... kami terpaksa membeli senjata dan amunisi."

Baca juga: Ada Mayat-mayat di Jalan Saat Perang Antara Taliban dan Pemerintah Afghanistan Semakin Berkobar

Studi yang tertunda

Faiz Mohammad (21) adalah relawan lainnya. Dia menunda studi ilmu politiknya untuk berperang melawan Taliban.

Sejak tiga bulan lalu dia telah berperang tiga kali, dalam debut pertempurannya ini.

"Pertarungan terberat adalah beberapa malam yang lalu ketika kami harus menangkis tujuh serangan," ujarnya kepada AFP, dengan mengenakan pakaian sipil dan mendengarkan musik Hazara yang sedih di ponsel murah buatan China.

Di Charkint, penduduk desa masih memiliki kenangan buruk tentang kehidupan di bawah Taliban, sebelum rezim itu digulingkan oleh invasi pimpinan AS pada 2001.

Gubernur Mazari tahu betul jika Taliban kembali, mereka tidak akan pernah mentolerir seorang wanita dalam posisi kepemimpinan seperti itu.

"Perempuan akan dilarang mendapatkan kesempatan pendidikan dan pemudi kita akan kehilangan pekerjaan," katanya, saat memimpin pertemuan dengan komandandi kantornya, mempersiapkan pertarungan berikutnya.

Baca juga: Presiden Afghanistan Salahkan Negara Barat Penyebab Taliban Merajalela

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com