Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kisah Salima Mazari, Gubernur Wanita Afghanistan Pimpin Perang Lawan Taliban

Mazari, gubernur wanita di Afghanistan yang didominasi pria, sedang menjalankan misinya untuk merekrut laki-laki guna berperang melawan Taliban.

"Tanah air... Aku mengorbankan hidupku untukmu," bunyi lagu yang bersenandung di pikap mengiringi perjalanan Mazari.

Taliban telah menduduki sebagian besar pedesaan Afghanistan sejak awal Mei, ketika Presiden Amerika Serikat Joe Biden memerintahkan pasukannya pulang dari perang terlama yang mereka hadapi.

Kehidupan lalu berubah sedikit di banyak daerah yang telah direbut Taliban, tetapi di Charkint - distrik pegunungan dan lembah yang terpencil yang dikuasai Mazari, sekitar satu jam di selatan Mazar-i-Sharif di provinsi Balkh - situasinya lebih genting.

"Taliban justru yang menginjak-injak hak asasi manusia," katanya dikutip dari AFP.

Di bawah pemerintahan Taliban, perempuan dan anak gadis tidak mendapat pendidikan dan pekerjaan.

Bahkan setelah kejatuhan milisi itu pada 2001, beberapa kondisinya baru berubah perlahan.

"Secara sosial, orang-orang belum siap menerima pemimpin wanita," lanjut Mazari kepada AFP.

Kepalanya tertutup jilbab bermotif kupu-kupu, matanya tersembunyi di balik kacamata hitam besar.

Mereka sering menjadi sasaran serangan Taliban dan ISIS, termasuk di sekolah ibu kota pada Mei yang menewaskan lebih dari 80 anak perempuan.

Setengah dari distrik yang secara nominal diperintah oleh Mazari sudah berada di bawah kendali Taliban, jadi dia menghabiskan banyak waktu merekrut pejuang untuk mempertahankan sisanya.

Ratusan penduduk setempat - termasuk petani, penggembala dan buruh - telah bergabung dengannya, meski harus mengeluarkan biaya sangat besar.

“Orang-orang kami tidak memiliki senjata tetapi mereka pergi dan menjual sapi, domba, dan bahkan tanah mereka, untuk membeli senjata,” kata Mazari.

"Mereka berada di garis depan setiap hari dan malam tanpa mendapatkan upah atau gaji apa pun."

Kepala polisi distrik Sayed Nazir percaya, satu-satunya alasan Taliban tidak mengambil alih adalah karena perlawanan warga lokal ini.

"Pencapaian kami adalah karena dukungan rakyat kami," katanya kepada AFP, dengan luka kaki yang dia derita baru-baru ini saat melawan Taliban.

"Kami dulunya pengrajin dan pekerja sampai mereka menyerang desa kami," ungkapnya kepada AFP di pos terdepan yang dijaga oleh polisi dan relawan setempat.

"Mereka mengambil desa terdekat dan menjarah karpet serta barang-barang... kami terpaksa membeli senjata dan amunisi."

Studi yang tertunda

Faiz Mohammad (21) adalah relawan lainnya. Dia menunda studi ilmu politiknya untuk berperang melawan Taliban.

Sejak tiga bulan lalu dia telah berperang tiga kali, dalam debut pertempurannya ini.

"Pertarungan terberat adalah beberapa malam yang lalu ketika kami harus menangkis tujuh serangan," ujarnya kepada AFP, dengan mengenakan pakaian sipil dan mendengarkan musik Hazara yang sedih di ponsel murah buatan China.

Di Charkint, penduduk desa masih memiliki kenangan buruk tentang kehidupan di bawah Taliban, sebelum rezim itu digulingkan oleh invasi pimpinan AS pada 2001.

Gubernur Mazari tahu betul jika Taliban kembali, mereka tidak akan pernah mentolerir seorang wanita dalam posisi kepemimpinan seperti itu.

"Perempuan akan dilarang mendapatkan kesempatan pendidikan dan pemudi kita akan kehilangan pekerjaan," katanya, saat memimpin pertemuan dengan komandandi kantornya, mempersiapkan pertarungan berikutnya.

https://www.kompas.com/global/read/2021/08/06/165315870/kisah-salima-mazari-gubernur-wanita-afghanistan-pimpin-perang-lawan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke