TUNIS, KOMPAS.com – Beberapa saat setelah Presiden Tunisia Kais Saied memecat perdana menteri dan membekukan parlemen, puluhan ribu orang turun ke jalanan merayakan langkahnya.
Di sisi lain, pengkritik Saied menyebut langkahnya tersebut sebagai sebuah kudeta sebagaimana dilansir Reuters, Minggu (25/7/2021).
Para pendukung Saied bersuka ria, bersorak, membunyikan klakson mobil, dan menyalakan kembang api. Mereka merayakannya dengan melanggar jam malam Covid-19.
Baca juga: Presiden Tunisia Dituding Lakukan Kudeta, Kepung Gedung Parlemen dengan Kendaraan Militer
Di sisi lain, insiden tersebut dianggap sebagai tantangan terbaru bagi konstitusi demokratis yang membagi kekuasaan antara presiden, perdana menteri, dan parlemen di Tunisia sejak 2014.
Partai Islam moderat yang terbesar di parlemen, Ennahda, mengecam langkah Saied tersebut.
Pemimpin Ennahda Rached Ghannouchi, yang juga ketua parlemen Tunisia, menyebut keputusan Saied tersebut sebagai kudeta terhadap revolusi dan konstitusi.
Pada Minggu malam waktu setemoat, ribuan orang melakukan reli di sepanjang jalan yang dipenuhi pepohonan, mengibarkan bendera nasional, menari, dan menyalakan suar.
Baca juga: Tunisia Memanas, Presiden Pecat Perdana Menteri dan Bekukan Parlemen
"Presiden sangat berani... kami tahu ini bukan kudeta," kata Amira Abid, seorang wanita di pusat kota Tunis lalu mencium bendera Tunisia.
Tak berapa lama kemudian, Saied tiba dan berbaur dengan para pendukung yang merayakan langkah terbarunya tersebut.
Reuters melaporkan, kerumuman tersebut mengingatkan revolusi Tunisia yang pecah pada 2011.
Massa di jalanan juga menyebut Ennahda sebagai penyebab kegagalan Tunisia selama dekade terakhir dalam mengatasi kelumpuhan politik dan mencapai kemakmuran.
Baca juga: Ekstremis Wanita Meledakkan Diri Bersama Bayinya di Hadapan Pasukan Tunisia
Ennahda merupakan partai terlarang sebelum revolusi Tunisia. Setelah 2011, Ennahda menjadi partai yang paling sukses di parlemen.
"Hari ini, hari ini, Ennahda berakhir hari ini," seru para pemuda di distrik Omrane Superieur di Tunis.
Para pengkritik Saied khawatir, pembubaran pemerintah yang dipimpin perdana menteri dan pembekuan parlemen akan membawa Tunisia ke pemerintahan otokratis seperti masa lalu.
Namun, kekhawatiran tersebut dibantahnya dan dia juga menepis tudingan melakukan kudeta.
Baca juga: Kelompok ISIS Bunuh dan Penggal 4 Tentara Tunisia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.