Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Covid-19 Tak Pandang Bulu, Cerita Keluarga Mapan India Cari 15 RS Sebelum Ibunya Meninggal

Kompas.com - 02/05/2021, 17:53 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber Al Jazeera

NEW DELHI, KOMPAS.com - Tidak seperti jutaan orang India yang berjuang untuk mendapatkan uang guna mendapatkan pengobatan bagi virus corona yang mematikan, Savita Oberoi bukanlah orang miskin atau tidak berdaya.

Meski begitu, status keluarga kelas menengah atas yang dimilikinya ternyata tetap tidak bisa menyelamatkannya dari krisis Covid-19 India.

Baca juga: Krisis Covid-19 India Menjalar, Nepal Mulai Kehabisan Tempat di Rumah Sakit

Al Jazeera mewartakan pada Minggu (2/5/2021), keluarga Oberoi tidak dapat menemukan tempat tidur rumah sakit atau oksigen tepat waktu. Sampai akhirnya, wanita berusia 61 tahun itu harus kehilangan nyawa karena Covid-19 bulan ini.

“Kami mengetuk setidaknya 15 pintu rumah sakit, mengetuk semua jaringan dan kontak kami untuk mengatur perawatan bagi ibu saya,” kata putri Oberoi, Vandana Paliwal, (38 tahun) seorang guru sekolah di Delhi Barat.

“Kami akhirnya mendapatkan tempat tidur setelah berhari-hari mencoba - itu juga, melalui kontak yang mengetahui manajemen rumah sakit.”

Tapi usaha itu sudah terlalu terlambat. Dalam beberapa jam, Oberoi meninggal.

Rumah sakit menelepon keluarga tersebut di tengah malam untuk memberitahu mereka bahwa ibunya telah meninggal.

“Yang bisa saya katakan adalah bahwa orang India tidak sekarat karena Covid-19, mereka sekarat karena tidak mendapatkan perawatan tepat waktu. Ada perbedaan besar. Saya sudah kehilangan ayah saya; dan sekarang kehilangan ibu juga merupakan pukulan ganda bagi saya,” kata Paliwal.

Terlepas dari status keuangan keluarga yang mapan, Paliwal menceritakan bagaimana mereka harus berjuang menggunakan segala cara untuk mendapatkan perawatan bagi ibunya.

“Bayangkan penderitaan orang miskin,” tambahnya.

Baca juga: 4 Hoaks Pengobatan Covid-19 di India dan Fakta Sebenarnya

Paliwal mengatakan ada antrean panjang di mana-mana, di klinik, rumah sakit, laboratorium, toko obat. Selama dua hari, dia bahkan tidak dapat menghubungi teknisi lab untuk datang dan menguji ibunya.

“Meskipun Anda punya uang untuk pengobatan Covid-19, tidak ada jaminan Anda akan mendapatkan pengobatan dan tetap hidup. Hanya karena sedikit yang dapat Anda lakukan untuk mengatasi birokrasi dan kemacetan (pelayanan kesehatan) semacam itu.”

“Inikah fungsi negara yang beradab?” protesnya.

Saat Oberoi akhirnya dites Covid-19, hasilnya tertunda, dan baru tiba tiga hari kemudian. Itu pun setelah Paliwal terus menerus mendesak pihak laboratorium.

Sementara itu, kondisi Oberoi semakin memburuk.

Petugas kesehatan yang mengenakan alat pelindung diri (APD) merawat pasien positif Covid-19 di dalam ruang pertemuan yang sementara diubah menjadi pusat perawatan covid di New Delhi pada 28/4/2021.AFP PHOTO/PRAKASH SINGH Petugas kesehatan yang mengenakan alat pelindung diri (APD) merawat pasien positif Covid-19 di dalam ruang pertemuan yang sementara diubah menjadi pusat perawatan covid di New Delhi pada 28/4/2021.

“Kami diberi tahu bahwa lab mengalami kesulitan menangani permintaan dari ribuan pasien untuk pengujian. Ibu saya sudah menderita diabetes dan penyakit ginjal kronis. Penundaan yang sistemik membunuhnya."

Sampai pihak keluarga menerima konfirmasi bahwa Oberoi memang positif Covid-19, mereka tidak dapat memulai pengobatan yang tepat.

“Penantian di setiap level membuat frustrasi dan menyebalkan. Suami saya dan saya bingung antara merawat ibu saya yang sakit dan menggunakan telepon untuk menghubungi rumah sakit dan dokter. Kami tidak tahu harus berbuat apa. itu gila,” kata Paliwal.

“Seluruh dunia bagaikan runtuh di sekitar kita.”

Baca juga: Negara Tetangga India Waspadai Sebaran Varian Baru Virus Corona Mutan Ganda

Begitu keluarga itu akhirnya mendapatkan ranjang rumah sakit, mereka menghela napas lega.

Namun Oberoi enggan untuk dirawat. “Dia terus mengatakan bahwa dia tidak memiliki perasaan baik tentang hal itu,” ingat putrinya.

“Saya pikir ibu saya memiliki firasat bahwa dia tidak mungkin keluar dari rumah sakit hidup-hidup.”

Tapi dia memberitahu ibunya bahwa mereka tidak punya pilihan lain. Masalahnya, Oberoi memiliki beberapa penyakit bawaan yang telah membahayakan kekebalannya, jadi dia membutuhkan perawatan khusus.

“Indra keenamnya terbukti benar, dia didorong sebagai orang yang hidup dan keluar sebagai jasad," kenangnya.

Guru sekolah tersebut percaya bahwa sistem medis India telah runtuh total "seperti rumah kartu," di bawah gelombang kedua virus corona.

Baca juga: Warga India Murka, Jutawan Kriket Tetap Berlaga di Kota Hotspot Covid-19

Sementara itu, pasar gelap menjamur dalam semalam, dengan obat-obatan perawatan dan tabung oksigen dijual kepada keluarga yang putus asa. Setidaknya kebutuhan medis itu dijual 10 kali lipat dari harga normal di sana.

Pada saat yang sama, kata Paliwal, politisi VIP dan selebriti diberi "perawatan karpet merah. Dokter terbaik tersedia untuk mereka, bahkan ketika orang biasa menderita bukan karena kesalahan mereka".

Sementara itu, kematian terus meningkat.

“Saya melihat enam hingga tujuh mayat dikremasi secara bersamaan dan tergesa-gesa ketika kami berada di tempat kremasi untuk upacara terakhir ibu saya. Tidak ada penghormatan atas semua kematian itu,” keluhnya.

“Seluruh warga negara telah ditinggalkan pada saat-saat yang paling mereka butuhkan, oleh mereka yang memegang jabatan tertinggi, yang dipercayakan untuk melayani dan melindungi mereka. Ini telah menjadi kesimpulan pahit dari pandemi ini bagi jutaan orang India."

Baca juga: Warga India Murka, Jutawan Kriket Tetap Berlaga di Kota Hotspot Covid-19

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Saat Warga Swiss Kian Antusias Belajar Bahasa Indonesia...

Saat Warga Swiss Kian Antusias Belajar Bahasa Indonesia...

Global
Lulus Sarjana Keuangan dan Dapat Penghargaan, Zuraini Tak Malu Jadi Pencuci Piring di Tempat Makan

Lulus Sarjana Keuangan dan Dapat Penghargaan, Zuraini Tak Malu Jadi Pencuci Piring di Tempat Makan

Global
Bendungan di Filipina Mengering, Reruntuhan Kota Berusia 300 Tahun 'Menampakkan Diri'

Bendungan di Filipina Mengering, Reruntuhan Kota Berusia 300 Tahun "Menampakkan Diri"

Global
Pria India Ini Jatuh Cinta kepada Ibu Mertuanya, Tak Disangka Ayah Mertuanya Beri Restu Menikah

Pria India Ini Jatuh Cinta kepada Ibu Mertuanya, Tak Disangka Ayah Mertuanya Beri Restu Menikah

Global
Perbandingan Kekuatan Militer Rusia dan Ukraina

Perbandingan Kekuatan Militer Rusia dan Ukraina

Internasional
Setelah Punya Iron Dome, Israel Bangun Cyber Dome, Bagaimana Cara Kerjanya?

Setelah Punya Iron Dome, Israel Bangun Cyber Dome, Bagaimana Cara Kerjanya?

Global
Protes Pro-Palestina Menyebar di Kampus-kampus Australia, Negara Sekutu Israel Lainnya

Protes Pro-Palestina Menyebar di Kampus-kampus Australia, Negara Sekutu Israel Lainnya

Global
Apa Tuntutan Mahasiswa Pengunjuk Rasa Pro-Palestina di AS?

Apa Tuntutan Mahasiswa Pengunjuk Rasa Pro-Palestina di AS?

Internasional
Setelah Menyebar di AS, Protes Pro-Palestina Diikuti Mahasiswa di Meksiko

Setelah Menyebar di AS, Protes Pro-Palestina Diikuti Mahasiswa di Meksiko

Global
Dilanda Perang Saudara, Warga Sudan Kini Terancam Bencana Kelaparan

Dilanda Perang Saudara, Warga Sudan Kini Terancam Bencana Kelaparan

Internasional
Rangkuman Hari Ke-799 Serangan Rusia ke Ukraina: Gempuran Rudal Rusia di 3 Wilayah | Rusia Disebut Pakai Senjata Kimia Kloropirin

Rangkuman Hari Ke-799 Serangan Rusia ke Ukraina: Gempuran Rudal Rusia di 3 Wilayah | Rusia Disebut Pakai Senjata Kimia Kloropirin

Global
Biaya Rekonstruksi Gaza Pascaperang Bisa Mencapai Rp 803 Triliun, Terparah sejak 1945

Biaya Rekonstruksi Gaza Pascaperang Bisa Mencapai Rp 803 Triliun, Terparah sejak 1945

Global
Paus Fransiskus Teladan bagi Semua Umat dan Iman

Paus Fransiskus Teladan bagi Semua Umat dan Iman

Global
Rusia Dilaporkan Kirimkan Bahan Bakar ke Korea Utara Melebihi Batasan PBB

Rusia Dilaporkan Kirimkan Bahan Bakar ke Korea Utara Melebihi Batasan PBB

Global
Turkiye Hentikan Semua Ekspor dan Impor dengan Israel

Turkiye Hentikan Semua Ekspor dan Impor dengan Israel

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com