CHAMPHAI, KOMPAS.com - Sekitar 100 orang Myanmar yang mayoritas adalah polisi dan keluarganya, yang menentang kekerasan junta militer, telah melarikan diri ke perbatasan India sejak protes anti-kudeta mulai pecah.
Melansir Reuters pada Rabu (10/3/2021), mereka ditampung di distrik Champhai, negara bagian Mizoram berbatasan dengan Myanmar, di mana Reuters mewawancarai tiga orang yang polisi Myanmar.
Dua orang pria Tha Peng dan Ngun Hlei, serta seorang wanita Dal, adalah para polisi Myanmar yang melarikan diri dari perintah junta militer.
Mereka memberikan nama singkat, untuk melindungi identitas mereka dari otoritas militer negaranya.
Baca juga: Terungkap, Junta Militer Myanmar Perintahkan Tembaki Demonstran sampai Mati
Tha Peng, polisi berpangkat kopral, telah bertugas di korps kepolisian Myanamr selama 9 tahun.
Ia sempat menunjukkan fotonya menggunakan seragam polisi kepada Reuters.
Tha Peng mengatakan, melarikan diri ke India setelah menolak perintah dari atasannya untuk "menembak sampai mati" para demonstran.
Ia mengungkapkan bahwa menurut aturan polisi, demonstran seharusnya dihentikan dengan peluru karet atau ditembak di bawah lutut. Reuters tidak dapat memverifikasi kebijakan polisi.
Namun, pada 27 Februari ia telah diperintahkan oleh atasannya untuk "menembak sampai mereka mati" di daerah Khampat.
"Hari berikutnya, seorang petugas menelpon, bertanya pada saya, apakah saya akan menembak," ujar Tha Peng.
Pria 27 tahun itu menolak lagi untuk menembak, dan kemudian ia mengundurkan diri dari pasukan.
Tha Peng mengatakan bahwa meskipun dia merindukan keluarganya, dia takut kembali ke Myanmar.
Baca juga: Aksi Suster Ann Roza Lindungi Demonstran Myanmar: Tolong, Tembak Saya Saja
"Saya tidak ingin kembali," katanya sambil duduk di kamar di lantai pertama yang menghadap ke perbukitan hijau yang membentang ke Myanmar.
Ngun Hlei, polisi pria 23 tahun yang ditempatkan di kota Mandalay, juga mengaku telah mendapatkan perintah untuk menembak.
Namun, ia tidak merinci tanggal atau menjelaskan apakah perintah itu adalah menembah untuk membunuh dan tidak merinci korbannya.
Ngun Hlei mengatakan ia ditegur karena menolak perintah, lalu ia dipindahkan.
Ia mencari bantuan dari aktivis online pro-demokrasi dan menemukan jalan untuk menuju desa Vaphai, Mizoram pada 6 Maret.
Perjalanan ke sana, kata Ngun Hlei, membutuhkan biaya sekitar 143 dollar AS (Rp 2 juta).
Meski dijaga oleh pasukan militer India, di perbatasan India-Myanmar berlaku sistem "rezim pergerakan bebas".
Baca juga: Pengakuan Duta Besar Myanmar untuk PBB Kesulitan Tanpa Dukungan Pusat
Artinya, orang-orang diizinkan untuk mengakses beberapa mil ke wilayah India tanpa memerlukan dokumen perjalanan.
Polisi ketiga yang diwawancara Reuters, Dal, adalah wanita berusia 24 tahun.
Ia mengatakan sebelumnya bekerja di kepolisian Myanmar di kota pegunungan Falam di barat laut Myanmar.
euters melihat foto identitas polisinya dan memverifikasi nama tersebut.
Pekerjaannya sebagian besar bersifat administratif, termasuk membuat daftar orang-orang yang ditahan oleh polisi.
Namun, ketika protes kudeta memuncak, dia diperintahkan juga untuk mencoba menangkap pengunjuk rasa perempuan. Ia menolaknya.
Khawatir dipenjara karena berpihak pada pengunjuk rasa dan pergerakan pemberontakan sipil, dia memutuskan untuk melarikan diri dari Myanmar.
Baca juga: Kerajaan Bisnis yang Danai Kudeta Militer Myanmar
Tha Peng dan Ngun Hlei yakin bahwa kepolisian Myanmar bertindak atas perintah militer Myanmar, yang dikenal juga dengan nama Tatmadaw.
Sementara ini, mereka tidak memberikan bukti klaim mereka.
Namun, menurut dokumen polisi rahasia, "...militer menekan pasukan polisi yang kebanyakan untuk menghadapi masyarakat."
Kemudian, ketiganya mengatakan bahwa sebenarnya ada dukungan substansial bagi para pengunjuk rasa di dalam kepolisian Myanmar.
“Di dalam kantor polisi, 90 persen mendukung pengunjuk rasa, tetapi tidak ada pemimpin yang mempersatukan mereka,” kata Tha Peng, yang meninggalkan istri dan dua putrinya yang masih kecil, salah satunya berusia 6 bulan.
Ketiga pelarian polisi Myanmar itu tersebar di sekitar Champhai, didukung oleh jaringan aktivis lokal.
Zoramathanga, kepala pemerintah Mizoram, mengatakan kepada Reuters bahwa pemerintahannya akan menyediakan makanan sementara dan tempat berlindung bagi mereka yang melarikan diri dari Myanmar.
Namun, keputusan tentang repatriasi ditunda oleh pemerintah federal India.
Saw Htun Win, wakil komisaris distrik Falam Myanmar pada pekan lalu, mengirim surat kepada pejabat tinggi pemerintah Champhai, Wakil Komisaris Maria CT Zuali, meminta 8 polisi yang telah memasuki India untuk dikembalikan kepada mereka.
Alasannya, “untuk menjaga hubungan persahabatan antara kedua negara tetangga.”
Zuali mengkonfirmasi bahwa ia telah menerima surat dari pejabat distrik Myanmar, yang mana kopiannya telah dilihat oleh Reuters.
Baca juga: Militer Myanmar Gerebek Pedemo Anti-kudeta sampai ke Kamar Rumah
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.