CHRISTCHURCH, KOMPAS.com - Gereja Katedral Kristus di kota Christchurch, Selandia Baru adalah bangunan paling ikonik sebelum runtuh akibat gempa bumi 10 tahun lalu. Peristiwa yang menewaskan 185 orang dan lebih banyak lagi pada hari-hari sesudahnya.
Selama bertahun-tahun perdebatan kerap terjadi tentang apakah reruntuhan itu harus dibangun kembali atau dihancurkan saja, mengingat bangunan itu mudah runtuh dalam skala lebih luas meski sedang dibangun kembali.
Pada Senin lalu (15/2/2021) tepat satu dekade runtuhnya gereja itu akibat gempa, proyek pembangunan gereja menunjukkan perkembangan.
Gereja itu akhirnya dibangun perlahan agar tampak seperti aslinya yang selesai dibangun pada 1904. Namun pertama-tama mereka harus mengamankan jenazah yang tertimbun.
Baca juga: Begini Cara Selandia Baru Gelar Konser Besar Saat Pandemi Covid-19
Peter Carrell, uskup gereja Christchurch mengatakan pembukaan kembali gereja katedral itu akan menjadi tonggak penting.
"Saya pikir ini akan menjadi sangat penting karena akan menyatukan Christchurch kembali," ungkap Carrell dikutip Associated Press (AP). Menurut Carrell, pemugaran kembali akan memulihkan Christchurch setelah gempa.
Namun gereja itu masih belum bisa dibangun sampai 6 tahun sesudahnya. Mempertahankan bangunan yang tersisa ternyata lebih mahal dan memakan waktu daripada menghancurkan dan memulai dari awal.
Sejauh ini, gabungan dana dari asuransi, gereja, dewan dan sumber pemerintah hanya berjumlah sekitar 2/3 dari harga 154 juta dollar Selandia Baru.
Keith Paterson, direktur proyek pembangunan mengatakan tujuannya adalah agar tim penggalangan dana mengumpulkan sisa uang dari donor lokal dan internasional.
Baca juga: Awalnya Tertutup Semak, Begini Transformasi Gereja Berusia 800 Tahun Usai Direnovasi
“Kami sangat yakin kami akan mendapatkan uang ketika proyek selesai,” kata Carrell. “Kami punya banyak uang untuk memulai.”
Di tempat lain di kota itu, bangunan baru bermunculan, bersama dengan taman bermain dan taman yang inovatif.
Namun di tempat beberapa bangunan yang dulu berdiri, kini hanya ada tempat parkir kosong, dan toko serta tempat bisnis yang pindah ke pinggiran kota.
Ada juga perbedaan di lingkungan itu. Bagian-bagian kota di barat terlihat seperti sebelum gempa. Tapi di timur, di mana tanah rawan likuefaksi, seluruh pinggiran kota telah dihancurkan.
Alasan penghancuran, pihak berwenang menganggap tanah itu terlalu tidak stabil untuk dibangun kembali.
Baca juga: Bayi Tewas Usai Dibaptis, Gereja Kristen Ortodoks Romania Dikecam
Beberapa pinggiran kota sekarang terlihat seperti taman raksasa, dengan beberapa pohon buah-buahan dan kabel listrik, satu-satunya tanda bahwa dahulu pernah ada rumah di sana.