Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Damar Juniarto
Praktisi Demokrasi Digital

Executive Director SAFEnet, alumni IVLP 2018 Cyber Policy and Freedom of Expression Online, pendiri Forum Demokrasi Digital, dan penerima penghargaan YNW Marketeers Netizen Award 2018.

Polarisasi Memorakporandakan Demokrasi Amerika

Kompas.com - 11/01/2021, 22:12 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh Damar Juniarto*

“Perpecahan sosial yang mendalam dan ketegangan politik yang akut — polarisasi, suatu istilah yang kini lebih populer — melemahkan kemampuan publik untuk mengekang kecenderungan illiberal politisi terpilih.” - Milan Svolik (2019)

DUNIA dikagetkan dengan serbuan ratusan pendukung Donald Trump ke Gedung Capitol Hill, Amerika Serikat pada 6 Januari 2021. Bermula dari pidato Trump di depan Gedung Putih dalam acara Save America March, ia kembali mengatakan hal yang telah berulang kali dikatakan sebelumnya bahwa pemilihan presiden AS telah dicurangi.

Trump menekankan agar pendukungnya bergerak untuk “stop pencurian” (stop the steal). Trump merujuk pada sidang pembahasan Kongres yang tengah dilakukan di Gedung Capitol, Washington DC. Maka bergeraklah massa pendukung itu berbondong-bondong, melakukan pawai untuk menyelamatkan Amerika.

Yang terjadi kemudian bukanlah pawai untuk menyelamatkan Amerika, melainkan sebuah bencana.

Baca juga: Tak Hanya Merusak, Massa Pro-Trump Juga Cemari Gedung Capitol dengan Urine dan Kotoran Manusia

Setelah pendukung Trump menyerang dengan potongan besi, peralatan kimia dan serbuan terarah kepada aparat keamanan, aparat membalas menggunakan senjata untuk menghentikan serbuan massa.

Empat orang tewas dan setidaknya lusinan orang ditangkap oleh aparat keamanan. Salah satu yang tewas tertembak adalah Ashli Babbitt, veteran tentara AS yang pernah berperang di Irak dan Afghanistan.

Perempuan ini tertembak setelah berupaya memanjat untuk menerobos blokade pintu yang menghalanginya masuk. Ashli Babbitt adalah gambaran dari pendukung setia Trump yang rela untuk mati demi orang yang ia dukung. Yang demikian ini, jumlahnya ternyata cukup banyak dan militan.

Namun Kongres tetap memutuskan Joe Biden menang secara sah dan ia menjadi presiden terpilih menggantikan Donald Trump. Aparat yang terdiri dari polisi, Garda Nasional dan tentara dikerahkan menguasai situasi.

Walikota Washington DC kemudian menerapkan status darurat dan jam malam setidaknya selama 15 hari. Usai peristiwa tersebut, mantan presiden AS Barrack Obama menyebut serbuan ke Gedung Capitol sebagai “peristiwa aib besar dan memalukan”.

Baca juga: Pria yang Pakai Kaus Bertuliskan Kamp Auschwitz Saat Penyerbuan di Capitol AS Teridentifikasi

Wakil presiden AS Mike Pence mengatakan kepada para pendukung Trump bahwa mereka tidak menang, “Kekerasan tidak menang. Kebebasanlah yang menang!”

Kemudian Presiden terpilih AS Joe Biden menyatakan para pelaku bukanlah pemrotes, tetapi teroris domestik. Yang kita dengar kemudian adalah seruan agar Trump dilengserkan dan desakan agar Wapres Mike Pence menggunakan amanden ke-25 Konstitusi AS atau Senat akan mengeluarkan pemakzulan.

Sejumlah platform teknologi, mulai dari Twitter, Facebook, Instagram, Twitch akhirnya memutuskan membekukan akun Donald Trump. Ini pertama kalinya seorang presiden dibekukan akun media sosialnya.

Pendukung Trump bentrok dengan polisi Capitol saat reli menentang pengesahan hasil pemilihan presiden Amerika Serikat 2020 oleh Kongres Amerika Serikat, di Gedung US Capitol, Washington, Amerika Serikat, Rabu (6/1/2021). Hari pengesahan kemenangan presiden terpilih Joe Biden oleh Kongres di Gedung Capitol diwarnai penyerbuan massa pendukung Donald Trump dalam upaya menggagalkan anggota parlemen dari tugas konstitusional mereka.ANTARA FOTO/REUTERS/SHANNON STAP Pendukung Trump bentrok dengan polisi Capitol saat reli menentang pengesahan hasil pemilihan presiden Amerika Serikat 2020 oleh Kongres Amerika Serikat, di Gedung US Capitol, Washington, Amerika Serikat, Rabu (6/1/2021). Hari pengesahan kemenangan presiden terpilih Joe Biden oleh Kongres di Gedung Capitol diwarnai penyerbuan massa pendukung Donald Trump dalam upaya menggagalkan anggota parlemen dari tugas konstitusional mereka.

Reaksi Indonesia

Di Indonesia, serbuan ke Gedung Capitol dibandingkan oleh warganet dengan Aksi 98 dan serbuan Front Pembela Islam. Saya kurang sependapat dengan perbandingan tersebut.

Mereka yang datang ke Gedung Capitol adalah yang telah terpapar polarisasi sejak Pilpres AS tahun 2016. Mereka bukan kelompok pro demokrasi yang memotori Aksi 98 dan jelas bukan serbuan kelompok untuk melakukan kekerasan berbasis agama.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Saat Mahasiswa Columbia University Tolak Bubarkan Diri dalam Protes Pro-Palestina dan Tak Takut Diskorsing... 

Saat Mahasiswa Columbia University Tolak Bubarkan Diri dalam Protes Pro-Palestina dan Tak Takut Diskorsing... 

Global
ICC Isyaratkan Keluarkan Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu, Israel Cemas

ICC Isyaratkan Keluarkan Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu, Israel Cemas

Global
[POPULER GLOBAL] Bom Belum Meledak di Gaza | Sosok Penyelundup Artefak Indonesia

[POPULER GLOBAL] Bom Belum Meledak di Gaza | Sosok Penyelundup Artefak Indonesia

Global
Pria Ini Memeluk 1.123 Pohon dalam Satu Jam, Pecahkan Rekor Dunia

Pria Ini Memeluk 1.123 Pohon dalam Satu Jam, Pecahkan Rekor Dunia

Global
Ukraina Gagalkan 55 Serangan Rusia di Donetsk

Ukraina Gagalkan 55 Serangan Rusia di Donetsk

Global
Datangi Arab Saudi, Menlu AS Bujuk Normalisasi Hubungan dengan Israel

Datangi Arab Saudi, Menlu AS Bujuk Normalisasi Hubungan dengan Israel

Global
Saat Bangladesh Liburkan Sekolah secara Nasional karena Gelombang Panas...

Saat Bangladesh Liburkan Sekolah secara Nasional karena Gelombang Panas...

Global
Sepak Terjang Alexei Navalny, Pemimpin Oposisi Rusia yang Tewas di Penjara

Sepak Terjang Alexei Navalny, Pemimpin Oposisi Rusia yang Tewas di Penjara

Internasional
Bendungan Runtuh Akibat Hujan Lebat di Kenya Barat, 40 Orang Tewas

Bendungan Runtuh Akibat Hujan Lebat di Kenya Barat, 40 Orang Tewas

Global
3 Wanita Mengidap HIV Setelah Prosedur 'Facial Vampir' di New Mexico

3 Wanita Mengidap HIV Setelah Prosedur "Facial Vampir" di New Mexico

Global
Hamas Luncurkan Roket ke Israel dari Lebanon

Hamas Luncurkan Roket ke Israel dari Lebanon

Global
PM Singapura Lee Hsien Loong Puji Jokowi: Kontribusinya Besar Bagi Kawasan

PM Singapura Lee Hsien Loong Puji Jokowi: Kontribusinya Besar Bagi Kawasan

Global
Sejak Apartheid Dihapuskan dari Afrika Selatan, Apa Yang Berubah?

Sejak Apartheid Dihapuskan dari Afrika Selatan, Apa Yang Berubah?

Internasional
Dubai Mulai Bangun Terminal Terbesar Dunia di Bandara Al Maktoum

Dubai Mulai Bangun Terminal Terbesar Dunia di Bandara Al Maktoum

Global
Punggung Basah dan Kepala Pusing, Pelajar Filipina Menderita akibat Panas Ekstrem

Punggung Basah dan Kepala Pusing, Pelajar Filipina Menderita akibat Panas Ekstrem

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com