Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejumlah WNI Perempuan yang Terlibat Aksi Bom Bunuh Diri di Filipina

Kompas.com - 13/10/2020, 17:04 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

MANILA, KOMPAS.com - Penangkapan istri terduga teroris asal Indonesia, Andi Baso, Nana Isirani alias Rezky Fantasya Rullie alias Cici dan dua orang lainnya di Filipina menguak keterlibatan perempuan dalam serangan bom bunuh diri.

Dua bulan lalu, dua ledakan bom bunuh diri yang menewaskan 15 orang dan melukai 75 orang lainnya dilakukan oleh dua janda milisi kelompok Abu Sayyaf. Mereka teridentifikasi sebagai Nanah dan Inda Nay.

Baca juga: Setelah Melahirkan, Istri Terduga Teroris Asal Indonesia Berniat Meledakkan Diri di Filipina

Nanah sempat disebut pejabat militer sebagai Warga Negara Indonesia (WNI), yang kemudian soal kewarganegaraannya kembali diselidiki oleh kepolisian setempat.

"Nah, sampai sekarang pemeriksaan DNA itu tidak pernah dilakukan," kata Konsul Jenderal RI di Kota Davao, Dicky Fabrian.

Sebelum peristiwa tersebut, serangan bom juga dilakukan pasangan suami istri, Rullie dan Ulfah, dari Indonesia.

Mereka meledakan diri di sebuah gereja di Jolo pada 27 Januari 2019, menyebabkan 22 orang meninggal dan 100 lainnya luka.

Keduanya sempat menjalani program deradikalisasi di Indonesia setelah dideportasi dari Istanbul, Turki, karena terlibat dengan kelompok ISIS.

Baca juga: Kemenlu Telusuri Informasi WNI Ditangkap di Filipina akibat Bom Bunuh Diri

Kenapa muncul tren perempuan terlibat aksi bom bunuh diri?

Analis dari Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC), Dyah Ayu Kartika, mengatakan keterlibatan perempuan dalam pelaku aktif teroris dimulai sejak ISIS menyasar kelompok ini pada 2014.

Tak seperti jaringan teroris lama, yaitu Al Qaeda dan Jemaah Islamiyah yang menempatkan perempuan sebagai pengelola keuangan dan perekrutan, tapi ISIS memberi ruang lebih besar untuk melakukan penyerangan.

"Karena itu, ada bahkan section khusus supaya perempuan mau ikut terlibat tidak hanya datang ke Suriah, tapi juga melakukan jihad di tempat masing-masing," kata Dyah kepada BBC News Indonesia, Senin (12/10/2020).

Di Indonesia, pelibatan perempuan untuk mati di dalam aksi terorisme dimulai dari kasus Dian Yuliana Novi yang berencana melakukan bom bunuh diri di Istana Presiden, Desember 2016.

Saat ini, Dian masih mendekam di penjara Bandung setelah melahirkan anak pada 2017.

Baca juga: Gagal Beraksi, Ini Profil WNI yang Hendak Ledakkan Bom Bunuh Diri di Filipina

"Dari situ (kasus Dian) mulai isu di mana perempuan terlibat tak hanya sebagai pelaku bom bunuh diri, tapi juga penyerang yang terlibat di training-training militer. Dan perempuannya sendiri merasa akhirnya terfasilitasi karena selama ini mereka terbatas," kata Dyah.

Berdasarkan riset IPAC, perempuan yang ditangkap karena terlibat aktif aksi terorisme meningkat setelah 2014.

Periode 2000 - 2014, hanya delapan perempuan yang ditangkap karena terkait aksi teroris. Sementara periode 2014 - 2020, perempuan yang ditangkap meningkat empat kali lipat, yaitu 32 orang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com