Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Anak Pesantren di Guinea-Bissau Dilarang Mengemis

BISSAU, KOMPAS.com - Selama bertahun-tahun, organisasi-organisasi hak asasi manusia di Afrika Barat menaruh perhatian pada masalah para siswa pesantren yang dianiaya dan dipaksa mengemis.

Fenomena yang disebut "Talibe" ini terkonsentrasi di Senegal.

"Baru-baru ini, para penjahat yang tidak bermoral semakin sering menggunakan model bisnis pesantren di negara-negara tetangga seperti negara asal saya, Guinea-Bissau."

"Mereka mengambil keuntungan dari fakta menyedihkan bahwa sistem sekolah negeri di sini praktis telah runtuh," kata Suleimane Embalo dari asosiasi perlindungan anak setempat, AGLUCOMI-TSH.

Keluarga miskin khususnya didorong untuk mendaftarkan anak-anak mereka ke pesantren, kata Embalo.

Anak-anak itu diberi makan dan tempat tinggal. Namun tak jarang, anak-anak ini berakhir sebagai pengemis jalanan.

Di sana mereka harus mengemis sepanjang hari, kata Embalo kepada DW. Mereka hanya belajar mengaji--jika ada--di pagi dan sore hari.

Dalam banyak kasus, kondisi kehidupan di sekolah-sekolah itu tidak layak: anak-anak lelaki itu mengalami kelaparan, penyakit dan penghinaan.

Mereka yang tidak patuh akan dianiaya. "Ini mengerikan. Mengemis adalah faktor kemiskinan dan tidak ada hubungannya dengan agama," kata Suleimane Embalo.

Menghadapi tekanan publik, Presiden Guinea-Bissau Umaro Sissoco Embalo berjanji akan menanggulangi problem ini dengan kekuatan penuh.

"Masukkan anak-anak ke sekolah dan hentikan mengirim mereka untuk mengemis. Ini bukan Islam," katanya. "Siapa pun yang mengirim anak mereka ke jalanan, mulai 27 Maret akan berakhir di penjara," ancam presiden.

Menurut Asosiasi Perlindungan Anak Guinea, ada 22 pesantren yang disebut "daaras" di Bissau.

Lebih dari 700 anak berusia antara tiga hingga 18 tahun bersekolah di sana. Setidaknya 200 di antaranya mengemis di jalanan setiap hari. 15 persen dari mereka adalah yatim piatu.

Di masa lalu, media banyak memberitakan tentang para pelajar yang diculik secara ilegal ke negara tetangga, Senegal.

Secara berkala, patroli militer dari Guinea-Bissau mengidentifikasi kelompok anak-anak yang akan dibawa secara diam-diam ini melintasi perbatasan ke Senegal. Kasus-kasus seperti ini dilaporkan secara luas oleh media lokal dan juga internasional.

"Ada juga laporan, misalnya, tentang Daara di Touba, sebelah timur Dakar, di mana anak-anak yang baru tiba dari Guinea-Bissau, Mauritania, Gambia, dan Mali diduga dirantai terlebih dahulu hingga mereka ketakutan," kenang aktivis hak-hak anak, Suleimane Embalo.

Setelah itu, guru-guru mengaji di Senegal diduga memaksa mereka untuk mengemis.

Sama halnya dengan Guinea-Bissau dan negara-negara lain di kawasan ini, di Senegal juga tidak ada aturan baku untuk membuka pesantren.

Setiap orang bisa menyebut dirinya "marabout", yaitu guru mengaji. Karena alasan ini, ada marabout di banyak tempat yang tidak tertarik untuk mengajar anak-anak, tetapi hanya mengeksploitasi mereka, kata Embalo.

Artikel ini pernah dimuat di DW Indonesia dengan judul Guinea-Bissau Larang Siswa Pesantren Mengemis.

https://www.kompas.com/global/read/2023/04/03/164600670/anak-pesantren-di-guinea-bissau-dilarang-mengemis

Terkini Lainnya

Akibat Israel Serang Rafah, Perundingan Gencatan Senjata Buntu Lagi

Akibat Israel Serang Rafah, Perundingan Gencatan Senjata Buntu Lagi

Global
Banyak Orang Asia hingga Amerika Latin Diperkirakan Konsumsi Serangga

Banyak Orang Asia hingga Amerika Latin Diperkirakan Konsumsi Serangga

Global
Ramai soal Pengguna Media Sosial Blokir Artis-artis Ternama, Ada Apa?

Ramai soal Pengguna Media Sosial Blokir Artis-artis Ternama, Ada Apa?

Internasional
Menlu AS di Ukraina untuk Memastikan Hal Ini

Menlu AS di Ukraina untuk Memastikan Hal Ini

Global
Senator AS Apresiasi Sikap Biden Tak Jadi Kirim Bom Seberat 907 Kg untuk Israel

Senator AS Apresiasi Sikap Biden Tak Jadi Kirim Bom Seberat 907 Kg untuk Israel

Global
Untuk Pertama Kalinya, Pejabat Militer Pentagon Mundur karena Perang Gaza

Untuk Pertama Kalinya, Pejabat Militer Pentagon Mundur karena Perang Gaza

Global
Jutaan Migran Tak Bisa Memilih dalam Pemilu Terbesar di Dunia

Jutaan Migran Tak Bisa Memilih dalam Pemilu Terbesar di Dunia

Internasional
Pesawat Tempur Israel Mengebom Kamp Pengungsi Nuseirat, 14 Tewas Termasuk Anak-anak

Pesawat Tempur Israel Mengebom Kamp Pengungsi Nuseirat, 14 Tewas Termasuk Anak-anak

Global
AS Tak Percaya Terjadi Genosida di Gaza

AS Tak Percaya Terjadi Genosida di Gaza

Global
AS Hancurkan Sebagian Jembatan Baltimore yang Ambruk untuk Bebaskan Kapal Terjebak

AS Hancurkan Sebagian Jembatan Baltimore yang Ambruk untuk Bebaskan Kapal Terjebak

Global
Pedemo Israel Cegat Truk Bantuan ke Gaza, Banting Makanan sampai Berserakan

Pedemo Israel Cegat Truk Bantuan ke Gaza, Banting Makanan sampai Berserakan

Global
[POPULER GLOBAL] Lampu Lalin Unta | Thailand SIta 1 Ton Meth Kristal

[POPULER GLOBAL] Lampu Lalin Unta | Thailand SIta 1 Ton Meth Kristal

Global
Rangkuman Hari Ke-810 Serangan Rusia ke Ukraina: Gempuran 30 Kota | Apartemen Roboh

Rangkuman Hari Ke-810 Serangan Rusia ke Ukraina: Gempuran 30 Kota | Apartemen Roboh

Global
Ukraina Serang Fasilitas Energi Rusia Dekat Perbatasan

Ukraina Serang Fasilitas Energi Rusia Dekat Perbatasan

Global
Kampanye Keselamatan Lalu Lintas, Perancis Gaungkan Slogan 'Berkendaralah Seperti Perempuan'

Kampanye Keselamatan Lalu Lintas, Perancis Gaungkan Slogan "Berkendaralah Seperti Perempuan"

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke