Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Curhat WN Ukraina di Bali soal Wacana Pencabutan Visa on Arrival

Selain Rusia, angka turis Ukraina juga bertambah, yang di bulan Januari lalu saja mencapai 2.500 orang, seperti dilaporkan Channel News Asia mengutip data pemerintah.

Ini artinya sudah ada lebih dari sepertiga total jumlah warga Ukraina yang datang ke Bali tahun lalu, yakni sekitar 7.000 orang.

Kepala Dinas Pariwisata Bali Tjokorda Bagus Pemayun membenarkan bahwa sejak perang yang terjadi di Ukraina, jumlah warga Rusia dan Ukraina yang datang ke Bali meningkat.

Rumah kedua bagi sebagian warga Ukraina

Setelah Rusia menginvasi Ukraina setahun lalu, Bali menjadi salah satu tempat yang aman bagi sebagian warga Ukraina yang harus meninggalkan tempat tinggalnya.

"Saya menerbangkan ibu saya ke Bali ketika perang terjadi di sana, melalui perbatasan ke Polandia sebelum bisa sampai ke sini. Usianya 59 tahun dan sekarang ia aman bersama saya di sini," tutur Oleksandra Makharynets, warga Ukraina yang sudah tinggal lima tahun di Bali.

Oleksandra mengaku jika Bali selalu menjadi tempat tinggal impiannya dan kini terasa lebih lengkap karena ibunya tinggal bersamanya dengan aman.

Ia memutuskan untuk tinggal di Bali untuk mengembalikan kesehatan mentalnya, setelah mengalami depresi akibat kondisi perang yang tak kunjung baik.

"Hampir tidak ada tempat yang aman di Ukraina sekarang. Kami cukup beruntung jika masih hidup," ujarnya yang pernah terlibat di Palang Merah.

"Tadinya saya ke Bali hanya untuk rehat sejenak dari kesibukan dan rencananya pulang lagi ke Kyiv, tapi kemudian invasi terjadi dan saya tidak bisa pulang karena sekarang sudah tidak punya tempat untuk pulang."

Pria yang memiliki keahlian IT ini mengatakan sanak saudaranya sudah ada yang mengungsi ke beberapa negara di Eropa.

"Saya suka tinggal di Bali, mungkin kalau bisa, saya akan menetap di sini, entahlah... saya pikir semua orang Ukraina saat ini tidak bisa berencana karena situasi di sana yang tidak menentu."

Dmytro mengaku bergantung pada uang tabungannya untuk bisa hidup di Bali.

Bantuan finansial dari mantan suaminya dan pekerjaan daring dari sebuah perusahaan di Italia membuatnya bisa bertahan hidup di Bali.

"Saya suka sekali pulau ini, karena tanpa disangka-sangka, Bali mengingatkan saya pada rumah, kampung halaman saya, segala sesuatunya mudah, pelayanannya baik, saya mengalami musim panas sepanjang tahun, dan komunitas Ukraina di sini juga solid."

"Kami paham bahwa kami di sini adalah tamu dan kami harus hidup sesuai dengan hukum dan aturan negara yang telah dengan tangan terbuka menerima kami," jelas Masha.

Kesadaran ini pula yang membuat mereka lebih memilih mengabaikan keberadaan warga Rusia di Bali agar mereka tidak terprovokasi.

"Kami mencoba menghormati hukum semaksimal mungkin dan tidak terlibat konfrontasi ... saya pikir sulit untuk menemukan orang Ukraina di sini yang berkomunikasi dengan orang Rusia," tutur Masha.

Sementara Dmytro merasa tidak terganggu dengan kehadiran turis Rusia yang meningkat di Bali.

Sebagai salah satu penggerak komunitas Ukraina di Bali, ia malah menggelar sejumlah kegiatan positif seperti malam budaya atau klub buku untuk saling menguatkan warga Ukraina di Bali.

"Kami tidak sama"

Pekan lalu, Gubernur Bali Wayan Koster mengumumkan rencana pencabutan Visa on Arrival bagi warga Rusia dan Ukraina yang tiba di Bali.

"Karena dua negara lagi perang, mereka enggak nyaman di negaranya. Mereka pun ramai-ramai datang ke Bali, termasuk orang yang tidak berwisata juga kembali untuk mencari kenyamanan, termasuk juga untuk bekerja," jelasnya.

Tingginya angka pelanggaran oleh warga dari dua negara tersebut menurut Koster adalah alasan bagi pencabutan Visa on Arrival.

Tapi Duta Besar Ukraina untuk Indonesia Vasyl Hamianin mempertanyakan klaim Koster.

"Dari 2019 sampai sekarang, empat tahun, hanya delapan warga Ukraina (yang bermasalah), bukan 800, hanya delapan. Bahkan bukan 88," katanya.

Ia mengatakan, "menyamakan Rusia dan Ukraina merupakan hal yang menyinggungnya", terlebih banyak di antara warganya yang juga ikut berkontribusi pada kehidupan di Bali.

Ini juga disepakati oleh warga Ukraina lainnya di Bali, Oleksandra.

"Ukraina tidak sama dengan Rusia, kami tidak sama, jadi tolong jangan samakan kami," ujar Oleksandra.

"Dari sudut pandang politik, mungkin logis untuk menyatukan dua pihak yang bertikai ke dalam satu konflik yang sama, tapi kami ingin Bali bisa membedakan siapa agresor yang sesungguhnya dan siapa korbannya."

"Dan begitu perang usai, mereka sangat ingin pulang."

"Saya cinta Bali, tapi saya ingin pulang"

Valeria berencana tinggal di Bali setidaknya selama enam bulan sampai masa berlaku visa kunjungan bisnisnya habis.

"Saya suka alam Bali, orang-orangnya, suasananya, tapi sayangnya tinggal di sini tidak murah."

"Indonesia juga tidak punya program khusus untuk warga Ukraina yang terdampak perang, jadi saya masih belum tahu apa rencana selanjutnya."

Sementara warga Ukrania lain seperti Oleksandra yang sudah menetap di Indonesia, berusaha membantu kondisi warga sebangsanya.

"Kami selalu memikirkan apa yang bisa kami lakukan untuk warga Ukrania di sini, sambil melakukan apa yang bisa kami lakukan untuk membantu negara kami."

Dmytro berkejaran dengan saldo tabungannya yang mulai menipis.

"Saya cinta Bali, tapi saya ingin pulang," katanya.

"Sayangnya, kami tidak tahu kapan atau apakah kami bisa pulang ... Rusia telah merenggut rumah kami," tutup Dmytro.

https://www.kompas.com/global/read/2023/03/20/202800770/curhat-wn-ukraina-di-bali-soal-wacana-pencabutan-visa-on-arrival

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke