Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Berguru pada Vietnam

Kata “berguru” penulis pilih ketimbang kata “belajar” karena memang Indonesia perlu benar-benar dididik dan memosisikan diri sebagai murid dihadapan Vietnam.

Negeri yang berada dalam lingkar konsentris inti bagi Indonesia ini diharapkan bisa mengubah pandangan Indonesia tentang pentingnya memiliki etika politik dalam kehidupan bernegara.

Di luar statusnya sebagai negara komunis, harus diakui bahwa Vietnam adalah negara yang sangat prinsipil dan ketat dalam menegakan aturan.

Faktor paling esensial yang menjadi fondasi bagi tegaknya aturan di Vietnam salah satunya terletak pada kuatnya etika politik di dalam jiwa para pemimpinnya.

Berguru etika politik

Etika politik di Vietnam bukan sekadar slogan dan retorika. Melainkan sebagai aktualisasi sikap yang gejala-gejalanya dapat dilihat dari perkembangan terkini pascapengunduran diri Presiden Nguyen Xuan Phuc pada selasa 17 Januari 2023 lalu.

Nguyen Xuan mengundurkan diri setelah ada pejabat yang menjadi bawahanya dari partai komunis terjerat kasus korupsi.

Pengunduran diri tersebut cukup mengejutkan banyak pihak. Masa jabatan Presiden Nguyen Xuan baru berjalan kurang dari dua tahun terhitung sejak 2021.

Selain itu, peristiwa pengunduran diri seorang kepala pemerintahan terutama yang usia kepemimpinanya baru seumur jagung di kawasan Asia Tengara amat jarang terjadi.

Setidaknya dalam masa kontemporer, hanya terdapat dua nama yang mengundurkan diri dari jabatannya sebagai kepala pemerintahan, yakni Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin dan Presiden Nguyen Xuan.

Meskipun PM Yassin dan Presiden Nguyen Xuan mundur karena motif dan latarbelakang berbeda, tetapi keduanya sama-sama mundur di usia kepemimpinan yang kurang dari dua tahun.

Kesamaan penting lainnya ialah bahwa keduanya tidak berusaha untuk mempertahankan kekuasannya secara mati-matian.

Sebaliknya, yang terjadi Vietnam justru kelegowoan sikap dalam melepas jabatan presitisius. Suatu hal yang sebebenarnya amat jarang terjadi dalam priktek dan tradisi kekuasaan di negara-negara ASEAN terutama Indonesia.

Entah peristiwa ini akan menjadi model dan budaya baru dalam dunia kepemimpinan politik di ASEAN atau hanya suatu peristiwa langka.

Yang jelas Indonesia tidak hanya harus belajar, tetapi juga berguru untuk mengambil sisi positif di balik peristiwa pengunduran diri seorang pemimpin negara.

Ada beberapa pelajaran penting dan amat berharga yang bisa dipetik dari peristiwa tersebut.

Pertama, pengunduruan diri Presiden Nguyen Xuan harus dilihat sebagai manifestasi adanya budaya malu dari seorang pemimpin ketika ada bawahannya yang melakukan kesalahan.

Budaya malu ini dalam ruang lingkup etik bersalin rupa sebagai komitmen terhadap peran serta tanggung jawab seorang pemimpin di hadapan rakyatnya.

Adanya kesetiaan terhadap ikrar yang diucapkan di atas penghayatan nilai-nilai yang perlu dan pantas ditegakan oleh seorang pemimpin negara adalah konfigurasi yang amat keren.

Dalam hal ini di Vietnam, upaya penegakan nilai serta aturan oleh seorang pemimpin sekali lagi tidak hanya sekadar cuap-cuap atau bersifat simbolik. Melainkan sudah terlihat dari gejala-gejala dan fakta-faktanya.

Bahkan upaya pembersihan dari praktik korup di Vietnam sampai harus mengorbankan pemimpinnya. Ini pemandangan yang belum tentu terjadi di Indonesia.

Kedua, peristiwa pengunduran diri Presiden Vietnam memperlihatkan bahwa di negeri tersebut, norma-norma dan konstitusi (aturan tertulis) tidaklah mati.

Konstitusi dan falsafah di Vietnam memiliki ruh dan energi sehingga dirasakan keberadaanya. Energi itu bersumber dari kesadaran para pemimpinnya dalam menjalankan etika politik.

Franz Magnis Suseno dalam karyanya berjudul “Etika Dasar: Masalah-masalah pokok Filsafat Moral”, menuliskan bahwa secara substantif etika adalah usaha manusia untuk memakai akal budi dan daya pikirnya untuk memecahkan masalah bagaimana ia harus hidup kalau ia ingin menjadi baik.

Sementara dalam ruang lingkup politik dan kekuasaan, kesadaran etik menjadi lebih luas dan menjangkau pertanggungjawaban seorang pemimpin terhadap Tuhannya dan terhadap rakyatnya.

Tanpa kesadaran etika politik hukum dan aturan tertulis hanya akan menjadi seonggok berkas yang tidak berdaya dalam menjamin berjalannya visi bernegara.

Dengan lain perumpamaan, konstitusi hanyalah instrumen yang ruh dan energinya amat ditentukan oleh sejauh mana kesadaran etik para pemimpinnya.

Sementara itu pelajaran penting ketiga ialah terletak pada kesanggupan Vietnam dalam menjalankan komitmen bersama secara konsisten. Salah satunya dalam komitmen untuk melakukan pemberantasan korupsi.

Komitmen itu diperlihatkan tanpa pandang situasi. Bahkan di tengah kemajuan seperti yang dicapai Vietnam dalam berbagai bidang belakangan ini, tidak membuat Presiden Nguyen Xuan beralasan untuk mempertahankan kekuasaanya.

Pengunduran diri di tengah catatan gemilang

Vietnam menjadi salah satu negara di Asia Tenggara yang tengah mencapai pertumbuhan ekonomi cukup tinggi.

Laporan Bank Dunia bertajuk Global Economic Prospects yang dirilis pada Januari 2023, memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Vietnam yang akan mencapai 6,3 persen pada 2023.

Vietnam menjadi salah satu dari tiga negara ASEAN yang mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 7 persen pada tahun sebelumnya.

Meski terbilang melandai dibanding tahun sebelumnya, tetapi Bank Dunia tanpa ragu memproyeksikan kemajuan ekonomi Vietnam di atas banyak negara Asia karena bertumpu pada sektor ekspor yang terus menguat.

Catatan pertumbuhan ekonomi bukan satu-satunya prestasi bagi Vietnam. Misalnya dalam bidang investasi energi terbarukan sebagai energi masa depan di mana Vietnam menjadi negara dengan kapasitas tenaga surya terbesar di antara negara di kawasan ASEAN sejak 2020.

Modal ini penting untuk dilihat sebagai proyeksi besar dari pemanfaatan teknologi masa depan bagi Vietnam.

Indonesia perlu merasa iri terhadap raihan-raihan yang dicapai oleh Vietnam terutama dalam bidang-bidang krusial mencakup ekonomi, teknologi politik dan termasuk olahraga (khususnya sepak bola).

Sebab untuk aspek yang terakhir ini, Indonesia sudah sangat tertinggal dari Vietnam yang menjadi kekuatan sepak bola baru tidak hanya di Asia Tenggara tetapi juga level Asia.

Tetapi kendati demikian, semua capaian yang sedang dan akan diraih oleh Vietnam tidak membutakan pemimpinnya untuk menjunjung komitmen dan memperlihatkan budaya malu dari tanggungjawabnya.

Untuk kesekian kalinya dalam tulisan ini, Indonesia benar-benar perlu berguru pada tetangganya tersebut.

https://www.kompas.com/global/read/2023/03/01/111603870/berguru-pada-vietnam

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke