"Sri Lanka hari ini--yang berutang banyak kepada China--membuat beberapa taruhan sangat bodoh tentang masa depan ekonomi mereka, dan sebagai akibatnya menderita konsekuensi cukup besar, baik secara ekonomi maupun politik," kata Burns di Aspen Security Forum, dikutip dari kantor berita AFP.
"Itu, saya pikir, seharusnya menjadi pelajaran penting bagi banyak negara lain--tidak hanya di Timur Tengah atau Asia Selatan, tetapi di seluruh dunia--untuk membuka mata lebar-lebar tentang transaksi semacam itu," lanjutnya.
AFP melaporkan, China banyak berinvestasi di Sri Lanka yang letaknya strategis di Samudera Hindia dan berdekatan dengan rivalnya yaitu India, serta bekerja sama erat dengan mantan presiden Gotabaya Rajapaksa.
Eks presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa kabur dan mengundurkan diri pekan lalu saat menghadapi protes massal atas kondisi ekonomi yang mengerikan. Sri Lanka hampir kehabisan pasokan makanan dan bahan bakar.
Sri Lanka diketahui banyak meminjam uang dari China untuk mendanai proyek infrastruktur, tetapi beberapa di antaranya tidak terpakai.
Pada 2017, Sri Lanka tidak dapat melunasi pinjaman 1,4 miliar dollar AS (Rp 20,99 triliun) untuk membangun pelabuhan di selatan negara itu, dan terpaksa menyewakan fasilitas tersebut kepada perusahaan China selama 99 tahun.
Di dekat pelabuhan itu ada Bandara Rajapaksa, dibangun dengan dana pinjaman 200 juta dollar AS (Rp 2,99 triliun) dari China, yang sangat jarang digunakan sampai pernah tidak sanggup membayar tagihan listriknya.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken juga secara terbuka menyalahkan blokade Rusia terhadap ekspor gandum Ukraina sebagai faktor yang berkontribusi dalam krisis Sri Lanka bangkrut, karena mengakibatkan kenaikan tajam harga makanan.
https://www.kompas.com/global/read/2022/07/21/153400070/sri-lanka-bangkrut-kepala-cia--gara-gara-utang-bodoh-ke-china