Sejauh ini, jumlah orang yang dilaporkan jatuh sakit naik menjadi hampir 1,5 juta.
Dilansir Guardian, negara yang terisolasi itu melaporkan kenaikan besar lainnya dalam kasus baru yang terus disebut sebagai "demam" pada Selasa (17/5/2022).
Ini terjadi beberapa hari setelah mereka mengakui telah mengidentifikasi infeksi Covid-19 untuk pertama kalinya sejak dimulainya pandemi global.
Korut mencatat 269.510 kasus tambahan dan enam kematian lagi, sehingga jumlah total yang tewas menjadi 56 sejak akhir bulan lalu.
Sekitar 1,48 juta orang telah terinfeksi virus sejak kasus pertama dilaporkan Kamis (12/5/2022) lalu dan setidaknya 663.910 orang dikarantina, menurut angka resmi.
Wabah ini hampir pasti lebih besar dari penghitungan resmi, mengingat kurangnya tes dan sumber daya untuk memantau dan merawat orang sakit.
Wabah Covid-19 yang signifikan dapat memicu krisis kemanusiaan di Korea Utara, di mana ekonomi telah terpukul oleh penutupan perbatasannya yang dipaksakan oleh pandemi dengan China, mitra dagang utamanya.
Bencana alam, dan sanksi internasional selama bertahun-tahun yang diberlakukan sebagai tanggapan terhadap uji coba rudal balistik juga turut mempengaruhi.
Rezim tersebut dianggap tidak memvaksinasi penduduknya dan tidak memiliki akses ke obat antivirus yang telah digunakan untuk mengobati Covid-19 di negara lain.
Rumah sakitnya memiliki sedikit sumber daya perawatan intensif untuk mengobati kasus yang parah, dan kekurangan gizi yang meluas telah membuat populasi 26 juta lebih rentan terhadap penyakit serius.
“Kelihatannya sangat buruk,” kata Owen Miller, dosen studi Korea di School of Oriental and African Studies, London University.
“Mereka menghadapi penyebaran Omicron yang merajalela tanpa perlindungan dari vaksin, tanpa kekebalan dalam populasi dan tanpa akses ke sebagian besar obat yang telah digunakan untuk mengobati Covid di tempat lain,” tambahnya.
Tawaran bantuan dari luar sejauh ini disambut dengan diam.
Sebaliknya, ada kekhawatiran bahwa pemimpin negara itu, Kim Jong Un, mungkin bersedia menerima sejumlah besar kasus dan kematian yang “dapat dikelola” untuk menghindari membuka negaranya terhadap pengawasan internasional.
Sejak melaporkan kasus pertamanya minggu lalu, mesin propaganda Korea Utara telah menggambarkan virus sebagai musuh yang dapat dikalahkan melalui penguncian, karantina, dan kewaspadaan yang lebih besar.
Kantor berita KCNA yang dikelola negara telah melaporkan pengiriman obat-obatan yang tidak ditentukan ke apotek oleh unit medis tentara, dan kampanye kesehatan masyarakat yang menyerukan pemakaian masker dan jarak sosial.
Tetapi tingkat pengujian jauh di bawah apa yang dibutuhkan untuk membentuk gambaran wabah yang akurat dan untuk mengidentifikasi dan mengisolasi pasien dengan cepat.
Beberapa pengamat berspekulasi bahwa pihak berwenang sengaja tidak melaporkan kasus untuk mengurangi tekanan pada Kim.
Korea Utara hanya melakukan 64.200 tes sejak awal pandemi, menurut Organisasi Kesehatan Dunia, dibandingkan dengan 172 juta di Korea Selatan.
Kim, yang mengatakan wabah itu menyebabkan “kekacauan besar”, mendapati dirinya harus menyeimbangkan langkah-langkah kesehatan masyarakat dengan upaya untuk menghidupkan kembali ekonomi yang hancur.
https://www.kompas.com/global/read/2022/05/18/170000070/para-ahli-sebut-korea-utara-berada-di-ambang-bencana-covid-19