Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Militer Myanmar Tak Melunak, Protes Pukul Panci dan Wajan Kini Dianggap Pengkhianatan

NAYPYIDAW, KOMPAS.com - Warga Myanmar yang memukul panci dan wajan sebagai protes atas kudeta tahun lalu dapat didakwa dengan pengkhianatan tingkat tinggi.

Peringatan itu dikeluarkan junta pada Selasa (25/1/2022), beberapa hari menjelang peringatan satu tahun kudeta militer Myanmar.

Kudeta 1 Februari menggulingkan pemerintah Aung San Suu Kyi dan mengirim negara Asia Tenggara itu ke dalam kekacauan, dengan ekonomi terjun bebas dan hampir 1.500 warga sipil tewas dalam tindakan keras terhadap perbedaan pendapat.

Hampir setahun junta berjuang mematahkan perlawanan terhadap kekuasaannya. Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF) bentrok secara teratur dengan pasukan junta di banyak daerah.

Militer telah menyatakan semua kelompok PDF, serta "Pemerintah Persatuan Nasional" (NUG) yang didominasi oleh anggota parlemen dari partai Suu Kyi, sebagai "teroris".

AFP mewartakan sebuah pernyataan pada Selasa (25/1/2022) menyatakan, kelompok PDF dan NUG mendorong orang untuk "menghancurkan stabilitas negara ... dengan melakukan pemogokan, bertepuk tangan, memukul panci dan wajan, membunyikan klakson mobil dan lain-lain".

Mereka yang terlibat dalam protes "atau yang menyebarkan propaganda" terhadap militer atau dengan melakukan agitasi terhadap militer, dapat didakwa dengan pengkhianatan tingkat tinggi di bawah undang-undang anti-terorisme, tambahnya.

Sejak kudeta militer Myanmar, kota-kota di seluruh Myanmar secara berkala melakukan protes dengan membunyikan suara dari pukulan panci dan wajan, sebuah praktik yang secara tradisional dikaitkan dengan usaha mengusir roh jahat.

Pada Desember "Aksi Pemogokan" mengosongkan kota-kota di seluruh negeri ketika, pengunjuk rasa menandai Hari Hak Asasi Manusia.

Pengkhianatan dan pelanggaran teror dapat dikenakan hukuman mulai dari tiga tahun penjara sampai mati, meskipun Myanmar belum melakukan eksekusi yudisial dalam beberapa dekade.

Sejak kudeta militer Myanmar hampir 1.500 orang telah dibunuh oleh pasukan keamanan dan lebih dari 11.000 ditangkap, menurut kelompok pemantau lokal.

Pada Selasa (25/1/2022), Human Rights Watch menyerukan sanksi untuk memblokir pembayaran mata uang asing ke junta dari industri gas alam Myanmar yang menguntungkan.

Pernyataan itu muncul beberapa hari setelah raksasa energi Total Energies dan Chevron mengatakan bahwa mereka akan meninggalkan negara itu, menyusul tekanan dari kelompok hak asasi manusia untuk memutuskan hubungan keuangan dengan junta militer.

"Pendapatan gas alam untuk junta akan terus berlanjut karena perusahaan lain akan mengambil alih operasi mereka," kata John Sifton, direktur advokasi Asia dari kelompok hak asasi manusia.

PTT milik negara Thailand dan POSCO Korea Selatan, dua perusahaan energi utama yang tersisa di Myanmar, harus memberi sinyal dukungan mereka untuk tindakan semacam itu, desaknya.

"Para pemimpin Junta tidak akan berpaling dari kebrutalan dan penindasan mereka, kecuali dengan memberikan tekanan keuangan yang lebih signifikan kepada mereka."

https://www.kompas.com/global/read/2022/01/27/131500970/militer-myanmar-tak-melunak-protes-pukul-panci-dan-wajan-kini-dianggap

Terkini Lainnya

Mengenal Apa Itu Chloropicrin, Senjata Kimia yang AS Tuduh Rusia Pakai di Ukraina

Mengenal Apa Itu Chloropicrin, Senjata Kimia yang AS Tuduh Rusia Pakai di Ukraina

Global
Argentina Luncurkan Uang Kertas 10.000 Peso, Setara Rp 182.000

Argentina Luncurkan Uang Kertas 10.000 Peso, Setara Rp 182.000

Global
Majikan Ditemukan Meninggal, PRT Ini Sebut karena Bunuh Diri dan Diwarisi Rp 43,5 Miliar

Majikan Ditemukan Meninggal, PRT Ini Sebut karena Bunuh Diri dan Diwarisi Rp 43,5 Miliar

Global
Membaca Arah Kepemimpinan Korea Utara dari Lagu Propaganda Terbaru

Membaca Arah Kepemimpinan Korea Utara dari Lagu Propaganda Terbaru

Internasional
Apa Saja yang Perlu Diketahui dari Serangan Israel di Rafah?

Apa Saja yang Perlu Diketahui dari Serangan Israel di Rafah?

Global
AS Disebut Hentikan Pengiriman 3.500 Bom ke Israel karena Kekhawatiran akan Serangan ke Rafah

AS Disebut Hentikan Pengiriman 3.500 Bom ke Israel karena Kekhawatiran akan Serangan ke Rafah

Global
Rangkuman Hari Ke-804 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Dilantik untuk Periode Ke-5 | Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky

Rangkuman Hari Ke-804 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Dilantik untuk Periode Ke-5 | Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky

Global
Jepang Dinilai Joe Biden Xenofobia, Benarkah?

Jepang Dinilai Joe Biden Xenofobia, Benarkah?

Internasional
AS Optimistis Usulan Hamas Direvisi Lancarkan Gencatan Senjata di Gaza

AS Optimistis Usulan Hamas Direvisi Lancarkan Gencatan Senjata di Gaza

Global
6 Bulan Jelang Pilpres AS, Siapa Bakal Cawapres Trump?

6 Bulan Jelang Pilpres AS, Siapa Bakal Cawapres Trump?

Global
Kabinet Perang Israel Putuskan Lanjutkan Operasi di Rafah Gaza meski Dikecam Internasional

Kabinet Perang Israel Putuskan Lanjutkan Operasi di Rafah Gaza meski Dikecam Internasional

Global
Saat Protes Pro-Palestina oleh Mahasiswa Menyebar di Belanda, Jerman, Perancis, Swiss, dan Austria...

Saat Protes Pro-Palestina oleh Mahasiswa Menyebar di Belanda, Jerman, Perancis, Swiss, dan Austria...

Global
Israel Didesak Buka Kembali Penyeberangan Rafah Gaza, AS Ikut Bersuara

Israel Didesak Buka Kembali Penyeberangan Rafah Gaza, AS Ikut Bersuara

Global
[POPULER GLOBAL] Hamas Setujui Usulan Gencatan Senjata | Pielieshenko Tewas Bela Ukraina

[POPULER GLOBAL] Hamas Setujui Usulan Gencatan Senjata | Pielieshenko Tewas Bela Ukraina

Global
Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky yang Dirancang Rusia

Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky yang Dirancang Rusia

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke