KOMPAS.com - Sebanyak 50.000 nomor telepon di seluruh dunia, mayoritas jurnalis dan aktivis, dipantau oleh pemerintah lewat spyware buatan Israel.
Perusahaan Israel, NSO Group, dituduh menyuplai spyware Pegasus ini ke para kliennya, termasuk pemerintah.
Laporan tersebut diungkap hasil investigasi dari The Washington Post, The Guardian, Le Monde dan beberapa outlet berita lainnya yang berkolaborasi dalam penyelidikan kebocoran data.
The Washington Post melaporkan, daftar nomor ponsel pintar tersebut dibagikan oleh Forbidden Stories dan Amnesty International kepada media-media yang terlibat.
Forbidden Stories merupakan sebuah organisasi nirlaba jurnalisme yang berbasis di Paris, Perancis, sebagaimana dilansir AFP.
Penyelidikan itu mengungkapkan urusan privasi dan mengungkapkan sejauh mana perangkat lunak perusahaan swasta Israel itu disalahgunakan oleh klien-kliennya.
Lebih dari 50.000 nomor ponsel pintar yang diyakini telah diidentifikasi sebagai orang yang “diminati” oleh klien-klien NSO Group sejak 2016.
The Washington Post mengatakan, sekitar 15.000 dari nomor tersebut berada di Meksiko. Pemiliknya meliputi politikus, perwakilan serikat pekerja, jurnalis, dan kritikus pemerintah.
Beberapa jurnalis lepas Meksiko yang dibunuh memiliki nomor telepon yang masuk daftar tersebut. Teleponnya tidak pernah ditemukan, dan tidak jelas apakah itu telah diretas.
Sementara itu, media investigasi asal India, The Wire, melaporkan bahwa 300 nomor ponsel tersebut berasal dari India.
Di antara nomor-nomor tersebut terdapat nomor menteri, politikus oposisi, jurnalis, ilmuwan, dan aktivis hak asasi manusia.
Jumlah tersebut termasuk lebih dari 40 jurnalis India dari media besar seperti Hindustan Times, The Hindu, Indian Express, serta dua editor pendiri The Wire.
Pada 2021, pemerintah India membantah bahwa mereka telah menggunakan malware untuk memata-matai warganya setelah WhatsApp mengajukan gugatan di AS terhadap NSO.
The Washington Post mengatakan, analisis dari 37 ponsel pintar yang masuk daftar menunjukkan adanya upaya dan berhasil dalam peretasan perangkat.
Penggunaan Pegasus untuk meretas telepon wartawan Al Jazeera dan wartawan Maroko telah dilaporkan sebelumnya oleh Citizen Lab dan Amnesty International.
Mata-mata saku
Laporan itu mengatakan banyak nomor dalam daftar itu berasal daro 10 negara seperti Azerbaijan, Bahrain, Hongaria, India, Kazakhstan, Meksiko, Maroko, Rwanda, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab (UEA).
Investigasi yang dilakukan media-media tersebut juga menemukan, dinas keamanan Maroko menggunakan spyware untuk menargetkan sekitar 30 jurnalis dan eksekutif media Perancis.
Pegasus dilaporkan merupakan spyware yang sangat invasif yang dapat mengaktifkan kamera ponsel dan mikrofon target.
Tak hanya itu, spyware tersebut juga dapat serta mengakses data pada ponsel pintar dan secara efektif mengubah ponsel menjadi “mata-mata saku”.
NSO Group membantah laporan tersebut dan menyebut laporan investigasi itu sebagai asumsi yang salah.
Perusahaan tersebut bahkan mengancam akan mengancam lewat jalur hukum dengan gugatan pencemaran nama baik.
"Kami dengan tegas menyangkal tuduhan palsu yang dibuat dalam laporan mereka," kata NSO Group.
"Kami ingin menekankan bahwa NSO menjual teknologinya semata-mata kepada penegak hukum dan badan intelijen dari pemerintah dengan tujuan tunggal untuk menyelamatkan nyawa melalui pencegahan kejahatan dan aksi teror," sambung perusahaan itu.
Sebelumnya, Citizen Lab juga melaporkan pada Desember 2020 bahwa ponsel pintar milik sekitar tiga lusin jurnalis Al Jazeera ditargetkan oleh Pegasus.
Didirikan pada 2010 Shalev Hulio dan Omri Lavie, NSO Group berbasis di kawasan pusat teknologi Israel di Herzliya, dekat Tel Aviv.
https://www.kompas.com/global/read/2021/07/19/180910670/50000-nomor-telepon-dipantau-spyware-pegasus-buatan-israel-mayoritas