PARIS, KOMPAS.com - Sebanyak 13 anak muda dari berbagai lokasi di Perancis menghadapi dakwaan atas kasus perundungan online terhadap seorang remaja, yang mengunggah kritik terhadap Islam secara online.
Belasan remaja yang melakukan perundungan online itu, disebut telah mengirimkan ribuan pesan kekerasan. Mereka kini terancam hukuman penjara dan denda.
Pengadilan dua hari yang berakhir Selasa (22/6/2021), adalah kasus pertama sejak Perancis membentuk pengadilan baru, untuk menuntut kejahatan online pada Januari.
Langkah itu dibuat dalam upaya menghukum dan mencegah perundungan di dunia maya.
Tuduhan dalam persidangan termasuk pelecehan online, ancaman kematian online, dan ancaman pemerkosaan online.
Remaja, yang diidentifikasi secara publik hanya dengan nama depannya, Mila, telah menerima ancaman pembunuhan karena videonya yang mengkritik Islam diunggah ke Instagram dan TikTok.
Dia pertama kali mulai mengunggah videonya dua tahun lalu, ketika berusia 16 tahun.
Newsweek pada Rabu (23/6/2021) mewartakan, dalam pengadilan Mila yang menggambarkan dirinya sebagai seorang ateis.
"Saya tidak suka agama apa pun, bukan hanya Islam," klaimnya.
Kasus ini juga menimbulkan pertanyaan mengkhawatirkan tentang kebebasan berekspresi, kebebasan untuk mengkritik, dan penghormatan terhadap jutaan Muslim Perancis.
Tapi yang terpenting, kasus ini dilihat sebagai peradilan terkait “kekuatan” dunia online.
Jaksa berharap kasus ini dapat menjadi peringatan untuk siapa saja yang menganggap enteng bahaya penggunaan internet secara negatif.
Salah satu terdakwa mengaku ingin menjadi “polisi”. Yang lain mengatakan dia hanya ingin mengumpulkan lebih banyak pengikut dengan membuat orang tertawa.
Beberapa membantah melakukan kesalahan, sementara yang lain meminta maaf.
Tetapi sebagian besar mengaku telah mengunggah komentarnya tanpa berpikir.
Mila mengatakan kepada pengadilan bahwa dia merasa seolah-olah dia telah "dihukum mati."
"Saya tidak melihat masa depan saya," katanya mengingat perundungan yang dialaminya.
Menurut pengacaranya, Richard Malka, korban telah menerima sekitar 100.000 pesan ancaman. Itu termasuk ancaman pembunuhan, ancaman pemerkosaan, pesan misoginis, dan pesan kebencian tentang homoseksualitas.
Mila juga sampai harus berhenti dari sekolah menengahnya. Dia sekarang dipantau setiap hari oleh polisi untuk keselamatannya.
"Ini adalah bencana, rasanya seperti langit jatuh di atas kepala kita ... sebuah konfrontasi dengan kebencian murni," kata ibunya di pengadilan.
Musuh online Mila tidak hanya menggunakan satu profil. Di antara ribuan ancaman, pihak berwenang melacak 13 tersangka yang diadili minggu ini.
Semua diidentifikasi secara publik hanya dengan nama depan mereka, menurut hukum di Perancis.
Persidangan berfokus pada komentar sebagai tanggapan atas video TikTok oleh Mila pada November yang mengkritik Islam.
Seorang terdakwa bernama Manfred mengancam akan mengubahnya menjadi Samuel Paty lainnya.
Paty adalah seorang guru yang dipenggal di luar Paris pada Oktober, setelah secara salah dituduh menunjukkan karikatur Nabi Muhammad di kelas.
Manfred mengatakan kepada pengadilan bahwa dia "berpura-pura menjadi penguntit untuk membuat orang tertawa."
"Saya tahu dia kontroversial karena dia mengkritik Islam. Saya ingin bersenang-senang dan mendapatkan pengikut baru," ujarnya saat bersaksi di pengadilan.
Terdakwa Enzo (22 tahun), meminta maaf di pengadilan karena mengunggah "Anda pantas digorok lehernya," diikuti dengan julukan seksis.
Yang lain berpendapat bahwa unggahan mereka bukan merupakan kejahatan.
"Pada saat itu, saya tidak menyadari bahwa itu adalah pelecehan. Ketika saya mengunggah di Twitter, saya tidak berpikir," kata Lauren, seorang mahasiswa berusia 21 tahun. Dalam kicauannya dia menulis tentang Mila: "Tolong hancurkan tengkoraknya. ."
Alyssa (20 tahun), salah satu dari sedikit terdakwa Muslim, menilai reaksinya sama "seperti orang lain di Twitter." Dia pun tetap pada pendiriannya akan kritiknya terhadap unggahan Mila.
Sementara pengacara pembela berpendapat bahwa menghina Tuhan atau agama dan manusia bukanlah hal yang sama. Tapi Alyssa tidak setuju.
"Bagi saya, sifatnya sama. Mila menggunakan kebebasan berekspresi. Saya pikir (unggahan respon marah) juga kebebasan berekspresi," belanya.
Kebebasan berekspresi dianggap sebagai hak fundamental, sementara penistaan agama bukanlah kejahatan di Perancis.
Setelah video awal Mila pada Januari 2020, pengaduan hukum diajukan terhadapnya karena hasutan untuk kebencian rasial. Penyelidikan itu dibatalkan karena kurangnya bukti.
Beberapa orang Muslim Perancis merasa bahwa negara mereka, dan pemerintahan Presiden Perancis Emmanuel Macron, secara tidak adil menstigmatisasi praktik keagamaan mereka.
Video online Mila menghidupkan kembali kekhawatiran itu dan memecah belah masyarakat Perancis.
Sementara ancaman terhadapnya dikutuk secara luas, mantan Presiden Sosialis Francois Hollande termasuk di antara mereka yang berpendapat bahwa: meskipun dia (Mila) memiliki hak untuk mengkritik, "dia tidak boleh terlibat dalam ujaran kebencian tentang mereka yang mempraktikkan agama mereka."
Nawfel (19 tahun), mengaku tidak melihat bahayanya ketika dia mengunggah bahwa Mila pantas dihukum mati dan menghina seksualitasnya.
Dia telah lulus dalam ujian untuk menjadi polisi dan harapan berharap tidak dihukum, untuk menyimpan catatan yang bersih.
Persidangan telah memberinya perspektif baru tentang aktivitas online.
"Tanpa media sosial, semua orang akan memiliki kehidupan yang normal," katanya. "Sekarang ada banyak orang yang akan berpikir sebelum menulis (di media sosial)."
Para terdakwa menghadapi tuntutan hukuman dua tahun penjara dan denda 30.000 euro (sekitar Rp 517 juta), jika terbukti melakukan pelecehan online.
Beberapa juga dituduh melakukan ancaman pembunuhan online, pelanggaran yang membuat mereka terancam hukuman penjara maksimum tiga tahun dan denda hingga 45.000 euro (Rp 949 juta).
Namun jaksa hanya meminta penangguhan hukuman, sebuah vonis diharapkan diberikan dalam pengadilan berikutnya.
"Anda memiliki kekuatan untuk menghentikan ‘hukuman mati’ secara digital ini," kata pengacara pembela Malka kepada hakim. "Ketakutan akan hukum adalah satu-satunya yang tersisa."
Mila tetap aktif di jejaring sosial.
"Saya memiliki kebutuhan untuk menunjukkan bahwa saya tidak akan mengubah siapa saya dan apa yang saya pikirkan," katanya.
"Saya melihatnya seperti seorang wanita yang diperkosa di jalan dan diminta untuk tidak keluar agar (kejadian itu) tidak terjadi lagi."
https://www.kompas.com/global/read/2021/06/24/184729970/bully-wanita-yang-unggah-kritik-soal-islam-13-pemuda-perancis-didakwa