Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Turki Dituduh “Korbankan” Muslim Uighur demi Vaksin Covid-19

ANKARA, KOMPAS.com - Pemerintah Turki dituduh setuju menyerahkan Muslim Uighur kepada China dengan imbalan akses ke vaksin Covid-19.

Melansir Business Insider pada Minggu (17/1/2021), tuduhan tersebut muncul karena adanya dua peristiwa yang berlangsung berdekatan pada Desember.

Pertama saat kedatangan pesanan vaksin Turki dari perusahaan China Sinovac, yang telah lama tertunda. Kedua terkait langkah tiba-tiba Beijing untuk meratifikasi kesepakatan ekstradisi pada 2017 dengan Ankara.

Turki berencana memulai vaksinasi pada masyarakatnya dengan suntikan Sinovac pada 11 Desember, menurut Al-Monitor. Tetapi pengiriman pertama tidak datang hingga 30 Desember.

Penundaan vaksin mendorong politisi oposisi di Turki menyampaikan kekhawatirannya. China dicurigai sudah menekan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang berkuasa, untuk meratifikasi kesepakatan ekstradisi jika ingin mengakses vaksin.

China mengumumkan telah meratifikasi perjanjian ekstradisi pada 27 Desember. Dengan ini, Turki harus mengekstradisi siapa pun dengan tuduhan kriminal ke China jika diminta, dan sebaliknya.

Turki belum meratifikasi kesepakatan itu. Tapi parlemen negara itu diperkirakan akan membahasnya ketika berkumpul kembali pada 26 Januari, menurut The Nikkei.

Vaksin sengaja ditahan?

Ratifikasi perjanjian ekstradisi China telah memicu kekhawatiran bahwa Turki akan mengusir penduduk Uighurnya ke China. Disana, mereka diduga menghadapi pengawasan ketat dan penahanan massal.

Dalam beberapa tahun terakhir, China secara sewenang-wenang menuduh warga Uighur melakukan kejahatan, lantaran mereka menumbuhkan janggut dan menerima telepon dari negara lain.

Anggota diaspora Uighur sebelumnya kepada Insider menyampaikan ketakutannya untuk menghubungi kerabatnya di Xinjiang. Mereka khawatir Pemerintah Beijing justru akan menghukum kerabatnya itu.

Selama beberapa tahun terakhir, ribuan orang Uighur telah meninggalkan China menuju Turki, yang bahasa dan budayanya mirip dengan komunitas Uighur.

Menurut The Guardian dan Voice of America, Turki adalah rumah bagi sekitar 50.000 orang Uighur, kelompok diaspora Uighur terbesar di dunia.

Pada saat ratifikasi dilakukan China, Dilxat Raxit, juru bicara Kongres Uyghur Dunia, mengatakan kepada AFP: "Perjanjian ekstradisi ini akan menimbulkan kekhawatiran di antara warga Uighur yang telah meninggalkan China dan belum memiliki kewarganegaraan Turki."

Banyak orang Uighur yang melarikan diri dari China ke Turki tidak memiliki kewarganegaraan Turki. Artinya, Pemerintah Ankara tidak dapat melindungi mereka.

Yildirim Kaya, seorang politisi di oposisi Turki, Partai Rakyat Republik, bertanya kepada Menteri Kesehatan Fahrettin Koca di parlemen pada 29 Desember: "Apakah vaksin China ditahan untuk kembalinya orang Uighur Turki?"

Selentara Lutfu Turkkan, wakil ketua oposisi Partai Baik, langsung menuduh pemerintah mencapai kesepakatan dengan Beijing.

"China menginginkan ekstradisi beberapa orang Uighur di Turki," katanya di parlemen, menurut TR724. "Mereka akan mengembalikan beberapa orang Turki Uighur di Turki ke China untuk mendapatkan vaksin."

Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu menanggapi klaim tersebut dengan mengatakan China telah meminta Turki mengekstradisi Muslim Uighur ke China. Tetapi dia mengklaim Turki telah menolak permintaan itu.

"China memiliki tuntutan seperti itu tetapi kami belum mengambil langkah seperti itu," kata Cavusoglu, menurut The Nikkei.

Cavusoglu juga membantah bahwa pemerintah telah setuju untuk meratifikasi perjanjian 2017 dengan imbalan vaksin.

"Vaksin dan Turkestan Timur atau Turki Uighur tidak ada hubungannya sama sekali," katanya, mengacu pada nama yang digunakan orang Uighur di tanah air mereka. China menyebutnya sebagai Xinjiang.

Seorang sumber kementerian luar negeri Turki mengatakan kepada Voice of America: "Sangat salah untuk melihat perjanjian ekstradisi dengan China menargetkan Turki Uighur."

Perubahan posisi Turki pada Uighur

Sejak 2016, China secara sewenang-wenang menahan setidaknya 1 juta orang Uighur di sejumlah kamp di Xinjiang, mengklaim bahwa mereka adalah ancaman teror.

Terlepas dari tempat Turki sebagai tempat yang aman bagi orang-orang Uighur, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan tampaknya nyaman dengan China dalam beberapa tahun terakhir.

Relasi itu membuat nasib orang-orang Uighur berubah. Antara 2009 dan 2015, Erdogan secara terbuka menyambut warga Uighur di negaranya. Tetapi banyak yang berubah sejak saat itu.

Misalnya, pada Juli 2019, Turki tidak menandatangani surat Dewan Hak Asasi Manusia PBB. Saat itu mengenai kecaman "penahanan sewenang-wenang massal dan pelanggaran terkait", yang dilakukan China terhadap orang Uighur.

Pada bulan yang sama, Erdogan mengatakan kepada Presiden China Xi Jinping bahwa orang Uighur di Xinjiang "bahagia", menurut media pemerintah China.

Ankara kemudian mengatakan bahwa Erdogan telah salah paham. Klaim itu dibantah China.

“Ada favoritisme khusus yang tidak perlu dipertanyakan lagi terhadap China belakangan ini," menurut Ahmet Davutoglu, mantan sekutu Erdogan dan pemimpin oposisi, pada Desember 2019 seperti dilaporkan Al Monitor.

Pada awal 2020 Arab News melaporkan, partai Erdogan memblokir langkah oposisi membentuk komite parlemen, untuk menyelidiki pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang.

Namun, beberapa orang Uighur percaya bahwa penentangan terhadap kesepakatan ekstradisi Turki akan cukup untuk menggagalkan ratifikasi.

"Partai Komunis China (PKC) akan mengambil semua tindakan yang dapat dilakukan untuk memaksa pemerintah Turki. Tetapi kami tidak berpikir [perjanjian itu] akan disahkan. Rakyat dan LSM Turki akan menentangnya," kata Kamer Artis, seorang aktivis Uighur yang tinggal di Turki kepada The Guardian.

"Menurut PKC, kita semua adalah teroris. Jadi apakah masuk akal bagi pemerintah Turki untuk mendeportasi begitu banyak orang Uighur? Kami tidak akan kehilangan harapan. Kami lebih percaya pada kekuatan orang daripada pemerintah."

https://www.kompas.com/global/read/2021/01/18/092917470/turki-dituduh-korbankan-muslim-uighur-demi-vaksin-covid-19

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke