Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

[Biografi Tokoh Dunia] Mario Molina, Penyelamat Atmosfer dan Peraih Hadia Nobel

KOMPAS.com - Sepanjang tahun 2020 lalu, sebagian besar orang diminta menghabiskan waktu untuk tetap di rumah karena bahaya virus Covid-19 yang mewabah di seluruh dunia.

Tapi kondisi berbeda dirasakan oleh mereka yang berjuang di garis terdepan. Mereka harus bekerja ekstra untuk mengendalikan virus corona yang bisa mengancam nyawa.

Jika tenaga kesehatan yang berjuang langsung dilapangan. Sejak awal virus corona merebak, para ilmuwan dunia bahu membahu bekerja di belakang layar. Mereka mempelajari sifat virus baru ini, hingga berupaya mencari penawarnya.

Ironisnya, tidak sedikit orang yang meremehkan pengetahuan mereka, dan mengacuhkan anjuran kesehatan yang disarankan untuk bisa mengendalikan pandemi.

Dr Mario Molina adalah salah satu ilmuwan yang dengan gigih menyerukan penggunaan masker wajah ketika pandemi Covid-19 mulai menyebar luas.

Dia terkejut saat mengetahui Presiden Meksiko Lopez Obrador dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, menolak untuk memakai masker.

Dengan keras dia mengatakan bahwa pemerintah harus “memaksa penggunaan masker wajah, karena hanya dengan cara ini kita tahu bahwa penyebaran virus bisa dikendalikan.”

Molina mempertahankan pentingnya sains dalam pembuatan kebijakan hingga akhir.

Belum habis perjuangan melawan wabah pandemi, pemenang Hadiah Nobel itu tutup usia pada 7 Oktober 2020. Pria kelahiran Meksiko itu wafat di usia 77 tahun akibat serangan jantung.

Meski demikian, sumbangsihnya sebagai ilmuwan patut terus diapresiasi dari generasi ke generasi. Udara bersih yang setidaknya masih bisa dihirup saat ini, merupakan salah satu keberhasilan dari penelitiannya.

Pionir gerakan perubahan iklim

Ahli kimia itu adalah salah satu pelopor gerakan untuk mengendalikan perubahan iklim dunia.

Bersama rekannya F. Sherwood Rowland dari Universitas California, Molina awalnya menemukan bahwa bahan kimia yang dikenal sebagai klorofluorokarbon (CFC), dapat mengikis lapisan ozon di atmosfer.

Implikasi dari temuan itu bisa mengerikan. Tanpa ozon pelindung, peningkatan radiasi ultraviolet akan membahayakan kesehatan banyak spesies, termasuk manusia.

Kedua ilmuwan tersebut kemudian mendorong pelarangan CFC. Senyawa kimia ini banyak ditemukan di zat pendingin lemari es, campuran obat, hingga semprotan rambut.

Awalnya pekerjaan mereka mendapat serangan dari sektor industri, yang mendapat kritik atas penggunaan bahan berbahaya itu dalam produknya.

Tapi keduanya terus melakukan advokasi lingkungan berbasis sains, dalam kongres internasional dan wawancara dengan media.

Sampai akhirnya pada 1987, Protokol Montreal berhasil diwujudkan sebagai perjanjian lingkungan internasional untuk menghentikan produksi senyawa tersebut.

Perjanjian itu nyatanya punya dampak jangka panjang. Berbagai temuan selanjutnya menunjukkan ternyata banyak dari gas perusak ozon juga merupakan gas rumah kaca yang kuat.

Tanpa perjanjian tersebut, perubahan iklim akan berkembang lebih cepat daripada yang seharusnya.

Karena penelitian tersebut, kedua ilmuan itu akhirnya berbagi Hadiah Nobel dengan Paul J. Crutzen dari Max Planck Institute di Jerman pada 1995,

Royal Swedish Academy of Sciences mengatakan dalam pengumuman penghargaannya bahwa "tiga peneliti telah berkontribusi pada keselamatan manusia, dari masalah lingkungan global yang dapat menimbulkan konsekuensi bencana.

Dalam memoar yang muncul di situs Nobel dia mengatakan, "Saya masih ingat kegembiraan saya saat pertama kali melihat paramecium dan amoeba melalui mikroskop mainan yang agak primitif."

Dia mengubah kamar mandi yang jarang digunakan di rumahnya, menjadi laboratorium untuk peralatan kimianya.

Bibinya Esther Molina, yang adalah seorang ahli kimia, banyak membimbing putra dari pasangan Roberto Molina Pasquel dan Leonor Henríquez Molina itu.

Ayah Molina adalah seorang pengacara dan hakim yang menjabat sebagai duta besar Meksiko untuk Ethiopia, Filipina, dan Australia. Ibunya adalah seorang ibu rumah tangga.

Melestarikan tradisi keluarga, Molina dikirim ke luar negeri untuk menjalani pendidikanya. Pada usia 11 tahun dia bersekolah di sekolah berasrama di Swiss. Waktu itu, masih ada asumsi bahwa bahasa Jerman adalah bahasa yang penting untuk dipelajari oleh calon ahli kimia.

Setelah belajar di Paris dan Jerman, ia memulai studi pascasarjana di University of California, Berkeley, pada 1968. Gelar doktor dia terima sebagai ahli kimia fisik di sana pada 1972.

Mendambakan energi bersih

Setelah lama berkarier di dunia akademis, Molina dan istrinya, Luisa T. Molina yang juga seorang ilmuwan peneliti atmosfer, mendirikan Centro Mario Molina pada 2005.

Lembaga itu adalah sebuah pusat penelitian lingkungan dan kebijakan publik di Meksiko. Bersama-sama, mereka memimpin lembaga tersebut, dan secara luas bekerja di Mexico City.

Molinas sejak lama memperingatkan tentang polusi udara dan kesehatan masyarakat di Amerika Latin.

Namun hal itu tidak mudah. Pasalnya, sebagai negara berkembang, dominasi energi fosil masih besar di Meksiko. Hal ini membuat perlindungan lingkungan terus bergesekan dengan masalah ekonomi.

Tidak menyerah, dia mencoba mencari jalan tengah. Dia bekerja sama dengan ekonom Meksiko untuk mengatasi kekhawatiran bahwa energi hijau akan merusak kemakmuran.

Melalui organisasinya, Molina juga mempromosikan kerja sama antara ilmuwan, pemerintah, industri, dan masyarakat sipil hingga 2013. Presiden Meksiko Enrique Peña Nieto kemudian menunjuknya untuk memimpin Sistem Nasional Perubahan Iklim negara itu.

Pada 2018, ketika pemerintahan Meksiko berubah, Molina tidak diundang untuk bertugas di pemerintahan baru. Presiden Meksiko saat ini, Andrés Manuel López Obrador, berkuasa dengan menjanjikan untuk membangun kilang minyak baru di Meksiko.

Molina mendesak Meksiko untuk beralih ke sumber energi bersih lebih cepat. Perubahan kebijakan ini menurutnya akan meningkatkan kesehatan masyarakat, penciptaan lapangan kerja, dan keamanan energi untuk negara.

Dalam wawancara Mei 2020, Molina menekankan energi bersih "adalah investasi yang dibuat oleh masyarakat dan sangat menguntungkan."

Molina mengkritik López Obrador karena membatasi penggunaan sumber energi bersih dan mendorong lebih banyak energi angin di Meksiko, sebuah teknologi yang baru saja muncul di sana.

Durwood J. Zaelke, kepala The Institute for Governance & Sustainable Development (IGSD) mengapresiasi perjuangan lingkungan yang dilakukan Molina selama hidupnya.

“Mario meninggalkan kami dengan pekerjaan yang belum selesai. Tapi dia meletakkan jejak yang menunjukkan kepada kita bagaimana memperlambat pemanasan global dengan cepat untuk menghindari kekacauan eksistensial bisa dialami manusia.”

https://www.kompas.com/global/read/2021/01/01/235631270/biografi-tokoh-dunia-mario-molina-penyelamat-atmosfer-dan-peraih-hadia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke