WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Seorang ilmuwan meyakini Korea Utara telah menghasilkan sekitar 45 senjata nuklir, yang dapat menjangkau Korea Selatan dan Jepang, tapi belum dapat sampai ke Amerika Serikat (AS).
Dr Hecker mantan direktur laboratorium senjata Los Alamos Amerika Serikat (AS) dan profesor emeritus di Universitas Stanford, yakin Korea Utara dapat "menjangkau seluruh Korea Selatan dan sebagian besar Jepang dengan rudal berhulu ledak nuklir."
Namun, Dr Hecker mengatakan roket kelas peluru kendali balistik antarbenua (intercontinental ballistic missile/ICBM) milik Kim Jong Un membutuhkan lebih banyak pengujian untuk membuatnya "berguna secara militer".
Dia mencatat, "Dengan kata lain, Korea Utara belum memiliki kemampuan untuk mencapai daratan AS dengan ICBM rudal berhulu ledak nuklir, tetapi mereka terus bekerja ke arah itu."
Mengutip dari Express pada Sabtu (12/12/2020), Dr Hecker menjelaskan gambaran program nuklir Korea Utara yang dihadapi pesiden terpilih Joe Biden.
Berdasarkan perkiraan terbaiknya tentang program nuklir Korea Utara saat ini, bahwa "Kim Jong Un memiliki bahan fisil yang cukup untuk menghasilkan sekitar 45 senjata nuklir (25-48 kg plutonium dan 650-900 kg uranium yang sangat diperkaya)."
Dia yakin bahwa Donald Trump telah "menyia-nyiakan" kesempatan untuk mengakhiri program nuklir Korea Utara dengan meninggalkan KTT 2019 di Hanoi bersama Kim Jong Un.
“Nuklir itu telah dilakukan uji coba, termasuk apa yang kemungkinan besar merupakan perangkat bom hidrogen pada September 2017," ujarnya.
“Korea Utara telah berhasil melakukan cukup banyak uji coba roket jarak pendek dan menengah, jika digabungkan dengan sejarah uji coba nuklir, memungkinkan untuk menjangkau seluruh Korea Selatan dan sebagian besar Jepang dengan rudal berhulu ledak nuklir," lanjutnya.
Korea Utara dikatakannya telah mendemonstrasikan roket kelas ICBM, tetapi akan membutuhkan lebih banyak uji roket dan lebih banyak uji coba nuklir untuk membuat itu berguna secara militer.
"Dengan kata lain, Korea Utara belum memiliki kemampuan untuk mencapai daratan AS dengan ICBM nuklir, tetapi mereka terus bekerja ke arah itu," ungkapnya.
Pada Oktober, Korea Utara meluncurkan apa yang tampaknya menjadi salah satu rudal balistik antarbenua (ICBM) terbesar di dunia.
Dr Hecker menjabat sebagai direktur Laboratorium Nasional Los Alamos, rumah dari fasilitas penelitian senjata nuklir utama di Amerika Serikat, dari 1986 hingga 1997.
Ia juga mantan wakil direktur Pusat Keamanan dan Kerjasama Internasional Stanford.
Pada 2004, dalam kunjungan pertamanya ke Yongbyon, fasilitas nuklir di Korea Utara, ia memegang plutonium dalam toples kaca untuk menentukan keasliannya.
Dia mendapatkan perpanjangan undangan tahunan untuk melaporkan penilaiannya terhadap kemampuan nuklir Korea Utara.
Sehingga, ia dapat berkunjung kembali ke fasilitas nuklir negara komunis itu di Yongbyon dan Pyongyang sebanyak 7 kali hingga 2010.
Dia telah membandingkan institut tersebut dengan Laboratorium Nasional Los Alamos di AS, meskipun tidak yakin ketepatannya.
Surat Kim Jong Un
Dr Hecker menyayangkan keputusan Trump dalam KTT Hanoi dengan Kim pada Februari 2019, karena Kim Jong-un telah menawarkan untuk menutup "Institut Senjata Nuklir" negaranya yang dalam pembangunan.
Dalam sepucuk surat kepada Trump, tertanggal 6 September 2018, Kim menuliskan penawaran denuklirisasi.
“Kami bersedia untuk mengambil langkah yang berarti lebih lanjut satu per satu secara bertahap, seperti penutupan lengkap Institut Senjata Nuklir atau Distrik Peluncuran Satelit dan penutupan fasilitas produksi bahan nuklir yang tidak dapat diubah," demikian isi suratnya.
Surat itu terungkap dalam "Rage, sebuah buku karya jurnalis Bob Woodward.
Pada KTT 2018 di Singapura, Kim Jong-un telah setuju untuk "bekerja menuju denuklirisasi lengkap Semenanjung Korea".
Namun, Dr Hecker yakin kemajuan itu lenyap karena KTT Hanoi 2019, dan menurutnya "kelompok garis keras" di kubu Trump yang harus disalahkan.
Kepada Express yang dikutip Kompas.com, ia berkata, “Singapura adalah pencapaian yang patut dicatat karena kedua belah pihak setuju untuk melakukan denuklirisasi dan normalisasi secara paralel.
Sayangnya, Hanoi gagal sebagian besar karena kelompok garis keras dalam pemerintahan Trump, yang meyakinkannya bahwa lebih baik dia keluar dari kesepakatan itu. Sebuah kesempatan yang disia-siakan, menurutnya.
https://www.kompas.com/global/read/2020/12/15/074707170/45-senjata-nuklir-korea-utara-jangkau-korsel-dan-jepang-as-masih-aman