Kabar itu diungkap oleh media-media AS pada Jumat (31/7/2020), menyusul adanya laporan TikTok bisa membahayakan keamanan nasional "Negeri Paman Sam".
The Wall Street Journal dan Bloomberg melaporkan, Trump akan memerintahkan penjualan operasional TikTok di AS oleh ByteDance yang berbasis di China.
Kemudian laporan lain dari Fox News mengatakan, Microsoft sedang dalam pembicaraan untuk mengakuisisi TikTok yang bisa bernilai puluhan miliar dollar AS.
Sebuah sumber terpercaya yang dikutip Reuters menyebut Microsoft sedang menjajaki kemungkinan itu dalam sebuah pembicaraan.
Sebabnya, Microsoft belum punya layanan hiburan yang digemari masyarakat luas. Mereka kesulitan mengejar ketertinggalan dari YouTube, Facebook, dan TikTok sendiri.
Aplikasi media sosial terbesar Microsoft adalah LinkedIn, dan jumlah pengiklannya turun drastis pada Juli seiring pandemi virus corona yang menghantam dunia.
Namun baik TikTok maupun Microsoft sama-sama belum berkomentar tentang rumor ini.
Rencana pemblokiran TikTok di AS muncul setelah adanya tinjauan dari Komite Investasi Asing (CFIUS) di AS, yang menyelidiki kesepakatan-kesepakatan yang dapat memengaruhi keamanan nasional AS.
TikTok yang sangat populer di kalangan generasi muda, diperkirakan memiliki 1 miliar pengguna di seluruh dunia.
"Kami sedang mengamati TikTok. Kami mungkin akan melarang TikTok. Kami mungkin melakukan beberapa hal lainnya," kata Trump dikutip dari AFP Sabtu (1/8/2020).
"Ada beberapa pilihan, tetapi banyak hal sedang terjadi," lanjut sang presiden.
Komentar itu diucapkannya seiring meningkatnya kekhawatiran, bahwa aplikasi tersebut dapat menjadi alat pengintaian bagi intelijen China.
Kekhawatiran itu diungkapkan oleh para pejabat AS dan anggota parlemen dalam beberapa pekan terakhir, tapi TikTok membantah mereka ada hubungan dengan pemerintah China.
Saat dihubungi oleh kantor berita AFP, TikTok menolak berkomentar tentang rumor penjualannya dengan berujar, "Kami yakin akan kesuksesan jangka panjang TikTok."
"Ratusan juta orang memakai TikTok untuk hiburan dan koneksi, termasuk komunitas kreator dan artis kami yang meraup penghasilan dari platform ini."
Perusahaan TikTok pekan ini menjanjikan adanya transparansi tingkat tinggi, termasuk memungkinkan peninjauan algoritma guna kenyamanan pengguna dan regulator.
"Kami tidak berpolitik, kami tidak menerima iklan politik dan tidak memiliki agenda."
"Satu-satunya tujuan kami adalah tetap menjadi platform yang dinamis untuk dinikmati semua orang," kata CEO TikTok Kevin Mayer dalam unggahannya pekan ini.
"TikTok telah menjadi target terbaru, tetapi kami bukan musuh."
Popularitas TikTok meningkat pesat sejak ByteDance mengakuisisi aplikasi Musical.ly yang berbasis di AS pada 2017, dan menggabungkannya dengan fitur video.
James Lewis kepala program kebijakan teknologi di Pusat Studi Strategis dan Internasional mengatakan, ia yakin risiko keamanan di TikTok "mendekati nol", tetapi ByteDance bisa saja ditekan China untuk ikut melakukan penyensoran.
"Sepertinya ByteDance mungkin diperas oleh Beijing, sehingga divestasi mereka jadi masuk akal. Mereka bisa mulai menyensor," terangnya dikutip dari AFP.
Lewis mengatakan, otoritas AS di bawah CFIUS punya kekuatan untuk melepaskan akuisisi yang telah disetujui.
Tindakan serupa sudah dilakukan pada 2019 ke aplikasi kencan Grindr usai dibeli perusahaan China.
https://www.kompas.com/global/read/2020/08/01/115319370/jika-sudah-diblokir-as-benarkah-tiktok-akan-dibeli-microsoft